Nasional

Meski Langit Runtuh, Hakim Harus Tutup Mata Dalam Kasus Ahok

Ahok

GILANGNEWS.COM - Kejaksaan Agung telah menyatakan berkas perkara kasus dugaan penistaan agama Basuki T Purnama ( Ahok) lengkap alias P21. Jaksa pun segera melimpahkan kasus ini ke pengadilan untuk disidangkan. Kasus Ahok rencana bakal disidang pada 13 Desember di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Menanggapi hal itu, Ahli Pidana Unsoed Prof Hibnu Nugroho mengatakan, posisi hakim yang mengadili perkara Ahok amat dilematis. Menurut dia, apapun yang diputuskan oleh hakim pasti menuai polemik.

"Ini dilematis, mesti, pasti geger, lolos geger, apalagi enggak lolos. Agak berat pertanyaannya, kalau lolos mesti ramai, kalau enggak lolos jadi perdebatan hukum," kata Prof Hibnu dilansir merdeka, Selasa (6/12).

Hibnu pun mengingatkan, agar hakim berpijak pada UU saja. Tidak melihat apa yang terjadi jika diputus bersalah atau Ahok dinyatakan bebas nantinya. Sebab, kata dia, sebagai wakil Tuhan, hakim harus bersikap berdasarkan hukum dan keyakinan.

"Dia kan namanya hakim kan ibarat sebagai wakil Tuhan di dunia, karena itu, untuk tidak lepas tutup mata apa yang dikatakan UU begitulah. Dia seperti itu, apa yang terjadi terjadilah, dia memutuskan beradasrkan bukti dan keyakinan, tidak mengingat desakan publik bagaimana, penguasa bagaimana, mudah-mudahan itu yang kita harapkan pada hakim nanti," jelas dia.

Bahkan dia menerangkan, sekalipun langit runtuh, hakim harusnya tak pedulikan itu dalam mengambil keputusan yang adil. Mengenai kasus Ahok ini, Hibnu sendiri tak berani memprediksi apakah Ahok bersalah atau tidak.

"Pasti melihat aspek ke arah sana (potensi ricuh jika Ahok bebas), tapi harusnya, hakim tutup mata, dalam ilmu hukum ada istilah biarkan langit runtuh, tapi hukum tetap ditegakkan, ini buat ujian, runtuh bener atau enggak langit nanti," tegas dia.

Dia menambahkan, persoalan Ahok memang diketahui tak sepenuhnya bulat. Baik penyidik, saksi, maupun ahli beda pandangan tentang kasus Ahok yang penuhi unsur pasal penistaan agama atau tidak.

"Ini tafsir ya, masalah tafsir, ada tafsir bahasa, tafsir Alquran, kalau kita lihat tafsir mana, menafsirkan bahasa ada yang katakan tidak (menistakan agama), agama konon itu belum masuk juga, ada yang masuk, jadi tergantung subjektifitas," terang dia.

Nah kalau dari sisi hukum?

"Hukum itu untuk menilai bukti tidak berdiri sendiri, suatu bukti pernyataan tidak sejauh mana pernyataan itu mempunyai nilai bukti yang terkait di dalamnya, mungkin niatnya bahasa tubuhnya, kerangka bahasanya kan gitu, ini yang harus dinilai, bukti penilaian koprehensif bukti terkait dengan bukti yang lain di sini harus dinilai masing-masing," terang dia.

Editor: Zulfikri


Tulis Komentar