Rencana mengirim lagi TKI ke Arab Saudi dalam suatu 'uji coba' dikecam

Kamis, 31 Mei 2018

GILANGNEWS.COM - Rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan uji coba penempatan sekitar 30.000 pekerja rumah tangga ke Arab Saudi dianggap seorang pegiat pekerja migran sebagai tindakan yang tergesa-gesa.

Alasannya, rencana itu berisiko bagi keselamatan para tenaga kerja Indonesia (TKI) karena belum ada aturan teknis di Indonesia maupun Arab Saudi yang dapat menjamin perlindungan mereka selama di Arab Saudi.

"Kita akan menolak, karena pemerintah mengingkari kewajiban untuk menyelesaikan aturan turunan (untuk menjamin perlindungan TKI di luar negeri) dalam tata kelola migrasi ke depan," kata pimpinan lembaga pegiat pekerja Migrant Care, Anis Hidayah, kepada wartawan, Rabu (30/05).

Anis Hidayah menjelaskan walau pemerintah sudah mengesahkan UU nomor 18/2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia, pemerintah masih belum menuntaskan perumusan aturan di tingkat pelaksanaannya.

"Jadi, melakukan penempatan baru atau uji coba itu tidak tepat dilakukan sekarang," tandasnya.

Itulah sebabnya, dia meminta agar pemerintah menyelesaikan terlebih dulu aturan-aturan turunan dari UU perlindungan pekerja migran itu yang disebutnya dapat menjadi "basis mekanisme penempatan migrasi" ke depan.

"Kalau (uji coba penempatan TKI) dipaksakan sekarang, saya kira penuh risiko, mempertaruhkan buruh migran pada risiko yang tidak beda dengan pada saat sebelum moratorium dulu," tegas Anis.
Mengapa uji coba TKI ke Arab?

Moratorium atau penghentian sementara penempatan TKI ke sejumlah negara-negara Arab sejauh ini belum dicabut, tetapi pemerintah Indonesia telah menyiapkan uji coba penempatan sebanyak 30.000 pekerja rumah tangga ke Arab Saudi.

Alasan pemerintah adalah selama moratorium sejak 2011, marak ditemukan pengiriman TKI ilegal ke Arab Saudi serta masih tingginya permintaan tenaga kerja oleh negara-negara Arab, kata seorang pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).

"Ini merupakan upaya membuka terobosan ketersediaan tenaga kerja yang ada di sini (Indonesia), kemudian permintaan yang terbuka di sana (Arab Saudi), dan kondisi-kondisi lapangan yang ada," kata Deputi Perlindungan BNP2TKI, Teguh Hendro Cahyono, kepada BBC Indonesia, Rabu (30/05).

Teguh Hendro menjelaskan mekanisme penempatan TKI dalam uji coba ini berbeda dengan praktek penempatan sebelumnya. Dalam uji coba kali ini, pemerintah Indonesia dan Arab Saudi bersepakat menggunakan "satu pintu".

Apa perbedaan dengan penempatan TKI yang lama?

Di masa lalu, lanjutnya, agen penyalur di Arab Saudi akan menghubungkan TKI dengan pengguna atau majikan perorangan yang sedang membutuhkan pekerja rumah tangga. "Nah, pekerja asal Indonesia itu akan dipekerjakan di rumah pengguna tersebut," kata Teguh.

Menurutnya, pola seperti itu tidak akan dipraktekkan dalam mekanisme yang sudah disepakati antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi dalam rencana uji coba ini.

"Dealnya (kesepakatannya) adalah bahwa kita kepada perusahaan-perusahaan. Jadi penggunanya adalah perusahaan berbadan hukum yang mendapatkan lisensi atau ijin dari pemerintah Arab Saudi untuk memperkerjakan, ya semacam outsourcing company," paparnya.

Perusahaan inilah yang akan menempatkan atau memperkerjakan TKI yang dikirim ke Arab Saudi, tambah Teguh Hendro.

"Mereka itulah yang akan melakukan proses penempatan dan juga memperkerjakan tenaga kerja kita," ujar Deputi Perlindungan BNP2TKI ini.

Mengapa tinggal di asrama?

Lebih lanjut Teguh Hendro Cahyono menjelaskan pihaknya dan Kementerian Tenaga Kerja serta otoritas terkait lainnya sudah mencapai kesepakatan dengan pemerintah Arab Saudi tentang jaminan keselamatan bagi TKI, termasuk fasilitas untuk tinggal di asrama dan bukan di rumah majikan.

Menurutnya, penempatan TKI di asrama merupakan salah satu tindakan preventif untuk melindungi ancaman kasus-kasus kekerasan yang beberapa kali menimpa TKI yang tinggal di rumah majikan.

"Kalau model yang lama, pekerja Indonesia tinggal di rumah majikan perseorangan, kalau yang sekarang pekerja tinggal di asrama atau akomodasi yang disediakan perusahaan," ungkapnya.

Dia menjelaskan, dalam uji coba itu maka TKI akan mendapatkan fasilitas antar jemput dari asrama ke rumah majikannya, "Dan pada sore harinya, mereka kembali ke perusahaan pengirimnya untuk beristirahat di asrama."

Namun sejauhmana mekanisme ini akan dapat menjamin hak-hak TKI?

"Saya rasa kita dapat mengecek ke lapangan sejak awal, benarkah perusahaan-perusahaan itu punya akomodasi, kemudian benarkah ada sarana antar jemput, transportasi dsb. Itu pasti dilakukan verivikasi di lapangan," katanya.

Kapan akan dilaksanakan?

Belum diketahui kapan uji coba pengiriman TKI ke Arab Saudi ini akan dilaksanakan. Pada Rabu (30/05), BBC News Indonesia sudah menghubungi Dirjen Pembinaan penempatan TKI, Kementerian Tenaga Kerja, Maruli Hasoloan, melalui layanan whatsapp miliknya, tetapi belum mendapatkan tanggapan.

Deputi Perlindungan BNP2TKI, Teguh Hendro Cahyono mengharapkan kalau berhasil, maka uji coba bisa menjadi proyek percontohan dalam mekanisme penempatan TKI di negara-negara lainnya.

"Saya kira kalau ini berhasil akan diduplikasi atau diterapkan di negara lain atau ditambah jumlahnya," katanya. Pada uji coba perdana, rencananya akan dikirim 30.000 TKI dalam rentang enam bulan ke Arab Saudi.

Sementara, Kementerian luar negeri Indonesia, melalui Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, dalam keterangan tertulis kepada wartawan mengatakan rencana uji coba penempatan TKI ini "seharusnya bisa mengurangi permasalahan TKI".

"Tapi jika tidak dipersiapkan dengan baik bisa justru menambah permasalahan," kata Lalu Iqbal menjawab pertanyaan tertulis wartawan. "Bisa jadi bencana."

"Kalau kebijakannya betul-betul disiapkan dengan baik dan dikonsultasikan dengan semua pemangku kepentingan, harusnya bisa mengurangi permasalahan TKI."

Menurutnya, parameter persiapannya antara lain adalah tata kelola di dalam negeri melalui mekanisme rekrutmen, pembekalan, pelatihan, maupun pembiayaan.

Indonesia sejak tujuh tahun lalu telah melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi semenjak munculnya laporan kasus-kasus kekerasan yang dialami TKI karena tindakan para majikannya.

Moratorium itu kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.260/2015 tentang penghentian pengiriman TKI PRT ke Timteng.

Alasan di balik moratorium itu, antara lain adalah pengetahuan dan ketrampilan dari kebanyakan TKI belum memenuhi standar internasional dan juga budaya di sebagian negara Timur Tengah yang masih menempatkan pekerja domestik sebagai kelas rendah.

Selain itu -menurut Menteri Tenaga Kerja Indonesia, Hanif Dhakiri- sistem sponsorship dengan majikan yang mempunyai suara kuat dalam perjanjian kerja ketenakerjaan menyulitkan pemerintah Indonesia untuk melindungi warganya.

Namun temuan Migrant Care dalam surveinya pada 2016, mengungkapkan sekitar 2.000 orang pekerja informal telah berangkat ke Timur Tengah selama 2015-2016, walau pemerintah Indonesia telah mengeluarkan moratorium ke negara-negara Teluk.