Balada Anak Bomber Surabaya: Tak Disekolahkan, Diajak Bunuh Diri

Selasa, 15 Mei 2018

Polisi menunjukkan sekeluarga pengebom gereja di Surabaya. Foto itu didapatkan polisi dari penggeledahan yang dilakukan di rumah terduga pengebom gereja.

GILANGNEWS.COM - Dua kasus pengeboman di Surabaya melibatkan satu keluarga. Dita Oeprianto (48) dan Tri Murtiono (50), pelaku pengeboman 3 gereja dan Mapolrestabes Surabaya mengajak istri dan anak-anaknya turut serta dalam aksi bunuh diri tersebut. Kisah anak-anak Dita para bomber ini mengenaskan, tak disekolahkan, didoktrin di rumah, hingga akhirnya disabuki bom pipa.

Meski tak merinci anak yang mana, namun polisi mengungkap bahwa anak-anak para teroris ini tak disekolahkan. Tujuannya untuk menghindari interaksi dengan lingkungan dan demi penanaman doktrin.

Pelaku pengeboman, kata polisi, selalu menjawab bahwa anaknya menjalani sekolah rumah (homeschooling) saat ditanya oleh orang lain. Para anak-anakjuga diarahkan orang tuanya untuk menyatakan mereka menjalani homeschooling bila ada orang lain yang menanyakan soal pendidikannya.

"Homeschooling kalau ditanya. Padahal nggak," kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur, Irjen Machfud Arifin, dalam jumpa pers di Markas Polda Jawa Timur, Jl Frontage Ahmad Yani, Surabaya, Selasa (15/5/2018).

Anak-anak korban paham radikal orang tuanya itu bukan diberi pendidikan yang layak, melainkan hanya diberikan indoktrinasi oleh orang tuanya.

"Ya hanya bapak ibunya yang memberikan doktrin terus, dengan video-videonya, dengan ajaran-ajaran yang diberikan," ujar Machfud.

Keempat anak Dita, dan istrinya Puji Kuswati (43), berinisial YF (18), FA (16), FS (12), dan FR (9). Sementara anak-anak Tri belum diketahui inisialnya.

Seperti diketahui YF dan FA mengendarai sepeda motor ke Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya. Mereka meledakkan diri di gereja itu, mengakibatkan 5 orang meninggal, termasuk dua anak-anak.

FS (12) dan FR (9) diajak ibunya meledakkan diri di GKI, Jl Diponegoro. Mereka bertiga meninggal di tempat. Tidak ada korban jiwa selain para pelaku di GKI.

Dalam aksi pengeboman Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5), Tri Murtino bersama istri dan anak-anaknya datang menggunakan dua motor. Tri membonceng anak perempuannya dan seorang anak laki-lakuinya. Sementara motor yang lain dikendari anak laki-laki Tri bersama istrinya.

Tri beserta istri dan dua putranya meninggal di tempat. Sementara itu, anak bungsu mereka diketahui terpental, tapi tidak sampai meninggal dunia.

Bocah tersebut diselamatkan oleh polisi bernama AKBP Roni. Hingga kini bocah tersebut masih dirawat intensif.