Riau

Selain Dibui, Guntur Didenda Rp 500 Juta, Nimron Rp 8,3 Milyar

ilustrasi

GILANGNEWS.COM- Terdakwa korupsi pembebasan lahan Embarkasi Haji di Pekanbaru, Muhammad Guntur, lolos dari jeratan hukuman 10 tahun dan denda Rp 1 miliar. Dia juga selamat membayar uang pengganti kerugian negara Rp 8,3 miliar yang ditimbulkan akibat kebijakannya sewaktu menjabat Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi Riau.

Dalam amar vonisnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, majelis hakim yang diketuai Joni SH hanya menghukum ‎Guntur 7 tahun penjara pada Senin 9 Januari 2017 malam. Mantan Kepala BKD Riau ini juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta.
 
"Dengan ketentuan apabila tak dibayar, terdakwa menjalani hukuman tambahan selama 6 bulan," kata Joni.
 
Dalam menilap uang ganti rugi lahan embarkasi untuk peserta Haji ini, Guntur tak sendirian. Terdakwa lainnya, Nimron Varasian yang dalam kasus ini sebagai broker lahan juga divonis sama dengan Guntur.
 
Hanya saja hukuman Nimron lebih berat dari kewajiban membayar uang pengganti. Pengusaha ini harus mengembalikan uang kerugian negara Rp 8,3 miliar setelah vonis ini berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
 
"Jika uang pengganti tidak dibayar, harta benda terdakwa disita untuk negara. Dalam hal harta bendanya tak mencukupi, terdakwa Nimron wajib menjalani hukuman tambahan selama 3 tahun kurungan," tegas Joni.
 
Dalam amar putusannya, Joni menegaskan Guntur dan Nimron terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Riau, Soimah menuntut keduanya supaya divonis 10 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar atau subsidair kurungan 6 bulan. Sementara Nimron dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebsar Rp8,3 miliar atau subsider 6 tahun penjara.

Dalam vonisnya, hakim menyebut hal memberatkan hukuman terdakwa. Di antaranya, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi, kemudian‎ memberi keterangan berbelit-belit dan tidak menyesal.

Atas vonis itu, kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir. Hal serupa juga dilakukan JPU. "Pikir-pikir yang mulia," kata Guntur.

Perbuatan kedua terdakwa terhadi pada tahun 2012. Saat itu Pemerintah Provinsi Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasikan anggaran kegiatan pengadaan tanah untuk Embarkasi Haji lebih kurang sebesar Rp17 miliar lebih.

Dengan adanya anggaran tersebut, terdakwa M Guntur bersama Yendra, selaku PPTK kemudian mendatangi Nimron, pemilik lahan. Nimbron yang awalnya memilik lahan seluas 9000 M persegi itu, kemudian diminta Guntur dan Yendra agar dapat menyediakan lahan seluas 5 hektare (Ha).

Kemudian Nimron berhasil menyediakan tanah sebanyak 13 persil yang dilengkapi sertifikat, Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR). Berdasarkan penetapan tim appresial, harga tanah bervariasi antara Rp 320 ribu sampai Rp 425 ribu per meter.

Dalam perjalanan, diduga terjadi penyimpangan dalam pembebasan lahan. Harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tahun berjalan.

Berdasarkan penyidikan Kejati Riau, pembelian lahan di Jalan Parit Indah, Kecamatan Bukit Raya, Pekanbaru itu tidak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.
 
Penulis: M Syukur

 


Tulis Komentar