Pekanbaru

Tina Hidupi 7 Anak Seorang Diri di Gubuk Reok

PEKANBARU, GILANGNEWS.com - Jika sekilas pandang, kita melihat Kota Pekanbaru begitu berkembang pesat, gaya hidup modern dan banyaknya gedung pencakar langit. Akan tetapi siapa sangka di tengah kota ini, masih ada warga miskin tinggal di gubuk reok.

Dia adalah Kristina (30) warga Jalan Tanjung Batu gang Berdikari kelurahan Pesisir, kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru terpaksa banting tulang menjadi buruh cuci harian demi menghidupi ketujuh orang anaknya yang masih kecil.

Tina, begitu panggilannya, baru mendapat pekerjaan menjadi buruh cuci panggilan harian sekitar dua pekan lamanya  di rumah-rumah warga lainnya di sekitar daerah itu. Pekerjaan ini diambilnya setelah 3 bulan lamanya ditinggal pergi oleh sang suami, Dadang Irwansyah, yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) yang pergi begitu saja tanpa kabar dan berita.

Di bawah naungan rumah papan kayu berukuran 5X6 meter dan beralaskan lantai semen yang sudah banyak rusak di berbagai sisi itu, Tina kerap mengusap dada dan terkadang sedih saat melihat anak di sekitar rumah tetangganya bersekolah.

Sementara, anak keduanya Putra Sandi (13) dan anak ketiga Putri Ayu Lestari (12) terpaksa berhenti sekolah sampai di kelas 3 Sekolah Dasar (SD) karena tidak punya biaya.


"Anak saya yang pertama ikut kakak saya di Medan. Dia disekolahkan kakak saya disana," kata Tina, Selasa (25/7/2017) siang.


Sementara, anak keempatnya Bunga Citra Lestari (9 tahun) didaftarkan masuk di kelas 1 Sekolah Dasar Negeri (SDN) 127 Jalan Tanjung Batu, Kelurahan Pesisir, Kecamatan Lima Puluh. Sementara anak kelima, anak keenam dan ketujuh masih balita.

Dia sendiri mengaku bingung saat sekolah tempat anaknya mengenyam pendidikan meminta sejumlah uang kebutuhan seragam sekolah. Sementara, uang yang dia dapatkan dari biaya upah cuci harian hanya sekitar Rp20-25 ribu per hari.

"Bagaimana saya mau membayar, upah saya mencuci baju hanya cukup untuk biaya makan saja," ucap Tina dengan wajah berkaca-kaca.

Sebelum mendapat pekerjaan sebagai buruh cuci harian panggilan, dia mengaku sebelumnya tak memiliki pekerjaan. Untuk menyambung hidup, Tina mendapatkan bantuan sumbangan swadaya dari warga sekitar rumahnya. Bantuan itu, diberikan secara sukarela oleh warga untuk kebutuhan membeli beras.

"Satu hari bisa masak 3 tekong beras. Itu untuk makan saya dan anak-anak. Cukup tak cukup, saya bersyukur saja," ucap perempuan yang belum lama ini memeluk agama Islam tersebut.

Untuk pembuatan administrasi kependudukan seperti KTP saja, dia mengaku tidak memiliki uang. Ketujuh anaknya juga sampai saat ini belum memiliki akte kelahiran.

"Ada KK saya, terakhir dibuat tahun 2005. Mau buat, biaya tak ada pak. Saya juga ingin mengurus KTP, KK dan akte kelahiran. Tapi mau gimana, uang tak ada," ucap Tina yang mengaku sudah menetap di daerah tersebut 15 tahun lamanya.

Melihat kondisi ini, Anggota DPRD Kota Pekanbaru Roem Diani Dewi mengaku prihatin. Harusnya, Camat dan Lurah melakukan pendataan terhadap warga yang ada di lingkungannya.

"Kejadian ini seolah-olah luput dari perhatian pemerintah," kata politisi PKS tersebut.

Dia menyebut, disaat Kota Pekanbaru sibuk merayakan Hari Anak Nasional (HAN) dan Kota Pekanbaru disebut-sebut sebagai kota layak anak, ternyata masih ada kaum marjinal yang berada di tengah kota.

"Disaat Pemko Pekanbaru sibuk dengan prestasinya, ternyata masih banyak anak di Pekanbaru yang tidak dapat perhatian semestinya," sebutnya.

Harusnya anak-anak yang termarjinalkan ini diurus dan diperhatikan. Dikatakannya, dari kejadian ini, anak-anak Tina butuh pendidikan yang layak.

"Aneh saja, ada Camat dan Lurah sebagai ujung tombak yang tidak mengetahui warganya seperti ini," terangnya.

Karena kesejangan ekonomi, keluarga Tina di Kecamatan Lima Puluh, luput dari perhatian pemerintah. Mereka bahkan tidak mendapatkan bantuan apapun sebagai warga Kota Pekanbaru.

"Harusnya keluarga ini diprioritaskan. Diberi bantuan kartu miskin dan lainnya. Mana warga yang benar-benar warga miskin yang mendapatkan bantuan. Jangan pemerintahnya hanya menaikkan status dan prestasi saja, kalau di tengah kota ada kaum marjinal yang tidak dapat status pendidikan begini," pungkasnya menyayangkan.


Tulis Komentar