Penenggelaman Kapal ala Susi Dipuji Jokowi, Dikritik JK dan Luhut

Rabu, 10 Januari 2018

Wajah Susi Pudjiastuti dalam komik Jepang Golgo 13.

GILANGNEWS.COM - Memasuki tahun 2018, Kabinet Kerja kembali diwarnai silang pendapat.

Kali ini, silang pendapat terjadi antara Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Pro dan kontra muncul terkait kebijakan Menteri Susi menenggelamkan kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia.

Silang pendapat

Luhut meminta Susi tak lagi melakukan penenggelaman kapal pada 2018 ini.

Hal ini disampaikan Luhut saat menggelar rapat koordinasi dengan kementerian di bawah jajarannya pada Senin (8/1/2018).

Menurut Luhut, sanksi penenggelaman kapal sudah cukup dan pada tahun ini kementerian diminta fokus meningkatkan produksi agar jumlah ekspor bisa meningkat.

Selain itu, Luhut juga ingin agar kapal yang terbukti dipakai pada kasus illegal fishing disita dan dijadikan aset negara.

Namun, pada Senin malam, Presiden Joko Widodo justru memuji kebijakan Susi menenggelamkan kapal asing pencuri ikan.

Pujian itu disampaikannya di hadapan para relawan Bara JP di Auditorium Tiilanga, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.

Menurut Presiden Jokowi, melalui kebijakan penenggelaman kapal asing pencuri ikan, Susi telah mewujudkan kedaulatan di Indonesia.

"Sudah tiga tahun ini, ribuan kapal asing pencuri ikan semuanya sudah enggak berani mendekat. Karena apa? Semuanya ditenggelamkan sama Bu Susi," ujar Jokowi.

"Sudah 317 kapal yang ditenggelamkan Bu Susi. Bu Susi itu perempuan, tetapi serem. Takut semuanya kepada Bu Susi," lanjutnya.

Keesokan harinya, Selasa (9/1/2018), giliran Wakil Presiden Jusuf Kalla yang angkat bicara. Kalla setuju dengan Luhut dan meminta kebijakan penenggelaman kapal asing pencurian ikan dihentikan.

"Pandangan pemerintah, cukuplah. Ini juga menyangkut hubungan kita dengan negara lain," ujar Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (9/1/2018).

Gara-gara kebijakan penenggelaman kapal yang sudah dilakukan tiga tahun terakhir itu, kata Kalla, tak sedikit negara yang protes ke Indonesia.

"Ada, enggak usah saya sebut namanya. Ada protes-protes, pendekatan, diplomatik, dan macam-macam," ungkapnya.

Menurut Kalla, kapal-kapal asing yang ditangkap itu cukup ditahan kemudian nantinya bisa dilelang sehingga uangnya masuk ke kas negara.

Kapal-kapal tersebut juga bisa dimanfaatkan karena Indonesia kekurangan banyak kapal untuk menangkap ikan.

Kalla juga membenarkan bahwa kebijakan yang diambil Susi tak diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Tanggapan Susi

Menteri Susi tetap konsisten dengan kebijakannya menenggelamkan kapal asing pencuri ikan. Susi pun menyarankan pihak-pihak yang keberatan dengan tindakannya memberi sanksi penenggelaman kapal kepada kapal pencuri ikan asing bisa menyampaikan langsung kepada Presiden Jokowi.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat mengadakan konferensi pers di rumah dinas Susi, Jakarta Selatan, Senin (4/12/2017).

"Jadi, kalau ada yang berkeberatan atau merasa itu tidak pantas, tentunya harus membuat satu usulan kepada Presiden untuk memerintahkan menterinya mengubah Undang-Undang Perikanan tadi, di mana ada pasal penenggelaman, menjadi tidak ada," kata Susi.

Susi menegaskan bahwa penenggelaman kapal pencuri ikan sudah diatur di dalam UU No 45/2009 tentang Perikanan.

Pasal 69 Ayat (1) UU No 45/2009 menyatakan, kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.

Sementara itu, Pasal 69 Ayat (4) UU No 45/2009 berbunyi, "Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana ayat (1) penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup."

Dari total penenggelaman kapal selama ini, ujar Susi, hampir 90 persen merupakan hasil keputusan pengadilan.

Ketika pengadilan memutus sebuah kasus illegal fishing dengan sanksi pemusnahan kapal, maka pihaknya akan menjalankan putusan tersebut dengan menghancurkan serta menenggelamkan kapal.

Dia juga menguraikan, kapal-kapal yang terbukti mencuri ikan di Indonesia dianggap sebagai pelaku kejahatan karena kapal tersebut memiliki kewarganegaraan. Jadi, kapal tidak dilihat sebagai alat bukti kejahatan semata.

"Kami, Kementerian Kelautan dan Perikanan, hanya mengeksekusi hasil putusan pengadilan pemusnahan kapal dengan penenggelaman," ujarnya.

Melalui penjelasan ini, Susi berharap isu dan kontra pendapat mengenai sanksi penenggelaman kapal bisa disudahi.

Jika ada beberapa kejadian penenggelaman kapal yang selama ini dipublikasi media, menurut Susi, itu memang adalah ide dari dia dan berdasarkan keputusan Presiden Joko Widodo dalam rangka memberikan efek jera kepada pencuri ikan asing lainnya

Silang pendapat yang berulang

Bukan sekali ini saja silang pendapat terjadi di internal pemerintah dan membuat kegaduhan di ruang publik.

Sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, silang pendapat antarmenteri terus-menerus terjadi di berbagai isu.

Sebut saja, proyek pembangkit listrik 35.000 MW, pembangunan Blok Masela, hingga perpanjangan kontrak Freeport yang melahirkan perdebatan antara Menteri ESDM Sudirman Said dan Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.

Keduanya saat ini sudah dicopot Jokowi dari kabinet.

Lalu, pernah ada juga perbedaan pandangan mengenai impor beras antara Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

Ada juga silang pendapat mengenai kereta cepat Jakarta-Bandung antara Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.

Yang terbaru, Jaksa Agung HM Prasetyo meminta agar kewenangan penuntutan pada Komisi Pemberantasan Korupsi dihilangkan. Pernyataan Prasetyo itu dinilai tak mencerminkan sikap Jokowi yang ingin KPK diperkuat.

Karena silang pendapat yang terus terjadi, Presiden pun mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengambilan dan Pengendalian Kebijakan di Tingkat Kementerian dan Lembaga Pemerintah.

Pada intinya, Inpres yang terbit pada 1 November 2017 itu melarang menteri mengumbar perbedaan pendapat di depan publik.

Kebijakan yang bersifat lintas kementerian harus diputuskan dalam rapat bersama terlebih dahulu sebelum disampaikan kepada masyarakat luas.

Wapres Jusuf Kalla mengatakan, masalah mengenai perbedaan pandangan di antara menteri ini sebenarnya sudah sering diingatkan Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet.

Bahkan, Jokowi sampai marah karena kegaduhan terus berulang.

"Sudah sering disampaikan dengan marah-marah oleh Pak Presiden. Saya juga kadang-kadang meminta dengan marah, kenapa Anda berbeda pendapat, kenapa terbuka persoalan itu. Namun, karena lisan tidak mempan, ya, Inpres sekalian," ucap Kalla.

Namun, selang satu bulan setelah Inpres itu terbit, nyatanya silang pendapat di muka publik masih terus terjadi. Bahkan, kali ini tidak hanya melibatkan menteri, tetapi juga Presiden dan Wakil Presiden.