Hukrim

Korupsi Anggaran Dinas Bapenda Riau Terisak Baca Pledoi, Deyu Merasa Ditumbalkan SF Hariyanto

Terdakwa Deyu tak kuasa menahan tangisnya saat membacakan pembelaan (pledoi) terkait kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas di Bapenda Riau.

GILANGNEWS.COM - Terdakwa Deyu tak kuasa menahan tangisnya saat membacakan pembelaan (pledoi) terkait kasus dugaan korupsi anggaran perjalanan dinas di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Riau. Deyu menyesalkan tindakan SF Hariyanto yang dinilai tidak membantunya, bahkan menjadikannya tumbal dalam perkara itu.

"Akhirnya saya harus berjuang untuk diri saya sendiri. Atasan saya, SF Hariyanto, walaupun sudah berjanji tidak akan menjadikan saya tumbal atas perbuatannya, tidak akan dapat membantu bawahannya," kata Deyu di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang diketuai Sulhanuddin, Senin petang (26/3/2018).

Deyu mengatakan, ia tidak punya kewenangan untuk mengeluarkan kebijakan. Apalagi mempergunakan anggaran dinas tanpa persetujuan kepala dinas yang saat itu dijabat SF Hariyanto.

Sebagai seorang ibu rumah tangga yang membesarkan anak-anaknya dan pekerja, Deyu menyatakan tak pernah terlintas di benaknya untuk melakukan perbuatan korupsi seperti dakwaan jaksa penuntut. "Pemikiran paling sempit pun tak akan senaif itu," ucapnya terisak.

Deyu menyatakan, ia tidak akan bisa memerintahkan atasannya untuk mengeluarkan anggaran. Menurutnya, tuduhan itu hanya untuk menutupi kesalahan kepala dinas yang telah gagal memimpin.

"Kegagalan kepala dinas tidak lagi bisa dikatakan sebagai kekhilafan akan tetapi jelas kesengajaan membiarkan kesembrawutan manajemen. Perbuatan itu sangat layak didakwaan jaksa penuntut terhadap kepala dinas," tutur Deyu.

Dengan suara serak, Deyu mengatakan jangankan membela bawahannya, untuk hadir di persidangan saja SF Hariyanto tidak mau. "Saya hanya akan mengatakan kepadanya, Anda sebagai kuasa pengguna anggaran, Anda sebagai kepala dinas, Anda sebagai pemimpin, dan Anda yang memerintahkan, Anda yang memegang kendali bawahan tapi setelah Anda gagal memimpin dengan benar, Anda meminta bawahan Anda untuk berkorban dan Anda jadikan tumbal," tutur Deyu.

Sambil terus menangis, Deyu menyatakan hampir seluruh masyarakat Riau membaca perkembangan perkara ini dengan seksama. "Masyarakat akan mengatakan tidak pantas Anda mengorbankan bawahan, padahal Anda adalah intelektual dader, adalah pelakunya. Anda tak sanggup melihat kenyataan," tegas Deyu.

Deyu meminta maaf kepada majelis hakim yang diketuai Sulhanuddin karena sudah menyebut-nyebut nama atasannya, SF Hariyanto di persidangan. "Namun bukan hanya saya yang jadi korban tapi ada empat perempuan lain lain dan bakal akan ada selanjutnya," ucap Deyu.

Deyu juga menyesalkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjatuhkan hukuman 2 tahun 8 bulan terhadap dirinya sangat mengejutkan. Tuntutan itu lebih tinggi dari Deliana, Sekretaris Bapenda Riau- sebelumnya Dispenda- yang merupakan atasannya.

"Tuntutan saya lebih tinggi dibanding atasan saya yang merupakan Eselon III. Walau beliau membantah, tapi saksi seperti Deci, Amira dan saksi-saksi yang hadir pada pertemuan pada Maret itu mendengar kalau diperintahan pemotongan 10 persen," tutur Deyu.

Bagi Deyu, perintah Deliana kepada bawahannya untuk pemotongan 10 persen tidak bisa berdiri sendiri. Kepala dinas mengetahui hal itu karena saksi Tumino melaporkan pemotongan itu kepada SF Hariyanto.

Untuk itu, Deyu berharap majelis hakim memberikan hukuman yang seadil-adilnya. Menurut Deyu, selama kasus ini, keluarga, dan anak-anaknya selalu berdoa agar dia terlepas dari fitnah.

"Kami yakin yang mulia akan berlaku seadil-adilnya. Kami yakin masyarakat Riau akan menjadikan putusan Yang Mulia sebagai sejarah penegakan hukum yang tidak akan lapuk dari hujan dan tak lekang di hari panas," harap Deyu.

Pada persidangan itu, tim penasehat hukum Deyu juga membacakan pembelaan. Mereka menilai jaksa menuntut Deyu tidak berdasarkan fakta persidangan. "Terlihat kalau tuntutan dibuat secara keliru dan terburu-buru," kata Kafitra Ampera, didampingi Denny Azani B Latief dan Indah.

Penasehat hukum juga menilai, banyak kebohongan yang coba ditutupi penuntut umum. Di antaranya, adanya permintaan uang dengan total Rp20 juta oleh SF Hariyanto yang tak pernah diungkap dengan jelas oleh JPU.

"Selain kami sudah meminta berulang kali menghadirkan SF Haryanto tapi tak datang juga. Akhirnya kami lelah dan tak lagi mau mengungkap adanya dugaan keterlibatannya. Penuntut Umum menutup fakta ada keterlibatan SF Hariyanto," jelas penasehat hukum.


Tulis Komentar