Hukrim

4,5 Tahun, Irman Gusman Sebut Vonis Hakim Berat

Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman saat mengikuti sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta.

Namun Maqdir tidak setuju dengan pencabutan hak politik yang diputuskan oleh hakim.

"Pencabutan hak politik ini hakim sudah memutuskan, meskipun dalam pembelaan kami tidak setuju dengan pencabutan hak politik, sebab dari ketentuan UU itu hak yang bisa dicabut itu adalah hak-hak tertentu yang bisa diberikan pemerintah dan hak politik itu bukan hak yang bisa diberikan pemerintah. Itu prinsip dasarnya," ungkap Maqdir.

Majelis hakim yang terdiri atas Nawawi Pamolango, Jhon Halasan Butarbutar, Franky Tambuwun, Ansyori Syaifuddin dan Muhammad Idris Muhammad Amin juga setuju untuk mencabut hak politik Irman berdasarkan pertimbangan pasal 18 ayat 1 huruf d Undang-Undang No.31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Tujuan penjatuhan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih adalah untuk melindungi publik atau masyarakat dari kemungkinan terpilihnya kembali seseorang yang menduduki jabatan publik seperti anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD maupun pejabat publik lainnya karena anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD merupakan perwakilan masyarakat yang menampung aspirasinya maka anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak selayaknya berperilaku koruptif," kata hakim Nawawi.

Irman terbukti menerima uang Rp100 juta dari pemilik CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan Memi, karena mengupayakan perusahaan tersebut mendapatkan 1.000 ton jatah gula impor dari Divisi Regional Sumatera Barat dengan menelepon Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti.

Terkait perkara ini, Xaveriandy Sutanto divonis tiga tahun penjara sedangkan istrinya Memi divonis 2,5 tahun penjara, masing-masing ditambah denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Keduanya sedang menjalani hukuman di rumah tahanan Padang.***

Sumber : Antara


Tulis Komentar