Langkah AHY Menjadi 'Ujung Tombak' Demokrat

Rabu, 07 Maret 2018

Pada tahun politik 2018 dan jelang tahun politik 2019, Demokrat memberikan jabatan vital dan bergengsi kepada putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono.

GILANGNEWS.COM - Partai Demokrat kian memperlihatkan rencananya untuk menjadikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon alternatif pemimpin Indonesia di masa mendatang.

Hal itu diperlihatkan Demokrat dengan mendaulat putra mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menjadi Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Pemenangan Pilkada dan Pilpres.

Kogasma bukan jabatan sederhana di Demokrat. Jabatan itu menjadi penentu kesuksesan Demokrat di Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilu tahun 2019. AHY akan mengevaluasi dan mengatur strategi Demokrat dalam mendulang suara dalam pesta demokrasi tersebut.

Selain menjadi Kogasma, AHY juga didaulat Demokrat sebagai Ketua Panitia Rapimnas pada 10-11 April mendatang. Posisi itu sama pentingnya karena menuntut AHY untuk bisa mensukseskan, termasuk di dalamnya mengundang seluruh pimpinan Parpol hingga Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla hadir dalam acara tersebut.

Kedua posisi strategis itu diberikan setelah AHY gagal menjadi Gubernur DKI Jakarta di Pilkada DKI pada pertengahan tahun 2017 lalu.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai AHY saat ini tengah bertransformasi menggantikan peran ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai 'ujung tombak' Partai Demokrat.

"Sudah tepat Pak SBY memberikan kepercayaan kepada AHY," ujar Ujang kepada wartawan, Selasa (6/3).

Ujang menuturkan sebagai sosok baru di kancah poltik nasional, AHY telah memiliki popularitas yang amat baik ketimbang politisi muda lainnya. Menurut Ujang popularitas AHY ditopang kecerdasan, penampilan fisik, dan gaya komunikasi politik pria yang memilih mundur dari TNI saat ingin ikut kontestasi Pilkada DKI 2017 silam.

Secara khusus, Ujang melihat komunikasi politik AHY sangat unik. Ia melihat AHY sama sekali tidak membatasi diri dengan kawan dan lawan politiknya. Hal itu terlihat ketika AHY menyambangi lawan politiknya, termasuk Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ditahan karena kasus penodaan agama.

"Tidak boleh kita hanya berkomunikasi pada orang-orang tertentu. Tapi kepada lawan-lawan politiknya juga harus dilakukan. Nah itu dilakukan AHY. Saya rasa itu langkah positif yang baik bagi dia ke depan," ujarnya.

Pemimpin Muda Parpol

Ujang mengatakan usia AHY yang baru 39 tahun bukan menjadi soal untuk menjadi ujung tombak partai. Sebab, Ujang menyebut sejumlah partai telah lebih awal menjadikan politikus muda penjadi pimpinan parpol.

Beberapa politikus muda yang menjadi pimpinan parpol, kata Ujang, seperti Ketum PKS Sohibul Iman (52 tahun), Ketum PKB Muhaimin Iskandar (51 tahun), Ketum PPP Muhammad Romahurmuziy (44 tahun), dan Ketum PSI Grace Natalie (35 tahun).

Ujang menilai para pimpinan muda tersebut sejauh ini mampu memberi dampak positif bagi partai yang dipimpinnya.

"Zaman dan pergeseran politik terus berubah. Sekarang memang yang dibutuhkan adalah kader-kader partai mudah yang bisa menggerakkan organisasi partai. Demokrat harus berbangga punya AHY," ujar Ujang.

Meski sudah selangkah menjadi penerus SBY, Ujang menuturkan AHY harus bersabar dan mampu meredam ambisinya menjadi Presiden di Pilpres tahun 2019.

Berdasarkan kalkulasi, Ujang menilai posisi putra sulung SBY itu dalam situasi politik saat ini lebih cocok menjadi cawapres. Berdasarkan survei Populi Center, elektabilitas AHY sebagai cawapres mencapai 3,3 persen. AHY kalah dari Gatot Nurmantyo yang memiliki elektabilitas sebesar 7,3 persen dan Anies Baswedan sebesar 3,4 persen.

AHY, kata Ujang cocok dipasangkan dengan presiden petahana Jokowi atau Ketum Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres tahun 2019.

Sementara itu, menurut Ujang, bagi Jokowi maupun Prabowo bisa mengambil keuntungan andai menggandeng AHY sebagai cawapres. Salah satunya adalah menggenggam suara dari pemilih muda pada 2019 mendatang.

"Nah sekarang tinggal peluangnya saja dengan siapa. Juga nanti tergantung dinamika politik dan parpol yang mendukung Jokowi ini ke siapa arahnya," ujarnya.

Merujuk pada Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang diserahka kepada KPU, pada akhir 2017, ada 196,5 juta orang yang dipastikan memiliki hak memilih dalam Pemilu 2019.

Data pemilih 2019 tersebut terdiri atas pemilih laki-laki 98.657.761 orang dan perempuan 97.887.875 orang. Selain itu, ada sekitar 7 juta pemilih pemula yang ditargetkan Kemendagri memiliki e-KTP pada 2019.

Dikutip dari rumahpemilu.com, pemilih pemula adalah mereka yang baru pertama kali memilih. Misalnya, kaum muda yang baru memiliki KTP dan pensiunan TNI.