Nasional

Polisi Bantah Tembak Mati Warga Penolak Ukur Lahan di NTT

Konflik Tanah di Sumba Barat pada Jumat (27/4) lalu.

GILANGNEWS.COM - Polres Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur membantah telah menembak mati Poroduka, warga yang ikut aksi menolak pengukuran lahan di pesisir Pantai Marosi, Desa Patijala Bawa, Kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, pada Jumat (27/4) lalu. Polres Sumba Barat menyatakan kabar penembakan terhadap warga itu sebagai berita bohong alias hoaks.

"Dipastikan statement-statement (kabar penembakan warga) tersebut adalah hoaks, karena praktik di lapangan tidaklah seperti itu," demikian pernyataan resmi Polres Sumba Barat seperti dikutip dari laman berita resminya Tribata News, Sabtu (28/4).

Pernyataan tersebut berdasarkan hasil autopsi terhadap Poroduka, kemarin, yang menyimpulkan tak ada proyektil dalam tubuh korban.

Polres Sumba Barat masih menyelidiki lebih lanjut penyebab kematian Poroduka. Keluarga dan masyarakat diharap bersabar menunggu hasil dari tim ahli dan forensik.

"Disampaikan oleh tim medis, selama pelaksanaan autopsi yang disaksikan secara langsung oleh seluruh pihak yang hadir, bahwa tidak ditemukan proyektil di dalam tubuh korban," pernyataan Polres Sumba Barat.

Autopsi terhadap Poroduka dilakukan Biddokkes Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTT, Kompol dr Ni Luh Putu Eny Estuti dan Aiptu Pius Pala di Rumah Sakit Umum Daerah Waikabubak Kabupaten Sumba Barat.

Autopsi itu didampingi pihak medis RSUD Waikabubak serta keluarga korban dan berakhir sekitar pukul 13.40 WIT.

Sementara itu Kapolres Sumba Barat AKBP Gusti Maycandra Lesmana mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak terpengaruh atau mempercayai pernyataan terkait insiden ini yang tengah ramai beredar di media sosial.

Kabar penembakan terhadap Poroduka didapat dari Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi. Warga ditembaki dengan gas air mata dan tembakan peringatan oleh polisi yang mencoba membubarkan aksi penolakan.

Umbu juga mengatakan dalam proses pembubaran itu sejumlah warga lain mengalami luka, termasuk di antaranya seorang anak usia sekolah menengah pertama.

"Polisi, BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan perusahaan sedari awal memang sudah berupaya mengintimidasi warga dengan persiapan keamanan yang seolah-olah darurat. BPN juga harus bertanggungjawab atas peristiwa ini," kata Umbu kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/4).

Konflik di Desa Patijala Bawa bersumber dari perizinan PT. Sutra Marosi yang melakukan aktivitas pariwisata di pesisir Pantai Marosi.

Berdasarkan informasi dari warga, kata Umbu, luas HGB perusahaan yaitu 200 hektare tersebar di tujuh bidang. Tanah di bidang pertama dan kedua dianggap tanah terlantar, sementara bidang ketiga hingga ketujuh terindikasi tanah terlantar.

Umbu menuturkan warga menolak keberadaan PT. Sutra Marosi yang dinilai tidak memiliki legalitas yang jelas. Mereka pun menolak aktivitas pengukuran lahan oleh pihak dinas pertanahan dan perusahaan.

Proses mediasi sempat dilakukan oleh Bupati Sumba Barat namun tak menghasilkan titik temu. Warga terus mempertanyakan legalitas kepemilikan lahan tersebut. Sejak 1995 tanah yang disengketakan itu dibiarkan terlantar hingga kemudian kasus tersebut mencuat pada 2017.

Umbu mengatakan warga yang menolak pengukuran tanah pada dasarnya hanya meminta BPN menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah tersebut.


Tulis Komentar