Komite Ojek Online Gugat Undang-Undang LLAJ ke MK

Senin, 21 Mei 2018

MK menggelar sidang perdana uji materi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang diajukan puluhan orang dan tergabung dalam Komite Aksi Transportasi Online.

GILANGNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan untuk perkara uji materi Pasal 138 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Perkara ini diajukan 50 orang yang memberikan kuasa kepada Komite Aksi Transportasi Online (KATO). Uji materi yang mereka ajukan ke MK itu terdaftar dengan Nomor 41/PUU-XVI/2018.

Kuasa Hukum KATO Muhammad Jamsari mengatakan UULLAJ tersebut digugat ke MK agar transportasi daring (online) diakui sebagai transportasi umum.

"Ini harus ada regulasinya juga (ojek online) sedangkan kita tahu satu-satunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ kita baca memang tidak ada yang mengakomodir roda dua itu," ujar Jamsari saat ditemui di gedung MK, Jakarta, Senin (21/5).

Ia mengatakan aturan tersebut hanya mengatur kendaraan umum beroda empat. Ia mengatakan Pasal 138 ayat 3 dijelaskan angkutan umum orang atau barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum.

Menurut Jamsari definisi Kendaraan bermotor umum yang dimaksud dalam pasal 138 ayat 3 adalah bus, angkutan kota, dan kendaraan roda empat lainnya. Sehingga dalam pasal tersebut tidak ada jaminan konstitusional untuk para pengemudi ojek online.

"Ojek online itu roda dua jadi belum diakomodir, jadi ada kekhawatiran dari kawan-kawan ojek online wah ini ilegal," kata dia.

Pada sidang pemeriksaan pendahuluan Hakim MK Arief Hidayat meminta kepada pemohon untuk merevisi permohonannya paling lambat pada Senin 4 Juni 2018 mendatang.

Menurut Arief permohonan pemohon hanya mengakomodasi kepentingan kelompoknya saja tetapi tidak adil dengan yang lain. Ia meminta kepada pemohon untuk memformulasikan permohonannya agar berlaku untuk semua.

Selain itu permohonan tersebut juga tidak menyebutkan secara jelas kerugian konstitusional atas UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ tersebut.

"Yang kami baca dalam permohonannya yang pertama ini kami belum paham di mana letaknya inkonstitusionalitasnya di mana kerugian konstitusional dari ke-50 orang pemohon itu," terangnya.