Nasional

Otoriternya Erdogan sampai minta UIN & 9 sekolah ditutup paksa

Gulen Vs Erdogan
Gilangnews.com - Perlawanan yang dilakukan rakyat Turki berhasil menggagalkan upaya kudeta yang dilakukan sekelompok tentara di pusat kota Ankara. Dengan berbondong-bondong, mereka tak takut menghadapi moncong senjata, padahal sudah banyak yang tewas ditembaki pasukan liar tersebut.
 
Tanpa menunggu lama, situasi mulai mereda. Tentara-tentara tersebut menyerah tanpa perlawanan, meski banyak di antaranya babak belur diamuk rakyat Turki.
 
Presiden Recep Tayyib Erdogan langsung bereaksi keras. Dia mengumumkan negara dalam keadaan darurat dan menangkapi siapapun yang dianggap terlibat dalam aksi kudeta, bahkan mengusulkan hukuman mati bagi seluruh pelakunya.
 
Tanpa menunggu lama, puluhan ribu orang ditangkapi, mulai dari para jenderal, perwira militer, jaksa, akademisi, bahkan anak-anak sekalipun. Sekolah-sekolah dan universitas dipaksa tutup. Tak hanya itu, Erdogan juga menuding Ulama Fethullah Gulen sebagai dalang dari kudeta tersebut.
 
Tindakan itu merujuk Dekrit Presiden Erdogan yang diteken pada 23 Juli lalu. Atas dasar beleid tersebut, pemerintah Turki menutup 1.043 sekolah swasta, 1.229 yayasan, serta 15 universitas di seluruh negeri, karena didanai oleh Gerakan Gulen yang disebut dalang kudeta militer.
 
Rupanya, upaya penutupan tak hanya dilakukan di negerinya sendiri. Melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia, Turki mendesak agar sejumlah sekolah di Indonesia, termasuk Universitas Islam Nasional (UIN) ditutup.
 
Alasannya cukup simpel, di mana Indonesia sedianya bersolidaritas untuk ikut menutup sekolah-sekolah pernah terkait PASIAD. "Langkah menutup sekolah-sekolah sejenis sudah dilakukan oleh negara-negara mitra Turki, di antaranya oleh Yordania, Azerbaijan, Somalia, dan Niger," tulis Kedubes Turki di situs resminya.
 
Sekolah-sekolah tersebut antara lain Pribadi Bilingual Boarding School, Depok; Pribadi Bilingual Boarding School, Bandung; Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School, Tangerang Selatan; Semesta Bilingual Boarding School, Semarang; Kesatuan Bangsa Bilingual Boarding School, Yogyakarta; Sragen Bilingual Boarding School, Sragen; Fatih Boys School, Aceh; Fatih Girls School, Aceh; dan, Banua Bilingual Boarding School, Kalimantan Selatan.
 
Meski begitu, Indonesia tak begitu saja menuruti permintaan tersebut. Arrmanatha Nasir selaku juru bicara Kemenlu, mengatakan pemerintah Indonesia sebetulnya tidak tertarik terlibat aktif dalam wacana seputar situasi Turki selepas kudeta.
 
"Indonesia tidak pernah ikut campur dengan masalah dalam negeri negara lain," ujarnya dalam pesan singkat yang diterima, Jumat (29/7).
 
Tak hanya itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan Muhadjir Effendy tidak mau sembarangan menutup sekolah-sekolah tersebut. Dia menilai desakan Turki itu harus dikaji dulu.
 
"Pasti kami akan cross check, akan dikomunikasikan secara bilateral dengan pemerintahan Turki juga," ujarnya saat dihubungi wartawan, Jumat (29/7).
 
Penutupan, menurut Muhadjir, hanya akan dilakukan pemerintah manakala ditemukan unsur-unsur kurikulum meresahkan masyarakat maupun peserta didik.
 
Pihak Yayasan Yenbu Indonesia yang menaungi Sekolah Pribadi akhirnya angkat bicara soal isu yang mengaitkan dengan gerakan Fethulla Gulen. Dengan tegas, yayasan membantah bahwa Sekolah Pribadi ada kaitannya dengan gejolak yang terjadi di Turki.
 
"Rilis yang dikeluarkan KBRT berisi tudingan tidak berdasar dan sangat tidak beretika dengan menyebut langsung nama-nama sekolah kami," kata juru bicara Yayasan Yenbu Indonesia, Ari Rosandi, Jumat (29/7).
 
Mampukah Turki mendesak Indonesia?  [P]
 
Sumber Merdeka.com


Tulis Komentar