Pembiayaan Proyek dari Sukuk Melejit 34,36 Persen

Ahad, 23 Desember 2018

Ilustrasi pembangunan infrastruktur.

GILANGNEWS.COM - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi pembiayaan proyek pemerintah dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk per 21 Desember 2018 mencapai Rp22,52 triliun per 21 Desember 2018. Jumlah ini meningkat sekitar 34,36 persen dari realisasi tahun lalu sebesar Rp16,76 triliun. 

Adapun pada 2016 pembiayaan proyek pemerintah dari sukuk hanya sebesar Rp13,67 triliun, 2015 Rp7,13 triliun, 2014 Rp1,57 triliun, dan 2013 Rp800 miliar. 

Direktur Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan peningkatan realisasi pembiayaan proyek dari sukuk terjadi karena bertambahnya proyek-proyek yang memenuhi kualifikasi untuk dibiayai dengan instrumen ini. Salah satunya, proyek yang berorientasi pada pelayanan dan infrastruktur. 

"Pembiayaan sukuk juga meningkat karena semakin tingginya minat dari Kementerian/Lembaga dalam pemanfaatan dana dari SBSN," ujar Luky di kantornya, Jumat (21/12). 

Selain itu, peningkatan pembiayaan sukuk juga terjadi karena masyarakat mulai tertarik dengan instrumen investasi ini. Hal ini tercermin dari jumlah investor yang mencapai 7 ribu orang per Desember 2018. 

"Masyarakat rupanya mau berpartisipasi untuk ikut membiayai pembangunan proyek pemerintah. Ini bagus untuk pendalaman pasar keuangan," imbuhnya. 

Di sisi lain, ia menilai pembiayaan proyek menggunakan sukuk memang perlu ditingkatkan agar beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa berkurang dan dimanfaatkan untuk program lain. 

Kendati nilai pembiayaan sukuk meningkat dari tahun lalu, jumlah proyek yang dibiayai instrumen ini justru menurun. Tercatat, hanya ada 587 proyek yang dibiayai oleh sukuk pada tahun ini, sedangkan tahun lalu mencapai 590 proyek. 

Luky bilang, hal ini terjadi karena ada peningkatan nilai pendanaan per proyek, sehingga walau proyek lebih sedikit, namun jumlah kebutuhan dananya besar. 

Berdasarkan data Kemenkeu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menjadi lembaga yang paling banyak mendapat pembiayaan dari sukuk mencapai Rp12,78 triliun per bulan ini. Jumlah ini melejit 72 persen dari Rp7,43 triliun pada 2017. 

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan naiknya pembiayaan proyek menggunakan sukuk terjadi karena infrastruktur menjadi fokus utama Kabinet Kerja dalam empat tahun terakhir. Untuk itu, ketika ada instrumen alternatif bagi infrastruktur, maka kementeriannya berusaha untuk bisa mendapatkan pembiayaan itu. 

"Program ini sangat membantu, apalagi dipantau langsung oleh Kemenkeu, jadi tidak hanya dapat support anggaran, tapi juga pengawasan," jelasnya. 

Lebih lanjut, Basuki merinci pembiayaan sukuk paling banyak digunakan untuk preservasi jalan mencapai Rp5,35 triliun, pengendalian banjir Rp2,43 triliun, penyediaan dan pengelolaan air tanah dan air baku Rp1,99 triliun, perpanjangan jalan Rp1,05 triliun, dan lainnya. 

Selanjutnya, pembiayaan sukuk terbesar kedua didapat oleh Kementerian Perhubungan senilai Rp7 triliun. Namun, jumlah ini turun sekitar persen dari tahun lalu yang mencapai Rp7,54 triliun. 

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan kementeriannya sangat terbantu dengan instrumen ini karena bisa membuat proyek yang berorientasi layanan kian membaik. Salah satunya, tingkat pelayanan di PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. 

"Pembiayaannya untuk perbaikan rel, jalur, dan sebagainya. Ini membuat level of service dari KAI meningkat tajam, kecelakaan turun sekali, dan ketepatan waktu meningkat. Bahkan dengan pembiayaan proyek ini, KAI tidak meningkatkan beban tarif ke masyarakat," jelasnya.

Sisanya, untuk proyek di bawah Kementerian Agama Rp2,21 triliun dan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Rp314,63 miliar. Lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rp120 miliar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rp51,4 miliar, dan Badan Standarisasi Nasional (BSN) Rp50 triliun.