Nasional

Seminar tim kampanye Prabowo di UGM dibatalkan, dilema akademis dan politik praktis

Sudirman Said (kanan) mengklaim berhak berbicara di forum akademik meski kini menjadi anggota tim kampanye Prabowo-Sandiaga.

GILANGNEWS.COM - Seminar yang rencananya dihadiri dua anggota tim kampanye pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto Sandiaga Uno akhir pekan lalu batal digelar di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Pihak kampus mengklaim pencabutan izin seminar itu didasarkan pada pelanggaran prosedur penggunaan auditorium. Namun sikap UGM tetap dituding politis.

"Memang ada gedung berbayar yang bisa disewa umum, tapi fasilitas di dalam kampus hanya untuk kepentingan akademis," kata Iva Ariani, Kepala Bagian Humas UGM, Minggu (14/10).

"Siapapun yang menjadi pembicara, jika penyelenggaranya bukan organisasi fakultas, tak akan dizinkan, kecuali ada kerja sama," ucap Iva saat dihubungi.

Dua mantan menteri Kabinet Kerja, Sudirman Said dan Ferry Musyidan Baldan, dijadwalkan mengisi sebuah diskusi di Fakultas Peternakan UGM, 12 Oktober lalu.

Beberapa jam sebelum dimulai, panitia mengaku mendapat informasi pencabutan izin UGM atas acara bertajuk 'seminar kebangsaan kepemimpinan era milenial' itu.

Jibril Abdul Aziz, mahasiswa peternakan UGM yang berstatus ketua panitia seminar, menyebut seluruh perizinan telah tuntas dan diteken otoritas fakultasnya.

Seminar itu, kata Jibril, juga digelar bukan untuk tujuan politis, melainkan menggali kepemimpinan yang dibutuhkan era revolusi industri kekinian.

"Dari prodi peternakan hanya menyebut dikhawatirkan terjadi hal tak diinginkan, terjadi chaos," kata Jibril seperti dilansir Detikcom.

Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menganggap capres-cawapres dan anggota tim kampanye mereka tetap berhak berkegiatan di lingkungan kampus.

Fritz menilai tak ada yang politis dari diskusi yang hendak dihadiri Sudirman dan Ferry di UGM. Ia merujuk pasal 280 UU 7/2017 tentang Pemilu, yang memuat syarat peserta pemilu berkegiatan di lembaga pendidikan.

"Masa gara-gara pilpres, seseorang jadi tidak bisa sama sekali ke kampus. Boleh jika ada undangan."

"Selama tidak menyebarkan visi-misi atau program dan tak membawa alat peraga, dugaan pelanggarannya tidak ada," kata Fritz via telepon.

Bagaimanapun, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor, menyebut lembaga pendidikan seperti universitas wajib menjaga jarak dengan politik praktis. Namun, kata dia, prinsip itu tidak boleh membuat mahasiswa buta politik.

Firman mengatakan kehadiran politikus ke kampus seharusnya menjadi momen spesial karena mahasiswa dapat secara langsung berdiskusi dan berdebat dengan figur-figur itu.

Bukannya membatasi ruang akademik, kata Firman, pihak universitas semestinya hanya menjaga citra mereka, seperti logo, dimanfaatkan salah kandidat presiden dan wakil presiden.

"Bukan sterilkan kampus secara total sehingga imun dan antipolitik, harus ada jalan tengah agar mahasiswa bisa dapat asupan langsung dari orang tahu persoalan

"Tujuannya analisis mahasiswa bisa tajam dan bisa berdebat akademis," ucap Firman.

Diskusi antara mahasiswa dan politikus, kata Firman, biasa terjadi di kampus-kampus di negara lain.

Menurutnya itu kerap dilakukan figur oposisi pemerintah Inggris, Jeremy Corbyn dan politikus Amerika Serikat, Bernard Sanders.

"Kalau aturan kampus terlalu detail, bisa muncul kecurigaan, apakah ini strategi kelompok tertentu yang paranoid," kata Firman.

Jokowi tercatat sebagai alumni UGM. Ia tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 1980.

Meski begitu, UGM menyangkal tidak netral dalam pilpres 2019.

"Kami dekat dengan semua alumni. Kagama kekeluargaannya erat, dengan para gubernur, siapapun itu, yang alumni, hubungan kami dekat."

"Tapi secara politis, yang punya hak pilih itu individu, itu personal, tidak ada campur tangan institusi," kata Iva Ariani, juru bicara UGM.

Pasca pembatalan seminar di UGM itu, kini kubu Jokowi-Maruf Amin dan Prabowo-Sandiaga saling lempar tudingan.

Namun Bawaslu menyatakan pengawasan setiap gerak-gerik peserta pilpres terus dilakukan. Ketentuan tentang kegiatan kandidat di lembaga pendidikan pun tak akan diubah.

"Bawaslu dan KPU sepakat, itu ketentuan yang sudah terang-benderang di undang-undang. Tidak perlu pengaturan lebih lanjut karena menurut kami sudah jelas," kata Fritz Edward.


Tulis Komentar