Nasional

Dugaan main mata Polda Riau dan 15 Perusahaan kasus karhutla

Kebakaran Hutan Di Riau
Gilangnews.com - Polda Riau tengah dicurigai banyak lakukan main mata kepada 15 perusahaan diduga terlibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2015 lalu. Ini terkait dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada belasan korporasi itu. Padahal bencana asap kala itu begitu mengganggu.
 
Dewan Perwakilan Rakyat bahkan mencurigai bahwa Polda Riau memeras para perusahaan diduga terlibat itu ketika menjadikan tersangka. Hal itu disampaikan anggota komisi III DPR, Ruhut Sitompul. Dia bahkan mengibaratkan para perusahaan itu laiknya mesin ATM bagi kepolisian.
 
"Jangan-jangan perusahaan ini jadi ATM," kata Ruhut di Pekanbaru, Senin (1/8) kemarin.
 
Menurut Ruhut, di balik terbitnya SP3 tentu membuat masyarakat kecewa. Sebab, bencana kabut asap karhutla tahun 2015 lalu sangat berdampak buruk.
 
Maka itu, pihaknya merasa ada kepentingan ketika polisi melakukan penetapan kepada 15 perusahaan. "Penetapan tersangka untuk perusahaan jangan didasari kepentingan apapun, terutama karena ada permintaan pihak tertentu. Ini kita jadikan tersangka karena ada permintaan, nggak boleh. Memangnya karaoke ada lagu permintaan," kata politikus Partai Demokrat itu.
 
Anggota komisi III DPR lainnya, Masinton Pasaribu, juga mencurigai ada kejanggalan dalam penerbitan SP3 kepada 15 perusahaan itu. Dia meminta polisi meneliti ulang keluarnya surat diterbitkan Polda Riau kala itu di pimpinan Kapolda Riau Irjen Pol Dolly Bambang Hermawan.
 
"Masalah SP3 terhadap 15 perusahaan oleh Polda Riau harus diteliti ulang. Jangan lupa dampak besar asap pada tahun lalu, itu sampai ke negara tetangga. Presiden berkali-kali datang ke Riau, kok malah dihentikan," ujar Masinton.
 
Politisi PDIP ini tentu makin curiga adanya kongkalikong antara pejabat Kapolda Riau dalam kasus ini. Maka itu, jika terbukti adanya permainan antara perusahaan dengan pejabat Polda Riau, Masinton meminta agar dipidanakan.
 
"Bukan hanya copot jabatan, tapi yang terlibat ini sudah ikut dalam ranah kejahatan. Sanksinya dipidanakan, agar ada efek jera bagi penegak hukum yang bermain," tegasnya.
 
Dikeluarkannya SP3 kepada 15 perusahaan diduga terlibat karhutla juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melalui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Jokowi memintanya Kapolri Tito Karnavian dan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menindaklanjuti masalah ini.
 
"Saya sudah lapor ke Presiden. Presiden minta saya bicara dengan Kapolri dan Menteri Kehutanan, tentu ini masalah hukum harus hati-hati melakukan intervensinya karena ini wilayah hukum yang otonom," kata Teten di Jakarta, Kamis (28/7) lalu.
 
Teten menyebut bahwa tak menutup kemungkinan kasus pembakaran hutan ini akan dibuka kembali. "Kalau mungkin ada bukti lain penanganan kasus itu di lapangan memang dimungkinkan dibuka kembali ya harus dibuka kembali," katanya.
 
Meski demikian, Teten menjelaskan sanksi pidana bukanlah cara utama untuk membuat efek jera terhadap para pelaku pembakaran hutan. Sebab, dia meyakini sanksi administratif justru bisa lebih ampuh membuat para perusahaan pembakaran hutan tak mengulangi perbuatannya.
 
"Tapi tindak pidana bukan satu-satunya instrumen untuk membuat efek jera pembakar hutan, masih ada sanksi administratif, sanksi perizinan, ini sedang dibicarakan dengan Ibu Menhut," katanya.
 
Untuk diketahui, SP3 dikeluarkan setelah Polda Riau beralasan, secara hukum, fakta-fakta atau bukti material atas dugaan pelanggaran Undang-Undang yang dilakukan oleh 15 perusahaan itu, tidak memenuhi unsur untuk dijerat sebagai pelanggaran hukum.
 
Adapun 15 perusahaan itu adalah PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, dan PT Sumatera Riang Lestari. Lainnya adalah PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi, PT Partawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United dan PT Riau Jaya Utama.  [P]
 
Sumber Merdeka.com


Tulis Komentar