Pekanbaru

SF Hariyanto "Lolos" di Sidang Deyu, PH Tolak Keterangan BAP Jadi Bukti Persidangan

Ilustrasi

GILANGNEWS.COM - Mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah, SF Hariyanto, kembali mangkir dari persidangan pemotongan anggaran tahun 2015-2016 dengan terdakwa Deyu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akhirnya membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) SF Hariyanto di persidangan.

Jaksa mengatakan SF Haryanto tetap tidak bisa hadir karena sedang melaksanakan tugas hingga 2 Maret nanti. Jaksa pun menunjukkan surat pemberitahuan SF Haryanto tersebut kepada majelis hakim.

Jaksa meminta pada majelis hakim agar keterangan SF Hariyanto dibacakan saja. Apalagi, SF Harianto sudah pernah disumpah saat pemeriksaan oleh penyidik.

Awalnya, kebijakan itu sempat ditolak Penasehat Hukum (PH) Deyu. PH menyatakan keberatan karena SF Hariyanto merupakan saksi fakta yang mengetahui adanya pemotongan di dinas yang saat ini berganti nama jadi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau itu.

"Sebagai saksi fakta, kami meminta SF Hariyanto dihadirkan di persidangan setelah bertugas tanggal 2 Maret. BAP itu tidak bisa jadi bukti di persidangan," ujar PH Deyu, Denny Azani B Latief, dan kawan-kawan di hadapan majelis hakim yang diketuai Sulhanuddin.

Namun, ketua hakim dengan berbagai pertimbangan tetap mempersilahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Amin dan Apriliana, membacakan BAP SF Hariyanto di persidangan yang digelar, Rabu (29/2/2018) sore.

"Kita persilahkan penasehat hukum membacakan BAP saksi. PH terdakwa silahkan ajukan keberatan pada pembelaan nanti," kata Bambang.

Dalam BAP-nya, SF Hariyanto, menyatakan tidak mengetahui adanya pemotongan Uang Persediaan (UP), Ganti Uang (GU) dan perjalanan dinas. Dia mengaku tidak pernah memerintahkan terdakwa Deyu selaku Kasubag Keuangan Bapenda maupun terdakwa Deliana (berkas terpisah) untuk melakukan pemotongan.

Selain itu, SF Hariyanto juga membantah semua catatan yang dibeberkan terdakwa Deyu terkait adanya aliran dana untuk instansi lain, Lembaga Swadaya Pemasyarakatan (LSM) maupun wartawan.

Usai JPU membacakan BAP SF Hariyanto, PH Deyu meminta majelis hakim menjadikan sebagai bukti persidangan. "Kami dari penasehat hukum terdakwa, menolak keterangan tersebut jadi bukti di persiangan," tegas Denni.

Denni menyebutkan, keterangan langsung dari SF Hariyanto sangat dibutuhkan untuk mengungkap fakta sebenarnya yang terjadi di Bapenda Riau. Saat terjadinya pemotongan tahun 2015-2016, SF Hariyanto menjabat sebagai kepala dinas dan dia merupakan atasan Deyu.

"Dia merupakan saksi fakta yang sangat kami butuhkan. Saat itu, semua SPT (Surat Perintah Tugas) ditandatanganinya. Ada 8 orang saksi juga menyebutkan soal keterlibatan SF Haryanto. Ini harus dikonfrontir langsung ke dia," tutur Denni.

Selain itu, dakwaan JPU tentang penyelewengan dinas bukan tentang Surat Perintah Perjalaman Dinas (SPPD) fiktif. Namun saksi yang dihadirkan terkait dengan SPPD fiktif.

"Satu-satunya yang bisa dimintai keterangan adalah kepala dinasnya (SF Hariyanto)," tegas Denny, di sela-sela penundaan sidang sebelum meminta keterangan saksi lainnya.

Dijelaskan Denni, sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) tahun 2015 Pasal 3 dan Pergub tahun 2016 Pasal 6, yang punya kewenangan terhadap pengelolaan anggaran adalah kepala dinas. Hal itu tidak ada kaitannya dengan terdakwa Dayu.

Pada kesempatan itu, JPU juga menghadirkan terdakwa Deliana. Persidangan yang berlangsung hingga malam hari itu, Sekretaris Bapenda Riau itu jadi saksi mahkota untun terdakwa Deyu.

Dalam dakwaan JPU, pada Februari 2015, terdakwa Deliana (berkas terpisah) memanggil terdakwa Deyu untuk datang ke ruangannya. Di ruang itu juga hadir Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pembantu di masing-masing bidang.

Di antaranya, Deci selaku Bendahara Pengeluaran Bidang Pajak, Deli selaku Bendahara Pembantu Bidang Pengelolaan Data, Anggraini selaku Bendahara Pembantu Bidang Retribusi, dan Tumino selaku Bendahara Kesekretariatan.

Terdakwa Deliana memberitahukan kalau dana UPT segera cair. Namun dari dana itu akan ada pemotongan sebesar 10 persen dari UP dan Ganti Uang GU di masing-masing bidang.

Pencairan dilakukan pada Maret hingga Desember 2015 melalui juru bayar, Akmal. Untuk melaksanakan instruksi Deliana, terdakwa Deyu meminta Akmal memotong 10 persen kepada bendahara.

Setelah terkumpul, dana itu disimpan ke dalam brankas yang diketahui oleh terdakwa Deliana dengan tulisan uang pemotongan UP dan GU. Uang itu dikeluarkan atas persetujuan terdakwa untuk membayar operasional seperti bahan bakar minyak, tivi kabel, honor, tiket pesawat, makan bersama dan lain-lain.

Pemotongan serupa juga dilakukan pada tahun 2016. Pemotongan ini berdampak pada masing-masing bagian di Bapenda Riau. Perjalanan dinas tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Akibat perbuatan itu negara dirugikan Rp1,23 miliar. Uang itu tidak bisa dipertanggungjawabkan terdakwa dan membuat SPPD tidak sesuai prosedur.


Tulis Komentar