Dilarang Demo oleh Kampus, Mahasiswa Riau Mengadu ke DPRD

Selasa, 15 Oktober 2019

Ilustrasi.

GILANGNEWS.COM - Perwakilan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau mendatangi DPRD Riau, Senin, untuk mengadukan kebijakan rektornya yang melarang mahasiswa demonstrasi.

Dalam pertemuan kemarin, sejumlah mahasiswa UIN itu diterima Wakil Ketua DPRD Riau Asri Auzar.

Ketua Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska Riau, Aditya Saputra mengatakan mahasiswa yang ikut demonstrasi terancam menerima sanksi dikeluarkan dari kampus.

"Kemarin aksi soal asap, juga diancam akan diberi sanksi drop out. Makanya kami ingin mengadukan itu ke DPRD Riau, apakah kami melanggar atau tidak. Sejauh yang kami pelajari, kami tidak melanggar apa-apa," ujar Aditya, Pekanbaru, Senin (14/10) saat dikonfirmasi.

Menyikapi aduan para mahasiswa itu, Asri Auzar mengatakan akan berupaya untuk memfasilitasi permasalahan mahasiswa dengan pihak rektorat.

"Kita melakukan audiensi dengan adik-adik ini terkait ikhwal yang terjadi di kampus mereka, di mana rektor agak alergi jika mahasiswanya demo. Kita akan surati pihak rektorat, kita panggil rektor, kalau ini benar-benar terjadi maka saya sangat prihatin akan matinya demokrasi di kampus UIN," ucap Asri Auzar,

Asri menyebutkan, tidak ada aturan yang melarang mahasiswa untuk turun ke jalan menyampaikan aspirasinya. Baginya, tuntutan yang diteriakkan mahasiswa merupakan suara dari masyarakat pada umumnya.

"Saya sampaikan sepanjang mahasiswa tidak anarkis, tidak melakukan penghinaan, tidak melakukan perusakan. Mereka dibenarkan oleh UU menyampaikan aspirasi, kalau ada rektor yang melarang berarti rektor tersebut yang telah melanggar UU," ucap politisi Partai Demokrat itu.

Asri menyayangkan jika pihak rektorat sampai memberikan ancaman mengeluarkan sanksi skorsing hingga drop out kepada mahasiswa yang melalukan unjukrasa. Untuk itu, dirinya akan menelusuri laporan mahasiswa tersebut dengan memanggil pihak rektorat.

"Apalagi saya dengar tadi ada yang sampai dilaporkan ke pihak kepolisian oleh kampusnya. Ini di luar kelaziman. Seharusnya aksi yang mereka lakukan dapat apresiasi, ini malah dapat ancaman. Kita akan telaah laporan mahasiswa ini," ujar legislator asal Kabupaten Rokan Hilir itu.

Dalam pertemuan dengan anggota DPRD tersebut, Aditya juga mengabarkan sebelum muncul larangan demo terkini, mahasiswa UIN ini juga pernah dilaporkan pihak kampus kepada pihak kepolisian dengan tudingan telah mengganggu petugas sah yang sedang bekerja.

"Di UIN, saat ini pemilihan ketua lembaga di tingkat mahasiswa, dipilih secara otoriter oleh rektor, tidak mengikuti aturan. Karena pelanggaran SK Dirjen Pendis (Pendidikan Islam) ini kami melakukan aksi lima hari berturut-turut. Makanya kami dilaporkan ke Polda Riau. Ada lkma, mahasiswa yang dilaporkan dan sudah dimintai keterangan," ujarnya.

Belum ada tanggapan dari pihak rektorat UIN Suska mengenai larangan demonstrasi dan yang diadukan para mahasiswa itu ke DPRD Riau.

Sementara itu di Jakarta, AMAR Law Firm and Public Interest Law Office mencatat ada 37 perguruan tinggi yang mengancam akan memberi sanksi bagi mahasiswa yang ikut demonstrasi #ReformasiDikorupsi.

Advokat AMAR, Maraden Saddad, mengatakan jumlah itu diketahui dari 72 aduan yang masuk ke pihaknya bersama aktivis pembela hak pendidikan sejak 29 September 2019. Aduan masuk via surel, telepon, dan borang daring Google Form.

"Sebanyak 38 pengaduan terkait dengan pelanggaran 37 perguruan tinggi/kampus. Sementara 34 laporan terkait dengan pelanggaran dari 32 sekolah," kata Maraden dalam keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/10).

Dalam keterangan itu, AMAR merinci 37 kampus yang diadukan, yaitu Universitas Pelita Harapan, STMIK Triguna Medan, Binus Alam Sutera, Binus Bekasi, Binus Kebon Jeruk, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Bakrie, Universitas Gunadarma Depok, Universitas Gunadarma Jakpus, dan Universitas Gunadarma Bekasi.

Kemudian ada President University, Stikes Medistra, UIN Suska Riau, Universitas Tarumanegara, IISIP Jakarta, LSPR, Institus Kalbis, Institut Teknologi Indonesia, Universitas Wahid Hasyim, Universitas Telkom, Universitas Pamulang, UPI, Universitas Widya Mandira, Institut Teknologi Kalimantan, UMN, dan Universitas Dian Nuswantoro.

Lalu, ada Universitas Surabaya, UPN Jatim, Polban Bandung, Universitas Nusa Cendana, ITHB, ITS, UK Petra, Unika Soegijapranata, Universitas Kristen Krida Wacana, dan STAN.

Maraden menyebut secara umum ada lima sanksi yang diadukan bagi pelanggar larangan demo tersebut yaitu seperti intimidasi berupa ancaman drop out, dan sanksi akademis hingga yang paling maksimal drop out.

Sebelumnya, gelombang aksi mahasiswa terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk di depan kompleks parlemen, Jakarta sejak 23 September lalu. Gelombang aksi itu menyerukan seruan yang kurang lebih sama yakni penolakan pengesahan RKUHP dan sejumlah RUU kontroversial lain jadi undang-undang oleh DPR periode 2014-2019, dan pembatalan revisi UU KPK yang telah disahkan jadi undang-undang.