Nasional

SBY Respons soal Kasus Munir, Mulai Dari "Curhat" Merasa Tersudutkan hingga Dukung Penuntasan

BOGOR (GILANG News) - Dua pekan terakhir, presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono merasa gusar. SBY merasa disudutkan dari pemberitaan mengenai hilangnya dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) perkara pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
 
Pertama, pemberitaan seolah-olah menuding Pemerintahan SBY sengaja menghilangkan dokumen asli hasil temuan TPF Munir sehingga penegak hukum tidak menindaklanjutinya.
 
Kedua, pemberitaan seolah-olah menganggap Pemerintahan SBY tidak melaksanakan atau menindaklanjuti hasil temuan TPF Munir sehingga perkara itu sendiri dianggap belum tuntas.
 
Ketiga, pemberitaan juga seolah-olah mendorong pemerintahan SBY mengumumkan sendiri hasil temuan TPF Munir kepada masyarakat luas.
 
"Saya mengikuti pemberitaan media massa, utamanya dua minggu terakhir ini, termasuk perbincangan publik. Saya dengarkan dengan seksama, saya baca dengan baik," ujar SBY dalam konferensi pers di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Selasa (25/10/2016) siang.
 
"Sebagian perbincangan, tanggapan dan komentar itu kontekstual. Tetapi saya amati terus terang ada yang bergeser. Yang tadinya legal issue, menjadi bernuansa politik,"  kata dia.
 
 
Dilandasi kegusaran itu, SBY menggelar "reuni" dengan sejumlah mantan menteri dan pejabat lembaga negara pada rezim pemerintahannya dahulu.
 
"Reuni" dihadiri mantan Menko Polhukam Widodo AS dan Djoko Suyanto, mantan Sekretaris Kabinet/Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, mantan Kapolri Da'i Bachtiar dan Bambang Hendarso Danuri, mantan Jaksa Agung Abdulrahman Saleh dan Hendarman Supandji, mantan Kepala BIN Syamsir Siregar dan mantan Ketua TPF Munir, Marsudhi Hanafi.
 
Pertemuan bertujuan untuk menyegarkan kembali ingatan soal apa yang telah dilakukan pemerintah dalam hal menyelesaikan perkara pembunuhan Munir dan apa yang telah dilakukan pemerintah dalam menindaklanjuti hasil temuan TPF Munir.
 
"Dengan demikian, semua bisa diketahui secara lengkap, secara utuh, apa yang pemerintah lakukan dulu untuk menindaklanjuti temuan TPF Munir dan apa pula pemerintah lakukan, termasuk yang saya lakukan sebagai Presiden dulu dalam menindaklanjuti rekomendasi TPF Munir," ujar SBY.
 
SBY bertanggung jawab 
 
SBY menegaskan, dirinya bertanggung jawab penuh terhadap tindak lanjut temuan dan rekomendasi TPF Munir.
 
"Saya pun sekarang sebagai mantan Presiden, bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan dulu dalam menegakkan hukum kasus meninggalnya Munir dan lebih khusus di dalam merespons dan menindaklanjuti temuan serta rekomendasi TPF Munir," ujar SBY.
 
Munir meninggal pada 7 September 2004. Ia meninggal di atas pesawat Garuda yang tengah dalam perjalanan menuju Amsterdam, Belanda.
 
Keluarga Munir, sejumlah LSM serta pegiat HAM mendesak pemerintahan SBY yang baru berusia sekitar tiga pekan untuk menginvestigasi pembunuhan itu.
 
Catatan SBY, ia mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2004. Isinya, membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dan membantu Polri menyelidiki secara bebas, cermat, adil dan tuntas atas perkara pembunuhan Munir.
 
Dalam Keppres itu, diatur pula masa tugas TPF, yakni tiga bulan, Meski pada kenyataannya, TPF diperpanjang menjadi enam bulan.
 
Keppres juga mengatur bahwa pemerintah diwajibkan untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada publik. TPF Munir pun menyerahkan temuan beserta rekomendasinya pada akhir Juni 2005.
 
SBY menegaskan, pemerintah langsung melaksanakan temuan dan rekomendasi TPF itu melalui mekanisme hukum. Tim penyidik Polri dibentuk.
 
Satu per satu, tim menetapkan sejumlah orang menjadi tersangka, antara lain Pollycarpus Budihari Priyanto, Muchdi Pr, Indra Setiawan dan Rohainil Aini.
 
Namun belakangan, hanya Muchdi yang dinyatakan bebas di tingkat Mahkamah Agung lantaran dianggap tidak memiliki bukti yang kuat.
 
SBY memastikan, yang dilakukan pemerintahannya dahulu merupakan tindakan yang serius dan sungguh-sungguh dalam mengungkap itu. Utamanya adalah dalam konteks penegakkan hukum perkara itu.
 
"Tentu yang kami lakukan dulu adalah sesuai dengan batas-batas kewenangan seorang pejabat eksekutif, termasuk kewenangan yang dimiliki oleh para penyelidik, penyidik dan penuntut dalam arti kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan," ujar SBY.
 
 
Belum selesai
 
Namun, mantan Ketua TPF Munir Marsudhi Hanafi yakin kasus itu belum selesai. Marsudhi menyebut, masih ada orang yang diduga kuat mengetahui pembunuhan itu namun masih bebas berkeliaran.
 
Berdasarkan rekomendasi TPF Munir, orang-orang yang dimaksud adalah Indra Setiawan, Ramelga Anwar, A.M Hendropriyono, Muchdi Pr dan Bambang Irawan.
 
"Masih ada. Silahkan penyidik mengembangkan lagi kalau ada jaringannya lagi," ujar Marsudhi.
 
 
Di mana naskah asli?
 
Selain tentang penyelesaian perkara pembunuhan Munir, SBY juga merasa disudutkan atas pemberitaan yang seolah-olah menuding pemerintahannya terdahulu menghilangkan naskah asli temuan dan rekomendasi TPF Munir.
 
Mantan mantan Sekretaris Kabinet/Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, berdasarkan pertemuan SBY dengan mantan menteri dan pejabat era pemerintahan dahulu, teringat kembali saat TPF Munir menyerahkan temuan dan rekomendasinya kepada Presiden.
 
Salah satunya yakni keterangan dari Marsudhi, mantan ketua TPF Munir.
 
"Menurut ingatan Beliau (Marsudhi), terdapat sekitar enam eksemplar (salinan dokumen TPF Munir) yang diserahkan kepada pemerintah," ujar Sudi dalam konferensi pers di rumah SBY, Puri Cikeas, Bogor, Selasa.
 
Sudi tidak menjelaskan di mana naskah asli dokumen TPF tersebut. Tidak ada sesi tanya jawab dalam konferensi pers itu.
 
Secara simbolik, naskah pertama diserahkan kepada SBY selaku Presiden. Sisanya dibagikan ke pejabat terkait, yakni Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menkumham dan Sekretaris Kabinet.
 
Sudi mengatakan, jabatan-jabatan itu saat ini tentunya telah berganti orang.
 
"Kami berharap para pejabat yang sedang mengemban tugas di jajaran lembaga kepresidenan, baik saat ini atau di masa Presiden SBY yang mengetahui di mana naskah itu disimpan, bisa menyerahkannya ke Presiden Jokowi," ujar Sudi.
 
Di samping itu, Sudi juga berharap agar mantan anggota TPF Munir yang memiliki dokumen itu untuk memberikannya ke Presiden Jokowi.
 
Sudi melanjutkan, sebelum masa pemerintahan SBY berakhir sejumlah dokumen negara selama 10 tahun pemerintahannya dikumpulkan dan diserahkan ke Arsip Nasional Indonesia (ANRI).
 
"Perlu dicari, apa laporan TPF Munir tersebut termasuk di dalamnya (atau tidak)," ujar Sudi.
 
Meski demikian, pihak SBY akan mengirim salinan dokumen TPF Munir kepada Presiden Joko Widodo.
 
"Kopi dari dokumen ini akan kami kirim ke Bapak Presiden RI melalui Menteri Sekretaris Negara untuk digunakan sebagaimana mestinya," ujar Sudi.
 
(Baca: Pihak SBY Akan Kirim Salinan Dokumen TPF Munir untuk Ditindaklanjuti Jokowi)
 
SBY sendiri menyatakan mendukung pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla menyelesaikan perkara pembunuhan Munir.
 
Ia yakin jika memang perkara pembunuhan Munir belum dianggap memenuhi rasa keadilan, selalu ada jalan untuk menemukan kebenaran.
 
"Jika masih ada yang menganggap keadilan sejati belum terwujud, saya mengatakan, selalu ada pintu untuk mencari kebenaran," ujar SBY.
 
"Oleh karena itu, saya mendukung langkah-langkah Presiden Jokowi jika memang akan melanjutkan penegakkan hukum ini jika memang ada yang belum selesai," kata dia.
 
Link: Kompas.com


Tulis Komentar