Politik

Tas Sembako Rp3 M, Fadli Tuding Jokowi Kampanye Pakai APBN

Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut Jokowi sebagai presiden rasa capres.

GILANGNEWS.COM - Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon menyindir lelang pengadaan tas sembako presiden yang menelan anggaran senilai Rp3 miliar. Fadli menyebut Jokowi menggunakan anggaran negara untuk kepentingan kampanye jelang pemilihan presiden 2019.

"Harus dievaluasi dong, jelas. Itu, kan, saya katakan ini presiden rasa capres ya. Jadi jangan sampai presiden tapi bertindak sebagai capres. Dia melakukan kampanye terselubung menggunakan uang negara, gitu. Jadi enggak boleh itu, dan harus dihentikan," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/4).

Sebagai Wakil Ketua DPR, Fadli menyatakan lembaga legislatif tidak mengetahui anggaran pengadaan tas sembako yang digagas Kementerian Sekretariat Negara itu.

Ia beralasan DPR tidak membahas satuan anggaran di dalam satuan kerja yang menggunakan APBN.

"Jadi kami tidak tahu, anggaran itu gelondongan. Tentu nanti di komisi terkait bisa ditanyakan," ujarnya.

Pengadaan tas sembako presiden diketahui dari situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan.

Proyek pengadaan senilai Rp3 miliar itu dibuat 20 April 2018 dan diadakan oleh Kementerian Sekretariat Negara.

Dalam situs LPSE, biaya pengadaan tas tersebut masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 dengan nilai pagu paket sebesar Rp3 miliar dan Harga Prakiraan Sendiri (HPS) Paket sebesar Rp600 juta.

Fadli mengkritik itu lantaran anggaran negara sangat penting untuk menutupi berbagai hal, salah satunya ketika terjadi bencana. Ia berkata DPR beberapa kali harus patungan untuk memberi bantuan kepada korban bencana lantaran anggaran negara tidak tersedia.

"Jadi tidak boleh lah itu dan harus dihentikan," ujar Fadli.

Terpisah, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menyatakan bagi-bagi sembako yang dilakukan Jokowi tidak termasuk pelanggaran kampanye. Menurut Hasyim, bagi-bagi sembako merupakan wewenang Jokowi selaku presiden.

"Lha, wong dia presiden kok, dia kan presiden. Mau bantu wartawan beli kamera juga boleh," katanya di kantor KPU, Jakarta.

Hasyim mengamini bahwa Jokowi merupakan kandidat capres pada Pilpres 2019. Namun, saat ini Jokowi belum ditetapkan sebagai capres oleh KPU karena masa pendaftaran baru dibuka pada 4 Agustus dan masa kampanye baru dimulai pada 23 September.

Berbeda halnya jika Jokowi telah ditetapkan sebagai capres yang sudah resmi bakal berkontestasi di Pilpres 2019. Jokowi mesti berhati-hati dan harus memperhatikan aturan kampanye dari KPU yang hingga saat ini masih dalam tahap pembahasan dengan Komisi II DPR.

"Nah, yang perlu dihati-hati itu kalau nanti sudah jadi nyalon dan dia sudah ditetapkan jadi capres. Kalau sekarang kan pendaftaran capres aja belum," imbuh Hasyim.


Tulis Komentar