Presiden Intruksikan Harga BBM 1 Harga Seluruh Indonesia, Kenapa Riau Beda Harga ?

Rabu, 07 Maret 2018

GILANGNEWS.COM - Pemerintah pusat sudah melaksanakan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga yang diterapkan mulai 1 Januari 2017 kemarin.

Dengan begitu harga BBM untuk jenis Premium penugasan, pertalite, minyak tanah dan solar subsidi akan sama di seluruh wilayah Indonesia.

Program BBM satu harga di seluruh Indonesia merupakan upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberikan keadilan bagi masyarakat Indonesia yang berada di wilayah terpencil, terluar dan terjauh.

Lantaran harga BBM di wilayah tersebut raltif lebih tinggi ketimbang wilayah Jawa atau perkotaan, karena tidak ada lembaga penyalur resmi di wilayah tersebut.

Untuk mendukung kebijakan ini Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 36 tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tenentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan Secara Nasional.

Tujuan Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2016 ini adalah percepatan pemberlakuan Harga Jual Eceran BBM yang sama untuk seiuruh wilayah Negara Kesatuan Republik indonesia.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, penerapan program BBM satu harga di seluruh wilayah Indonesia tidak bisa serempak langsung 1 Januari 2017.

Namun demikian, ternyata Provinsi Riau yang kaya akan hasil minyak bumi justeru tidak menikmati BBM satu harga secara nasional itu. Bahkan bukan hanya BBM jenis Pertamax saja dijual ke konsumen di Riau dengan harga tertinggi se-Indonesia, Pertalite juga bernasib serupa.

Sebelumnya, Pertamina merilis harga Pertalite di seluruh provinsi se-Indonesia. Dari daftar tersebut, ternyata Provinsi Riau dan Kepulauan Riau nilai jual Pertalite tertinggi dibanding provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Kalimantan, bahkan di Papua. Per liter, Pertalite dijual Rp 7.900.

Lalu Apa Sebenarnya yang Menjadi Penyebabnya?

Menurut Senator Riau, Abdul Ghafar Usman, tingginya harga Pertalite di Riau merupakan akibat dari salah salah satu Peraturan Daerah (Perda) yang dikuatkan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yang menerapkan sistem pajak BBM.

"Jadi setelah saya konsultasi dengan pihak Pertamina dan Kemendagri, itu tiap daerah diberi wewenang untuk membuat Perda yang menambahkannya dengan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Disinilah tiap daerah jadi beda-beda, kebetulan di Riau ini yang tertinggi," ujar Ghafar Usman saat berbincang dengan GoNews.co, Selasa (6/3/2018) di Jakarta.

"Saya melihat ini ada satu kebijakan Pemrov Riau yang sedikit kelewatan. Saya sudah cek di Jambi, Kalbar, Kalteng, Sumut, Lampung, itu mereka menetapkan PBBKB-nya hanya lima persen. Tapi di Riau dan Kepulauan Riau menerapkan pajak 10 persen," sesal Ghafar.

Sementara itu kata Gahfar, pihak Pertamina sendiri tak bisa ikut campur atau mengintervensi soal Perda tersebut. "Kalau pertamina tentu tak bisa masuk kesitu. Jalan satu-satunya, Pemprov Riau sendiri yang harus menurunkan pajaknya, nah Pemprov berani tidak," tanya Ghafar.

Untuk itu kata dia lagi. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan rapat konsultasi dengan Kemendagri, Pertamina dan pihak Kementerian ESDM.

"Kami di DPD dengan adanya UU MD3 yang baru ini, ada istilah penguatan wewenang. Jadi kami akan meminta Kemendagri, untuk mengevaluasi Perda -perda itu," paparnya.

Menurutnya lagi, pihaknya juga akan melakukan pertemuan dengan DPRD Riau guna membahas hal itu. Karena sambung Ghafar, partner DPD yang utama adalah DPRD.

Untuk itu kata dia, DPD dan DPRD perlu menyatukan pemikiran dan sekaligus pandangan-pandangan yang dapat mencari solusi atas permasalahan yang ada, bukan hanya sebatas BBM, tapi semua persoalan yang ada di daerah.

"Dengan ada sistem itu maka pengawasan Perda bisa tertata dengan baik, kewenangan DPD dalam UU MPR, DPR, DPR, dan DPRD (MD3). Nantinya setiap sistem Perda harus melalui DPD," pungkasnya. ***