Dilema Penjara Khusus untuk Napi Teroris

Sabtu, 12 Mei 2018

Sebanyak 145 napi teroris terlibat kerusuhan Mako Brimob telah dipindah ke lapas high risk di Nusakambangan, 10 Mei 2018.

GILANGNEWS.COM - Narapidana dan tahanan kasus terorisme membuat kerusuhan di Rumah Tahanan (Rutan) Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Selasa (8/5) malam.

Sekitar 156 napi dan tahanan teroris berhasil menguasai penjara yang berada di lingkungan markas pasukan elit polisi itu. Polri baru berhasil mengendalikan situasi Rutan Mako Brimob dua hari berselang, pada Kamis (10/5) pagi setelah 36 jam kerusuhan berlangsung.

Dalam kerusuhan tersebut lima petugas polisi dan satu napi teroris tewas. Selain itu, ada juga penyanderaan terhadap polisi yang kemudian dibebaskan para napi dengan sejumlah luka-luka di tubuhnya.

Setelah para napi menyerahkan diri, sepuluh orang tetap ditahan di Mako Brimob dan 145 lainnya langsung dipindahkan ke Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Mereka ditempatkan di tiga Lapas berbeda, yakni Lapas Pasir Putih, Lapas Batu, dan Lapas Besi di Nusakambangan.

Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto tak merinci jumlah napi yang ditempatkan di masing-masing lapas itu.

"Wah itu belum bisa disampaikan, untuk sementara itu saja dulu," kata Ade kepada wartawan, Jumat (11/5).

Ade menyatakan masing-masing napi teroris itu ditempatkan di dalam satu sel yang berbeda dengan tingkat keamanan yang tinggi.

"Kita menjamin, tidak akan terjadi lagi [kerusuhan]. Mereka kan ditempatkan di one man, one cell, mereka dipisah, dipecah kekuatannya," tuturnya.

Penanganan Khusus Napi Teroris

Pengamat terorisme dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pembangunan Lapas/Rutan khusus teroris diperlukan lantaran napi-napi tersebut memerlukan penanganan khusus, yang tak seperti napi kasus pidana lainnya.

"Ya itu dasar pemikirannya, karena perlu perlakuan khusus tadi. Tingkat keamanannya dianggap harus tinggi. Kemudian selain pembinaan seperti terhadap napi lain, ada treatment khusus yang membuat perlu ada penjara khusus," kata Khairul kepada CNNIndonesia.com.

Khairul mengatakan pemindahan 145 napi teroris dari Mako Brimob ke Lapas yang ada di Pulau Nusakambangan merupakan langkah taktis yang efektif untuk meredam gejolak yang terjadi di markas pasukan elite Polri itu.

Namun, kata Khairul, secara jangka panjang pemindahan 145 napi teroris ke tiga Lapas di Pulau Nusakambangan tak akan efektif terhadap tindak tanduk para napi jika tak diikuti dengan sikap petugas Lapas.

Khairul menekankan agar petugas Lapas menjalankan seluruh prosedur operasional standar (SOP) dalam membina para napi, termasuk teroris. Selain itu, lanjutnya, petugas Lapas juga harus memerhatikan hak-hak napi.

Khairul mengatakan petugas Lapas juga harus tegas dan tak mengistimewakan satu napi dengan napi lainnya. Selain itu, petugas Lapas yang bertugas di Lapas para teroris harus memiliki kemampuan khusus, baik secara fisik maupun psikologis.

"Jangan berlaku intimidatif, melakukan kekerasan verbal maupun fisik, konsekuensi hak dan kewajiban mereka harus dipenuhi," kata dia.

"Saya kira penjara khusus sekali pun kalau SOP juga tidak ditegakan dan disiplin, kemudian perlakuan-perlakuan yang buruk terhadap narapidana ini juga terus terjadi, ya hal-hal seperti kemarin bukan sesuatu yang tidak mungkin terulang lagi," kata dia.

Khairul menilai insiden kerusuhan di Rutan Mako Brimob turut didorong oleh akumulasi kemarahan dan kekesalan para napi atas tindakan petugas di sana selama ini. Dia menduga ada perlakuan yang tak wajar kepada para napi teroris selama mereka ditahan.

"Ketika mereka ditekan begitu rupa, suatu saat pasti perlawanan itu akan muncul," ujarnya.

Perang Psikologis

Secara terpisah, Kriminolog dari Universitas Indonesia Ferdinand T Andilolo mengatakan petugas Lapas/Rutan harus diberi pelatihan khusus dalam menangani tahanan teroris. Menurut dia, saat kerusuhan dan penyanderaan terjadi di Rutan Mako Brimob, perang psikologis para napi dan petugas terjadi.

"Apakah para personel di situ sudah cukup dilatih secara profesional, baik bagaimana pengamanan fisiknya, dan bagaimana pengamanan psikologisnya. Perang psikologis mungkin yang terjadi di situ," tutur Ferdinand kepada wartawan.

Menurut Ferdinand, petugas Lapas harus memiliki keahlian khusus lantaran yang mereka hadapi adalah napi yang juga memiliki kemampuan khusus yang dilatih secara militer dan punya kemampuan untuk mencuci otak.

"Itu yang perlu diperhatikan, bukan masalah tempatnya di mana, tapi bagaimana kemampuan aparat di tempat mereka berada itu dikontrol," ujarnya.

Ferdinand menyebut pemindahan 145 napi teroris Mako Brimob ke Pulau Nusakambangan tanpa diikuti evaluasi hanya akan memindahkan potensi keributan.

"Kalau hanya pemindahan tidak diikuti hal yang lain, saya pikir hanya akan memindahkan potensi keributan ke tempat lain. Kemudian harus ada protap yang dievaluasi, kelalaian harus dikenakan sanksi yang tegas," kata dia.

Keberadaan Lapas High Risk

Di satu sisi, Ade mengungkapkan pemerintah berencana membangun kembali Lapas dengan sifat risiko tinggi (high risk) untuk menempatkan napi bandar narkoba maupun terorisme. Untuk saat ini, lanjut dia, yang dilakukan pihaknya adalah memaksimalkan Lapas high risk yang telah ada terlebih dahulu.

Dari laporan hasil pemeriksaan kinerja yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas 'Efektivitas Upaya Penanganan Kelebihan Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara' Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM tahun 2017, terdapat lima Lapas/Rutan berkategori high risk.

Penetapan itu dituang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No.M.HH-07.OT.01.01 Tahun 2017. Lima lapas atau rutan yang masuk kategori high risk adalah Lapas Kelas I Nusakambangan, Lapas Kelas II A Pasir Putih Nusakambangan, Lapas Narkotika Kelas III Langkat, Lapas Narkotika Kelas III Kasongan, dan Rutan Kelas II B Gunung Sindur.

Namun, dari kelima tempat tersebut hanya satu yang digunakan untuk penempatan narapidana terorisme yaitu Lapas Pasir Putih Nusakambangan. Untuk keempat Lapas/Rutan lainnya digunakan untuk penempatan narapidana bandar narkotika.