Nasional

Meski Telah Tangani 40 Ribu Pasien, Dokter Terawan Dipecat Karena Metode 'Cuci Otak'

1. Metode 'cuci otak' yang dipermasalahkan

Melansir dari Warta Kota metode yang diterapkan oleh dokter Terawan bagi penderita stroke ini menjadi masalah dan membuat IDI memecatnya.

Masalah tersebut pun berlarut-larut karena Kepala RSPAD dan anggota tim dokter Presiden enggan menanggapi undangan pemeriksaan terhadap praktik 'cuci otak' itu ke rekan sejawatnya di IDI.

IDI menilai dokter Terawan tidak terbuka dan selalu tak mau memberikan penjelasan di forum ilmiah kepada sesama sejawat kedokteran.

Padahal ada kecemasan akan keamanan dan risiko terapi tersebut untuk pasien.

Namun, dokter Terawan menjelaskan metode 'cuci otak' secara ringkas.

Yang sebenarnya adalah memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke.

Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada penyumbatan pembuluh dari di area otak.

Penyumbatan dapat mengakibatkan aliran darah ke otak bisa macet.

Jika ini terjadi, saraf tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.

Kondisi inilah yang terjadi pada pasien stroke.

Sumbatan itu lewat metode DSA dibersihkan sehingga pembuluhh darah kembali bersih dan aliran darah pun embali normal.

Ada cara lain, yaitu memasukkan cairan Heparin yang bisa memberi pengaruh pada pembuluh darah.

Cairan itu juga menimbulkan efek anti pembekuan darah di pembuluh darah.

"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi 'cuci otak'" jelas dokter Terawan.

Setelah menerapkan metode DSA inilah, nama dokter Terawan dan RSPAD menjadi melambung.

Banyak pasien yang datang berobat dan Terawan sampai menyediakan dua lantai ruangan di RSPAD khusus untuk menangani pasien stroke.

Bahkan cukup banyak tokoh yang sudah mencoba metode DSA ini.

Seperti contohnya Wapres Try Sutrisno, mantan kepala BIN Hendropriyono, tokoh pers Dahlan Iskan, dan juga istri sejumah figur publik lainnya.

Namun, metode ini mendapatkan penolakan paling keras dari Prof DR dr Hasan Machfoed, ketua Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia (Perdossi).

Ia menilai ada yang salah kaprah dari menerapkan metode ini.

HALAMAN SELANJUTNYA


Tulis Komentar