Nasional

Sistem E-Voting Saat Pemilu Belum Bisa Digunakan, Alasannya Ini

Ilustrasi

GILANGNEWS.COM - Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Jojo Rohi menilai, keinginan sebagaian pihak memaksakan pemungutan suara pemilu menggunakan sistem elektronik atau e-voting, masih belum bisa diterapkan di Indonesia. Apalagi untuk pemilu 2019 yang menurut rencana akan digelar pemilu legislatif dan pemilihan presiden secara serentak.

Pasalnya, pemungutan suara secara manual atau dengan metode mencoblos saja, angka surat suara yang dinyatakan tidak sah masih sangat tinggi. Paling tidak terlihat dari hasil pemungutan suara pemilihan gubernur yang digelar di tujuh provinsi pada Pilkada 2017.

Untuk Aceh, dari total 2.276.940 suara hasil pemilu, terdapat 96.458 suara dinyatakan tidak sah. Jakarta dari 5.525.649 suara, terdapat 69.244 suara dinyatakan tidak sah. Kemudian Banten, dari 4.837.806 suara, sebanyak 124.420 suara dinyatakan tidak sah.

Bangka Belitung dari total 565.989 suara, sebanyak 18.565 suara dinyatakan tidak sah. Kemudian Gorontalo 8.302 suara dinyatakan tidak sah dari total 649.895 suara. Sementara Sulawesi Barat 7.381 suara dinyatakan tidak sah dari total 638.584 suara dan di Papua Barat 8.306 suara dinyatakan tidak sah dari total 437.686 suara.

"Jadi kami menilai, keinginan para politikus memaksakan e-voting, bagaikan jauh panggang dari api. Bayangkan tingginya suara yang tidak sah, padahal hanya dengan cara mencoblos belum bisa ditekan," ujar Jojo di Jakarta, Kamis (23/2).

Menurut Jojo, cara e-voting sangat berisiko disalahgunakan, karena ketidaktahuan masyarakat menggunakan haknya nanti.

"Dengan cara e-voting bisa saja terjadi kecurangan dari pihak-pihak tertentu, karena pemilih tidak tahu bagaimana cara memberikan hak pilih yang benar dengan alat e-voting," pungkas Jojo.***

Sumber: JPNN


Tulis Komentar