Satu Wartawan Palestina Tewas Ditembak Tentara Israel

Sabtu, 07 April 2018

Dua warga Palestina, termasuk seorang wartawan tewas setelah ditembak tentara Israel dalam bentrokan di perbatasan.

GILANGNEWS.COM - Dua warga Palestina, termasuk seorang wartawan tewas setelah ditembak tentara Israel dalam bentrokan di perbatasan. Kematian mereka menambah jumlah korban kekerasan terbaru di Jalur Gaza menjadi sembilan orang.

Ribuan pengunjung rasa mendekati pagar perbatasan di sekitar Jalur Gaza untuk Jumat kedua berturut-turut. Mereka membakar ban-ban dan melemparkan batu ke arah tentara Israel, yang membalas dengan gas air mata dan peluru tajam.

Selain sembilan tewas, sedikitnya 491 orang luka-luka akibat tembakan Israel, kata Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza.

Di antara mereka yang tewas adalah Yasser Murtaja, seorang fotografer yang bekerja untuk kantor berita Ain Media di Gaza. Dia meninggal akibat luka tembak oleh tentara Israel.

Perusahaan media tempat Murtaja bekerja, memastikan kematiannya. Para saksi mengatakan dia berada di depan aksi protes di Gaza Selatan saat tertembak. Sebuah foto yang dilansir AFP memperlihatkan dia tewas dengan mengenakan rompi pers.

Sindikat Jurnalis Palestina menyatakan lima jurnalis lainnya juga ditembak saat aksi protes. Meski mereka mengenakan pakaian yang jelas menunjukkan bahwa mereka wartawan.

Kementerian Kesehatan Gaza juga mengumumkan kematian Hamza Abdel Aal, 20 tahun, yang ditembak di Al-Bureij, Gaza tengah. Sembilan korban tewas akan dimakamkan, Sabtu.

Muslim Imran, Presiden Organisasi Kebudayaan Palestina di Malaysia (PCOM) mengungkapkan jumlah korban tewas selama delapan hari mencapai 29 orang, 2.850 luka-luka. Dari jumlah tersebut 24 di antaranya perempuan, 81 anak-anak.

"29 warga Palestina tewas dan 2.850 luka-luka dalam delapan hari. Di antaranya 1.296 akibat peluru tajam dan 79 mengalami luka yang serius.," kata Imran kepada wartawan, Sabtu (7/4).

Dilansir kantor berita , Israel memperkirakan jumlah aksi mencapai 20 ribu orang. Mereka disebut-sebut ingin menerobos perbatasan.

Namun menurut Imran, aksi tersebut merupakan aksi damai warga Palestina untuk kembali ke rumah-rumah mereka di Jalur Gaza yang dikuasai militer Israel sejak 1948.

Aksi damai tersebut dihadang serangan tentara Israel yang menembak dengan peluru tajam, gas air mata dan peluru baja berlapis karet. Pada aksi Great Return March (GRM) pertama yang digelar pada 30 Maret lalu, sebanyak 18 warga Palestina tewas dan 1.400 lainnya luka-luka.

Aksi GRM adalah upaya serius para pengungsi Palestina untuk merebut hak-hak mereka untuk kembali ke tanah yang dicaplok Israel dan menembus pengepungan yang diberlakukan di Jalur Gaza selama 12 tahun terakhir.

Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 194 tertanggal 11 Desember 1948 memberikan dasar hukum bagi GRM.

Dalam resolusi tersebut dinyatakan dengan jelas bahwa pengungsi Palestina dapat kembali ke rumah dan tinggal secara damai dengan tetangga mereka. "Hukum internasional, khususnya dalam kerangka hukum hak-hak pengungsi, serta prinsip-prinsip hak asasi manusia universal mewajibkan komunitas internasional untuk membantu para pengungsi kembali ke rumah mereka," kata Imran.

Aksi GRM juga menyerukan kepada PBB untuk bertanggung jawab penuh melindungi para pengungsi Palestina agar dapat kembali ke Tanah Air-nya. "Setelah 70 tahun penjajahan dan berbagai upaya diplomatik untuk menyelesaikan konflik, warga Palestina menuntut untuk mengakhiri tekanan penjajahan aparheid Israel, " kata Imran.

Aksi GRM menyerukan "Kami lelah menunggu. Kami akan kembali di bawah konvensi hak asasi manusia internasional."  Aksi tersebut rencananya akan digelar hingga pertengahan Mei, di Hari Bencana atau Nakba, peringatan dimulainya penjajahan Israel atas tanah Palestina.  Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut-sebut akan berkunjung untuk meresmikan pembukaan kedutaan AS di Yerusalem, sesuatu yang terlarang menurut hukum internasional.