Pekanbaru

Pertalite Naik, Premium Sulit Didapat

Harga bahan bakar khusus (BBK) kembali naik. Terhitung sejak 20 Januari lalu bahan bakar nonsubsidi ini naik Rp100 per liter. Yakni pertalite, pertamax series, dexlite, dan pertamina dex. Di Riau saat ini, masyarakat sudah banyak beralih ke pertalite kare

GILANGNEWS.COM - Unit Manager Communication and CSR Marketing Operation Region (MOR) I (Sumbagut) Pertamina Rudi Ariffianto menyebutkan, saat ini harga pertalite di Riau Rp8.000 per liter. Sama dengan harga jual eceran di Kepri.

“Artinya pertalite naik Rp100 per liter dari harga sebe­lumnya Rp7.900 per liter untuk wilayah Riau,” kata Rudi saat dihubungi Riau Pos dari Pekanbaru, Senin (22/1).

Jika dibanding dengan provinsi tetangga, selisih harganya cukup jauh. Seperti di Sumatera Barat (Sumbar) dan Sumatera Utara (Sumut) dengan harga Rp7.600/liter. Kemudian di Jambi, pertalite dijual dengan harga Rp7.800 per liter. Berdasarkan data yang diberikan Rudi Ariffianto, harga dasar pertalite di Riau Rp6.666,67 per liter. Sementara Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) Rp666,67 per liter atau 10 persen. Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp666,67 per liter atau 10 persen. Dijumlahkan menjadi Rp8.000,01 per liter. Namun Pertamina menetapkan harga jual eceran menjadi Rp8.000 per liter.

Sesuai data itu, selisih harga dasar pertalite di Riau dengan provinsi tetangga tidak terlalu signifikan. Seperti di Sumut dan Sumbar dengan harga dasar pertalite Rp6.608,70 per liter. Kemudian di Jambi harga dasar pertalite Rp6.638,30 per liter. Namun, perbedaan signifikan terdapat pada PBBKB yang ditetapkan pemerintah daerah masing-masing. Di mana Riau menetapkan PBBKB Rp666,67 per liter, di Sumut dan Sumbar hanya Rp330,43 per liter. Di Jambi, PBBKB hanya Rp497,87 per liter. Artinya, PBBKB hanya ditetapkan pemerintah daerah setempat 5-6 persen.

Rudi menjelaskan, perubahan harga BBK dilakukan mengikuti perkembangan harga minyak dunia dan kurs rupiah terhadap dolar. Naik atau turunkan harga BBK, sudah biasa dilakukan selama ini.

“Kalau harga minyak dunia naik atau kurs rupiah terhadap dolar melemah, pada periode tertentu akan menjadikan harga naik. Sebaliknya kalau harga minyak turun dan atau kurs rupiah menguat, harga bisa turun,” ujarnya.

Soal mengapa pertalite di Riau dan Kepri lebih tinggi dari daerah lain, kata Rudi, itu tidak terlepas dari penerapan PBBKB di kedua daerah tersebut.

“Besaran PBBKB menjadi kewenangan pemerintah daerah setempat,” kata dia.

Rudi juga menjelaskan, untuk kenaikan dan turunnya harga BBK, telah diumumkan di website resmi Pertamina (pertamina.com). “Silakan dicek di website kami,” ujarnya.

Selain pertalite, sejumlah BBK lainnya juga mengalami kenaikan di Riau. Masing-masing mengalami kenaikan Rp100 per liter. Antara lain: pertamax menjadi Rp8.700 per liter, pertamax turbo Rp9.700 per liter, dexlite Rp7.800 per liter, dan pertamina dex Rp9.800 per liter.

“Pertalite, pertamax series, dexlite, pertamina dex, itu BBK yang harganya sudah biasa naik turun. Beda dengan premium dan solar yang pene­tapannya dilakukan pemerintah,” sebutnya.

Pantauan SPBU
Hamzah, salah seorang pengawas di SPBU Sumber Alam Jalan Sudirman Pekanbaru mengatakan, pihaknya mendapat informasi kenaikan harga pertalite sejak Jumat (19/1) lalu. Namun realisasi kenaikannya, Sabtu (20/1) lalu.

“Kenaikan ini dari Pertami­na langsung. Kami hanya dapat kabar dari bos untuk menaikkan harga jual di SPBU ini,” jelasnya kepada Riau Pos.

Dikatakannya, meski naik tidak ada terlihat dampak pengurangan pembeli untuk jenis bahan bakar itu.

“Penjualan pun masih banyak, karena mungkin naiknya tidak terlalu banyak. Tadi masih sama seperti kemarin,” jelasnya.

Hal yang sama juga terpantau di SPBU Jalan Sudirman Simpang Arifin Achmad. Di SPBU itu kenaikan pertalite diiringi dengan kekosongan pasokan. Sedangkan yang tersedia pada SPBU itu hanyalah pertamax turbo dan premium. Sehingga masyarakat harus mengantre panjang di satu jalur pengisian, pertamax turbo dan premium. Salah satu petugas di SPBU itu yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, mulai dari Sabtu (20/1) lalu, pertalite mengalami kenaikan Rp100 dari harga sebelumnya.

“Ya, harganya naik Rp100 mulai dua hari lalu. Kebetulan hari ini (kemarin, red) juga kosong,” ujar salah satu petugas di SPBU itu yang tidak mau disebutkan namanya.

Ketika ditanya, jalur pengisian pertalite tersebut sengaja dikosongkan karena harganya mulai naik, petugas tersebut mengatakan kekosongan itu karena pasokan pertalite belum datang.

“Tidaklah Mas. Itu memang habis pertalitenya, makanya di situ ditulis habis dan cuma buka jalur pertamax turbo dan premium saja,” singkatnya.

Naiknya pertalite tidak berdampak secara signifikan di beberapa SPBU di Pekanbaru. Seperti terlihat di SPBU Jalan HR Soebrantas, dekat Pesantren Babussalam. Pengendara sepeda motor mengantre sekitar 20 unit berjejer mengisi pertalite. Sedangkan pemandangan terbalik terjadi di SPBU Jalan Soekarno-Hatta, tepatnya di depan Markaz Dakwah Partai Keadilan Sejahrera (PKS). Pengendara sepeda motor mengantre sekitar sepuluh baris mengisi premium, hanya sekitar dua sepeda motor yang mengisi pertalite. Pemandangan serupa juga terlihat di SPBU Jalan Srikandi Kelurahan Delima, terlihat empat sepeda motor mengisi pertalite.

Premium Langka hingga Pengecer
Ketiadaan premium sudah seperti menjadi hal biasa di Kabupaten Kampar. Selang pompa minyak SPBU berwarna kuning lebih sering diabaikan pengendara, karena biasanya akan berakhir dengan kecewa. Bahkan beberapa SPBU hanya menyediakan pertalite untuk jalur antrean sepeda motor. Salah satu SPBU di Kecamatan Kampar misalnya, hanya menyediakan satu jalur pengisian BBM untuk sepeda motor. Pantauan Riau Pos beberapa kali sejak awal Januari, tidak pernah terlihat ada sepeda motor yang antre membeli premium. Apalagi setelah ada aturan ketat di mana masyarakat yang membeli BBM jeriken tidak diterima lagi membeli premium, maka antrean sepeda motor dan pembelian BBM dengan jeriken yang cukup banyak di kecamatan ini diletakkan pada jalur antrean yang sama seperti pada Senin (22/1).

Namun kelangkaan ini tidak membuat pengendara yang membeli BBM di SPBU mengeluh, terutama pengendara sepeda motor. Seperti terjadi hampir di seluruh SPBU yang ada di sepanjang Jalan Raya Pekanbaru-Bangkinang, pengendara motor akan langsung berbaris teratur di stasiun pengisian pertalite. Tidak hanya di jalan lintas, di Kota Bangkinang juga sulit mendapat premium. Bahkan di tingkat pengecer di kedai-kedai milik warga. Para pengecer di Jalan A Yani misalnya, sepanjang Januari ini tidak ada lagi yang menjual premium. Padahal, di sini menggunakan pertamini yang biasanya sering menawarkan premium. Namun di Bangkinang kondisi ini dikeluhkan warga. Agra Vezi (20), juga mengeluhkan soal kelangkaan ini. Mahasiswa di salah satu sekolah tinggi di Bangkinang ini menyebutkan, justru lebih senang menemukan premium di kampung halamannya ketimbang di Bangkinang.

‘’Susah sekarang kalau di Bangkinang. Di kampung lumayanlah, masih ada yang jual, walaupun harganya lebih mahal dibanding pertalite yang beli di SPBU,’’ kata Agra.

Sementara di Dumai, premium masih tergolong aman. Pasalnya tidak terlihat adanya antrean di SPBU. Seperti di SPBU Jalan Sudirman tidak ada antrean. Namun memang menurut petugas SPBU kuota premium terbatas. Bahkan terkadang saat malam premium sudah habis.

“Kalau malam sering habis, tapi paginya ada lagi,” ujar Adi, petugas SPBU di sana.

Sedangkan untuk pertalite, Adi mengatakan sudah mengalami kenaikan Rp100 per liter.

“Tadi (kemarin, red) sudah naik Bang, cuman Rp100 saja,” terangnya.

erkait kenaikan pertalite, Roni, warga Dumai mengaku tidak begitu mempermasalahkan.

“Bagi kami selagi tidak langka tidak jadi masalah. Apalagi hanya naik Rp100 rupiah,” sebutnya.

Hal serupa terjadi di Rokan Hulu (Rohul). Antrean panjang untuk mendapatkan premium setiap hari terjadi. Itu disebabkan berkurangnya kuota yang dijatah Pertamina ke SPBU di Riau, khususnya Rohul. Seperti di ibu kota kabupaten Pasirpengaraian, SPBU yang berada di Pasir Putih Desa Pematang Berangan Kecamatan Rambah, setiap petang hingga pukul 20.30 WIB, antrean panjang kendaraan bermotor terjadi di ruas Jalan Tuanku Tambusai. Kebetulan, SPBU Pasir Putih itu hanya melayani penjualan premium dan pertamax turbo.

Anton (45), warga Pasirpengaraian mengatakan, saat ini masyarakat masih memerlukan premium ketimbang pertalite. Karena selain perbedaan harga jual BBM premium dan pertalite. “Bagaimanapun kalau SPBU masih ada menjual premium, masyarakat rela antre. Hanya saja masyarakat kecewa adanya pengurangan kuota premium Pertamina,’’ ujarnya.

Begitu juga di Kuantan Singing (Kuansing), masyarakat masih antusias mengonsumsi premium, meski kuotanya di berbagai SPBU dibatasi. Meski begitu, pertalite mulai banyak diminati kendati harganya sekarang sudah mencapai Rp8.000 per liter. Ini diakui pengelolah SPBU Kuantan di Desa Sako Pangean, Zulfadri Rahman.

“Sepertinya sekarang pertalite mulai diminati, mungkin karena kualitasnya lebih baik,” ujarnya, Senin (22/1).

Sedangkan BBM jenis premium, katanya, kuotanya untuk Kuansing dibatasi. Salah satunya di SPBU Saki Pangean ini. Ia mencontohkan, Pertamina memberi kuota untuk SPBU Kuantan 1.000 liter untuk satu bulan. Jumlah ini disalurkan selama sebulan bertahap.

Distribusi Bisa Jadi Penyebab Kenaikan
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Riau Indra Agus menyebut Pajak Bahan Bakar dan Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 10 persen disebut menjadi penyebab. Selain itu, alur distribusi BBM diklaim juga ikut mempengaruhi.

‘’Itu memang ada kewajiban PBBKB 10 persen,’’ kata Indra kepada Riau Pos, Senin (22/1).

Dia mengatakan, kondisi kenaikan pertalite saat ini, selain dari pajak 10 persen, bisa juga dipengaruhi oleh asal BBM itu.

‘’Kami tidak tahu sekarang ini kondisinya. Apakah Pertamina produksi pertalite di Dumai atau di luar Riau. Karena selain (pajak,red) 10 persen, Pertamina juga menghitung jarak angkut,’’ imbuhnya.

Indra menyebutkan, untuk mencari sumber penyebab pasti kenaikan, dia dalam waktu dekat akan bertemu dengan instansi terkait.

‘’Kami akan diskusi bersama Pertamina. Akan kami cari akar masalahnya,’’ kata Indra.

Pajak 10 persen terhadap BBM ini diatur dalam Perda 4/2015. Bagi sebagian kalangan dinilai terlalu besar, karena berpengaruh langsung terhadap harga jual BBM. Gubernur Riau (Gubri) H Arsyadjuliandi Rachman sebelumnya sempat memberikan statement setuju untuk melakukan revisi terhadap perda itu. Bahkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sudah dimintanya melakukan kajian.

Indra saat ditanya tentang tindak lanjut terhadap revisi ini, mengaku, pihaknya sudah merespon dan akan segera melakukan pembahasan.

‘’Kalau memang Pak Gubernur mendukung (revisi perda,red), kami dengan pihak terkait akan duduk bersama. Paling tidak bisa lebih rendah dari sekarang,’’ tutupnya.

Kenaikan harga pertalite ini ikut ditanggapi Sekretaris Komisi C DPRD Riau Suhardiman Amby. Dia mengatakan, harga pertalite di Riau tertinggi se-Indonesia. Bahkan per liternya mencapai Rp8 ribu. Menurutnya, harga itu sangat jauh bila dibanding dengan provinsi tetangga, Sumatera Barat. Dia mengusulkan agar pemerintah daerah (pemda) segera mengambil kebijakan untuk mengurangi jumlah pajak dari 10 persen turun menjadi 6 persen.

“Kepada Bapenda saat hearing selalu kami sampaikan supaya turunkan pajaknya jadi 6 persen atau mungkin 5 persen. Ini supaya harga jual ke masyarakat tidak semahal sekarang,” sebutnya.

Jika memang harus ada kenaikan pajak, maka pemda harus berpihak kepada masyarakat luas. Karena ke­perluan masyarakat akan BBM memang tidak bisa ditawar lagi. Terlebih pengendara sepeda motor yang saat ini kesulitan mendapatkan BBM jenis premium.

“Tukar gulinglah. Kalau itu (pertalite, red) yang dijadikan kenaikan pajak. Sementara pasok premium dikurangi, masyarakat pasti mengeluh. Apalagi premium sudah sangat jarang beredar,” paparnya.

Sebagai perwakilan masyarakat di DPRD, Suhardiman memastikan siap untuk memberikan usulan tersebut kepada pemda. Dengan catatan pemda melibatkan DPRD dalam mengambil keputusan kenaikan pajak. Jika keputusan sudah bisa diambil gubernur tanpa memerlukan saran dewan, maka dia meminta agar gubernur memikirkan nasib masyarakat.


Tulis Komentar