Nasional

Penyanderaan dan perampasan harta penduduk 'lemahkan' gerakan Papua merdeka

OPM pada awalnya memahami posisi mereka sebagai organisasi separatis.

GILANGNEWS.COM - Peristiwa yang diklaim TNI sebagai penyaderaan 13 guru oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Lembah Arwanop, Kabupaten Mimika, Papua, pekan lalu, dinilai pengamat akan melemahkan upaya pemisahan diri provinsi itu dari Indonesia.

Menyerang, merampas, dan menyandera warga sipil dianggap bertentangan dengan tujuan utama kemerdekaan yang diperjuangkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan sayap militer mereka, Tentara Pembebasan Nasional OPM yang dituding TNI-Polri sebagai KKB.

Hal itu diungkapkan oleh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih, Marinus Waung, yang menyebut awalnya OPM memahami posisi mereka sebagai organisasi separatis.

Dengan demikian, tambah Marinus, kegiatan OPM tidak menyasar warga sipil, melainkan aparat negara namun prinsip itu dinilai meluntur seiring semakin banyaknya kelompok-kelompok baru di dalam OPM.

"Ketika mereka memperjuangkan Papua merdeka tapi menyakiti guru, tenaga kesehatan, membakar sekolah atau rumah sakit, itu membuat citra OPM terdegradasi. Itu kegagalan dalam perjuangan," kata Marinus via telepon, Minggu (22/04).

Merujuk keterangan Kepala Penerangan Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi, TPN-OPM yang menyandera 13 tenaga pengajar di Lembah Arwanop pekan lalu.

Aidi mengatakan sebagian dari yang disandera itu adalah mahasiswa yang Universitas Cenderawasih yang tengah praktek mengajar di Arwanop, tak jauh dari Tembagapura, kawasan pemukiman pegawai PT Freeport Indonesia.

Menurut Aidi, TPN-OPM berupaya menunjukkan eksistensi melalui penyanderaan tersebut: "Sesuai ultimatum yang mereka sebar di media sosial, mereka menyatakan perang terhadap TNI-Polri."

Aidi menyebut sebelumnya TPN-OPM juga pernah menyandera guru, yaitu dalam peristiwa yang diklaim pemerintah Indonesia sebagai penyanderaan dua desa di Distrik Timika, November 2017.

Namun pendeta Isak Ondowame, dari Gereja Kemah Injil, memiliki pandangan yang berbeda terkait 13 tenaga pendidik di Lembah Arwanop.

Pendeta yang mengklaim sebagai penghubung antara personel intelijen kepolisian dan pemegang komando TPN-OPM itu berpendapat yang terjadi sebenarnya bukan penyanderaan namun intimidasi atau ancaman.

Para tenaga pengajar itu, tambahnya, dievakuasi dari Arwanop karena bukan warga lokal.

"TPM-OPM hanya mengancam saja. Masyarakat pun sebenarnya juga diancam," jelas Isak saat dihubungi dari Jakarta.

BBC Indonesia telah berulang kali menghubungi Hendrik Wanmang, figur di TPN-OPM yang selama ini menjadi juru bicara gerakan tersebut, namun tidak mendapat jawaban.
Kelompok sempalan

Isak Ondonwame tak menampik kalau sejumlah anggota TPN-OPM ke luar dari hutan dan masuk ke kawasan pemukiman untuk merampas bahan makanan penduduk.

"Mereka menodong dengan senjata, menempeleng, demikian juga yang dialami guru-guru itu," tuturnya.

Namun menurut Isak, intimidasi dilakukan oleh orang per orang, bukan atas komando dari pimpinan TPN-OPM: "Satu orang yang berbuat, tapi semuanya (organisasi) kena. Itu perorangan, meski mereka bilang dari TPN-OPM."

Sementara itu Marinus -dosen FISIP Universitas Cenderawasih- mengatakan bahwa fenomena pegiat Papua merdeka yang mengintimidasi penduduk sejalan dengan pergantian kepemimpinan di pucuk organisasi OPM.

Merujuk penelitiannya tahun 2013, misalnya, Marinus menyebut OPM di Mimika sempat diketuai Kelly Kwalik dan ketika dia ditembak aparat keamanan tahun 2009 maka muncul sejumlah organisasi yang mengklaim bagian dari OPM.

"Embrio OPM lahir dengan merampas senjata aparat. Tindakan kriminal mereka lakukan untuk menunjukkan eksistensi."

"Ini berbeda dengan cara Kelly Kwalik yang memperjuangkan hak-hak dasar warga Papua, yaitu membebaskan tanah Suku Amungme dari Freeport," jelas Marinus.

Bagaimanapun, Kodam Cendrawasih mengklaim bahwa perlawanan terhadap tindakan kriminal TPN-OPM justru muncul dari masyarakat.

Kolonel Muhammad Aidi menjelaskan bahwa 13 guru yang sempat disandera itu akhirnya bebas setelah kepala desa dan sejumlah warga Lembah Arwanop berencana melawan dengan senjata panah tradisional dan batu.

"Kelompok itu kabur tapi setiap saat masih bisa turun ke kampung untuk merampas bahan makanan masyarakat saat kekurangan logistik," kata Aidi.

Sejak awal April lalu kondisi kampung-kampung di sekitar Tembagapura dilaporkan belum bebas dari tembak menembak antara TPN-OPM dan aparat keamanan.

TNI menyebut ada aparatnya yang gugur dalam operasi tersebut, demikian juga jatuh korban yang diklaim oleh pihak TPN-OPM sementara terjadi pembakaran rumah dan sarana umum milik warga sipil.


Tulis Komentar