Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo dan Nada Sumbang dari Tanah Abang

Sabtu, 20 Juli 2019

Prabowo Subianto dan Joko Widodo saat bertemu di Depo MRT Lebak Bulus.

GILANGNEWS.COM - Setelah hanya diwacanakan, dua calon presiden di Pemilu 2014: Joko Widodo dan Prabowo Subianto akhirnya bertemu.

Keduanya bersua di gerbong kereta MRT sebelum akhirnya makan di restoran sate di kawasan Senayan.

Pertemuan ini dinilai makin memperbesar peluang rekonsiliasi dua kubu yang bertarung di Pilpres 2019.

Rekonsiliasi selama ini digaungkan mengingat sebagian masyarakat telah terbelah menjadi kubu 01 dan 02. Pilpres sudah usai, pemenang juga sudah ditentukan, namun dikotomi pemilih 01 dan 02 dinilai masih ada.

Dengan rekonsiliasi diharapkan masyarakat kembali bersatu dan tak ada lagi kubu-kubuan. Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menyatakan tak ada lagi istilah cebong dan kampret. Dua istilah ini digunakan untuk menggambarkan dua kubu pendukung.

Pro dan kontra muncul terkait pertemuan Prabowo dan Jokowi ini, terutama dari mereka yang berada di kubu Prabowo. Ada yang tetap mendukung, ada pula yang menyatakan tak lagi mendukung mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu.

Pertemuan dua tokoh tersebut diyakini bakal mendinginkan suhu politik pasca pilpres. Jokowi juga diinilai bisa fokus untuk bekerja untuk melanjutkan periode kedua.

Namun sejauh mana masyarakat bawah memaknai pertemuan tersebut? Adakah harapan mereka pada rencana rekonsiliasi pasca pilpres.

Media mencoba merangkum suara warga yang sehari-hari beraktifitas di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, terkait pertemuan Jokowi-Prabowo dan rencana rekonsiliasi dua kubu.
 
Sugianto

Pria asal Jawa Tengah ini mengaku salah satu orang yang senang dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo di gerbang MRT pekan lalu.

Ia berharap dengan pertemuan itu, situasi yang memanas pascapilpres bisa mendingin.

Sugianto mengatakan, warga dan pedagang Tanah Abang cukup merasakan panasnya suasana Pilpres saat terjadi kerusuhan 21 dan 22 Mei.

"Penjual di sini kasihan, enggak ada orang yang bisa jualan, enggak ada yang beli, takut," kata Sugianto.

Pria 63 tahun ini juga tak berjualan selama beberapa hari usai rusuh 21 Mei karena takut kerusuhan terulang.

Sugianto mengaku sudah berjualan cendol di Tanah Abang sejak 8 tahun lalu. Ia merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib agar bisa membiayai kehidupan anak istrinya di kampung.

Soal pertemuan Jokowi-Prabowo dan rencana rekonsiliasi, Sugianto tak yakin ada dampaknya.
 
"Kalau menurut saya sih enggak ada (dampaknya) mas, saya sih seneng aja mereka berdamai tapi ya kalau dampaknya, enggak ada ke saya," kata Sugianto sambil mengaduk cendol untuk melayani pelanggannya.

Untuk pemerintahan baru mendatang, Sugianto berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat. Menurutnya masih banyak rakyat menganggur dan berada di bawah garis kemiskinan.

Bantuan-bantuan langsung diharapkan jangan berhenti. Ia masih teringat saat pernah mendapat bantuan beras 10 kg. Bantuan semacam ini menurutnya sangat berharga.

Pembangunan secara fisik menurutnya harus diimbangi dengan bantuan yang nyata ke masyarakat bawah seperti dirinya.

"Masih banyak yang menganggur," katanya.

Meski hanya berjualan cendol, ia bersyukur karena masih punya penghasilan meski bisa dibilang tidak pasti. Berapapun uang yang didapat, Sugianto mengatakan kuncinya adalah bersyukur

"Banyak yang duitnya kurang, cuma kalau bersyukur, ya alhamdulillah," ujarnya.
 
Muhammad Rifky
 
Sama seperti Sugianto, Muhammad Rifky alias Uus yang sudah menjadi ojek pangkalan selama empat tahun di Tanah Abang juga mengaku merasa senang dengan rekonsiliasi dari Jokowi dan Prabowo. Menurutnya, hal tersebut membawa damai untuk para pendukungnya sehingga kemungkinan terjadinya kerusuhan minim.
 
"Menurut saya sih lebih baik lebih, bagus akur-akur saja nih, jangan rusuh lagi seperti kemarin, kembali seperti semula saja akur," kata Uus
 
Namun, di sisi lain ia merasa tidak mendapatkan dampak nyata dari rencana rekonsiliasi dua kubu di Pilpres. Terutama pada pekerjaan atau penghasilannya sehari harinya.

Setiap harinya, Uus menunggu di perempatan jalan untuk mendapatkan penumpang. Ia mengaku setiap harinya, ia hanya mendapatkan empat hingga delapan pelanggan apabila sedang ramai.
 
"Sehari kalau lagi ramai sampai delapan (penumpang)," katanya.

Soal harapannya kepada pemerintah, pria berumur 34 tahun tersebut berharap lapangan pekerjaan bisa terbuka lebar. Menurut Uus, masih banyak teman-temannya yang saat ini menganggur tanpa harus tahu harus bekerja apa.

"Tolong dipikirkan pemudanya. Biar semua dapat pekerjaan layak," katanya.

Salah satu caranya, ia mencontohkan, bisa dengan merekrut para pemuda untuk menjadi petugas pemilhara sarana dan prasarana umum (PPSU) di DKI.

Pabudi
 
Berbeda dengan Rifky, Pabudi yang biasa berjualan dagangan gerobak air minum botol di Tanah Abang merasa pertemuan rekonsiliasi tersebut tidak penting. Pria berumur 45 tahun asli Jakarta itu menganggap pemerintah seharusnya lebih fokus untuk membantu rakyat terutama yang kurang mampu.
 
"Soal pertemuan itu saya enggak terlalu pentingin, yang penting pemerintah seharusnya bisa membangun rakyat mas, terutama yang susah seperti saya," kata Pabudi.
 
Menurutnya, pemerintah telah gagal dalam mensejahterakan rakyat dalam empat tahun teakhir. Salah satu tolak ukurnya adalah harga barang terus melonjak naik.

Kenaikan harga barang ini tentu membabani orang-orang seperti dirinya.
 
"Kalau saya ketemu dan bisa kasih tahu, saya ingin rakyat kecil di perbaiki lagi kesejahteraannya, jangan dikasih harga naik terus. Makin repot nanti kita sebagai penjual apa lagi," kata Pabudi.
 
Pabudi tidak begitu memperdulikan rekonsiliasi pemerintah, yang ia inginkan hanya kesejahteran bagi dirinya dan keluarganya.
 
Siti Maimunah
 
Tak berbeda dengan Pabudi, Siti Maimunah juga mengatakan tak perduli dengan pertemuan Jokowi dan Prabowo. Termasuk rencana rekonsiliasi dua kubu di Pilpres.

Pedagang gorengan ini mengatakan rekonsiliasi atau pertemuan dua tokoh itu tidak akan menyelesaikan masalah rakyat kecil seperti dirinya.

"Yah saya sih gak begitu peduli, kalau menurut saya yang penting nantinya pemerintah bisa memajukan rakyat saja gitu. Kalau cuma bertemu gitu doang kan juga gak bisa menyelesaikan kemiskinan," kata Siti.
 
Namun, Siti juga menjelaskan dampak positif dari rekonsiliasi tersebut. Ia merasa dengan adanya rekonsiliasi tersebut, para pendukung dari dua belah pihak bisa lebih berdamai dan tidak bermusuhan.

Siti mengkritik kerja pemerintah saat ini yang menurutnya masih kurang dalam menuntaskan permasalahan rakyat yang kurang mampu. Naiknya harga, serta masih banyaknya pengangguran menjadi tugas yang belum tertuntaskan oleh pemerintah.
 
"Saya sih berharap pemerintah bisa selesaikan masalah, dan ekonomi dan pengangguran, sehingga  harga bisa turun," katanya.
 
Siti juga berpesan kepada pemerintah untuk mensejahterakan rakyat, harus membuka lapangan pekerjaan sebanyak banyaknya, serta bantuan kepada orang yang kurang mampu harus diberikan lebih akurat.
 
"Diberikan lapangan pekerjaan yang banyak, dengan upah yang selayaknya. Pendidikan juga harus lebih murah, bantuan kepada warga yang kurang mampu juga kalau bisa jangan salah kasih, kadang kan ada yang sebenarnya mampu tapi masih dikasih bantuan," kata Siti.