Pengamat: KPU Diduga Melakukan Pidana Murni

Kamis, 03 November 2016

Dr Bahrun Azmi

GILANGNEWS.COM - Meski sudah dibawa ke musyawarah sengketa penetapan calon peserta pilkada 2017 oleh Panwaslu Pekanbaru, hingga saat ini titik temu musyawarah yang dilakukan belum mendapatkan keputusan, disayangkan sikap KPU kekeh terhadap keputusan awal menganggap tidak meloloskan pasangan BISA adalah sudah benar dan sesuai aturan.

Menyikapi kondisi ini, pengamat hukum administrasi negara, Dr Bahrun Azmi menganggap tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pekanbaru melebihi kewenangannya karena berupaya menafsirkan sendiri penyakit yang dilempar oleh tim dokter.  Bahwasanya memang SUA sakit, suruh dia (KPU_red) baca lagi aturannya.

" Tapi SUA kan mungkin bisa berkemampuan dan mungkin tidak dan yang berhak menterjemahkan kemampuan itu ada ahlinya bukan KPU. Dalam aturan untuk apa dibuat kemampuan itu, ada tolak ukurnya seperti tugas-tugas yang ada didalam aturan," kata Bahrun ketika dikonfirmasi melalui selularnya, Kamis (3/11)

Dengan begitu Bahrun menganggap KPU telah menghalangi hak politik seseorang dalam hal ini pasangan BISA karena tidak meloloskannya berusaha menafsirkan sendiri menganggap SUA tidak berkemampuan menjalankan tugas sebagai calon Wakil Walikota Pekanbaru.

" Sudah jelas-jelas dokter tidak berani memperkirakan bahwa SUA tidak berkemampuan, tapi KPU berani menafsirkan sendiri. Ancaman hukumannya masuk ke pidana murni yang masuk pada Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 pasal 180 pidana itu," ungkapnya.
 
Bahrun juga membeberkan kalau karena sakit ini kepala daerah meninggal maka sudah ada mekanisme dan aturannya . Namun KPU telah mengarang sendiri dan menyimpulkan sendiri jika sakit SUA ini tidak bisa melaksanakan tugasnya.

" Ini bisa di katakan upaya penjegalan karena menafsirkan sendiri. Kalau menjegal ada aturan penjegalannya," ungkapnya.

Kepada penasehat hukum BISA, Bahrun menegaskan bisa mendalami persangkaan penafsiran sendiri yang dilakukan KPU Pekanbaru. Kalau memang ada unsur dan sudah jelas BISA dapat melanjutkan prosesnya ke polisi untuk melapor karena sudah pidana ini.

" Segera dilaporkan ke polisi lagi dan diperiksa. Saya siap menjadi saksi ahli lagi di kepolisian," bebernya.

Bahrun juga keget ketika ada pergantian  aturan. Kalau dulu syarat itu adalah kesehatan sekarang berganti jadi kemampuan. Adanya pergantian itu dianggap ada maknanya. Bukan kesehatan tapi kemampuan.

" Si sua ini memang sakit, tapi masih mampu melakukan pekerjaannya sebagai Wakil Walikota, coba baca Undang-Undang apa tugas dan pekerjaan sebagai wakil kepala daerah, disitulah semestinya KPU itu bisa menafsirkan dengan penyakitnya ini bisa tidak mengerjakan tugasnya yang ada di aturan tersebut. Kalau tidak mampu baru KPU berhak menyatakan SUA itu tidak mampu," sebutnya.(ZOEL)