AKBP Pandra, Inisiator Festival 'Perang Air' saat Imlek di Meranti

Rabu, 06 Februari 2019

Ilustrasi festival perang air 'cian cui' di Kepulauan Meranti.

GILANGNEWS.COM - Masyarakat Kepulauan Meranti, Riau, merayakan Tahun Baru Cina atau Imlek dengan festival 'perang air'. Festival, yang diberi nama Cian Cui, ini ternyata lahir dari ide seorang polisi bernama AKBP Zahwani Pandra Arsyad. Pandra menuturkan, bagi warga Tionghoa, air melambangkan berkat melimpah.

Pandra mencetuskan ide tersebut pada 2014, saat dirinya menjabat sebagai kapolres pertama di Meranti. Dia mengatakan sebelum resmi menjadi festival, tradisi menyiram air di hari Imlek menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga dia berfikir perlu adanya penertiban tanpa melunturkan tradisi.

"Saat itu masih banyak terjadi gangguan kamtibmas maupun kemacetan dan kecelakaan lalu lintas, di mana tidak semua warga Selatpanjang, akan menerima apabila disiram air saat melintas di jalan," kata Pandra kepada media, Rabu (6/2/2019).

Pandra pada saat itu mengadakan diskusi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Meranti dan 10 paguyuban perkumpulan tokoh masyarakat untuk membenahi tradisi yang berpotensi menimbulkan keributan. Hasilnya, para pihak setuju mengeluarkan aturan terkait tradisi menyiram air saat Imlek.

"Kegiatan berlangsung setelah salat asar dan berakhir sebelum salat maghrib. Saat kegiatan siram air berlangsung tidak diperbolehkan menggunakan botol plastik dan tidak menggunakan perhiasan atau barang-barang berharga. Kemudian diumumkan kepada warga melalui media maupun imbauan dari bhabinkamtibmas agar dapat dipatuhi semua pihak," ujar Pandra.

Pandra menambahkan, aturan lain dari festival ini adalah mengelilingi kota Selatpanjang dengan menggunkan becak motor khas Meranti. Setiap masyarakat yang akan mengikuti Festival Cian Cui harus menyewa becak motor milik masyarakat, sehingga menambah penghasilan pengemudi becak motor.


Setelah resmi dijadikan satu kegiatan perayaan Imlek, sambung Pandra, ternyata antusiasme warga tinggi pada tradisi ini. Perwira menengah, yang saat ini berdinas di Divisi Humas Polri, ini menuturkan festival 'perang air' juga menarik perhatian turis lokal dan mancanegara. Akhirnya festival perang air itu diberi nama cian cui, yang artinya perang air.

"Uji coba tahun 2014 sampai 2015 berjalan aman lancar dan kondusif. Pada 2016 festival 'perang air' ini digunakan untuk menarik wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Pada 2016, kami bersama Stakeholder bidang pariwisata sepakat memberi nama tradisi siram air menjadi Festival Cian Cui, yang artinya perang air. Festival ini berlangsung selama tujuh hari sejak perayaan Imlek hari pertama," jelas dia.

Pandra berharap festival ini dijaga dan dipertahankan oleh seluruh warga Meranti dan menjadi ikon Kota Selatpanjang. Pemerintah Kabupaten Meranti pun memberi penghargaan 'The Man Behind The Scene of Cian Cui' kepada Pandra.

"Walaupun Kabupaten Kepulauan Meranti ini kabupaten termuda di Riau dan Polres Kepulauan Meranti baru berdiri 2013, namun sudah mampu menjadi destinasi pariwisata," tutup dia.