Nasional

MUI Minta DPR Tak Beri Ruang LGBT dalam Undang-undang

Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI, di Jakarta, 2017. Ia meminta Pemerintah dan DPR tak mengakomodasi LGBT dan zina dalam perundangan.

GILANGNEWS.COM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar pemerintah dan DPR tidak mengakomodasi isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dan zina dalam perundangan.

"Jangan membuka peluang dalam produk hukum kita bagi hal yang bisa menghancurkan akhlak bangsa," ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin saat ditemui di Jakarta, Kamis (1/2/2018).

Menurutnya, perilaku LGBT dan zina adalah perbuatan yang menggerus akhlak dan moral bangsa. Kedua hal itu juga tidak sesuai dengan sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Keduanya sangat potensial meruntuhkan bangsa kita, kalau sudah runtuh secara akhlak dan moral tadi," kata dia.

Din menambahkan, dua hal itu juga menjadi bahasan dalam Rapat Pleno ke-24 Dewan Pertimbangan MUI. Mereka sepakat mendorong pemerintah untuk tidak mengakomodasi zina dan LGBT lewat Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengakui keberadaan pembahasan mengenai zina dan LGBT dalam pembahasan revisi KUHP di DPR.

"Semangat kami di sana adalah selain menolak, juga ada perluasan dari pemidanaan perilaku LGBT. Tidak hanya pada pencabulan terhadap anak di bawah umur, juga hubungan sesama jenis dapat dikategorikan pidana asusila," kata dia.

Dalam Rancangan KUHP, pasal soal zina akan diperluas. Pasal 483 ayat (1) draft RKUHP menyatakan, laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama lima tahun.

Aturan tersebut menuai kritik sejumlah aktivis karena dianggap berpotensi melanggar privasi warga. Penolakan terhadap pasal itu disuarakan melalui situs change.org. Tunggal Prawesti inisiator penolakan terhadap RKUHP di platform itu menulis, perluasan pemidanaan soal zina bisa memicu kriminalisasi terhadap warga.

Pasal zina, kata Tunggal, masuk dalam delik laporan yang artinya, setiap orang dapat melaporkan perbuatan zina orang lain. "Tenntunya ini akan meningkatkan persekusi dan budaya main hakim sendiri," kata Tunggal.


Tulis Komentar