Nasional

Pembakaran bendera: Jawaban atas empat pertanyaan terbesar Anda soal kasus ini

Pengunjuk rasa mengikuti aksi protes pembakaran bendera berkalimat Tauhid di lapangan eks MTQ Square, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (27/10/2018).

GILANGNEWS.COM - Peristiwa di Limbangan, Garut, Jawa Barat, berupa pembakaran bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid yang selama ini diidentikkan dengan HTI, terus jadi perdebatan.

Sejumlah unjuk rasa muncul di berbagai tempat memprotes pembakaran itu yang dianggap menodai Islam. Sementara Barisan Ansor Serbaguna (Banser) juga bergeming. Mereka meminta maaf namun kukuh pada keyakinannya bahwa yang dibakar sejumlah anggotanya itu adalah bendera dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang menurut mereka justru menyalahgunakan kalimat tauhid.

Mereka menandaskan, Hizbut Tahrir sudah dilarang di banyak negara, dan di Indonesia, HTI juga sudah dinyatakan terlarang.

Beberapa organisasi Islam berusaha meredakan situasi dengan berbagai pertemuan. Namun beberapa kalangan tetap merasa tidak puas dan dari waktu ke waktu melakukan unjuk rasa protes, termasuk yang dilakukan Jumat (2/11) ini oleh sejumlah orangdi Jakarta dan di beberapa tempat lain.

Kami mengundang pembaca untuk menyampaikan pertanyaan tentang pemberitaan topik ini. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda kami turunkan dalam artikel di bawah ini.

Apa alasan mereka membakar bendera dengan kalimat Tauhid? Kenapa bisa terjadi? (Pertanyaan dari Suhardi, S.Pd dan Anonim)

Peristiwa yang terjadi di Alun-alun Limbangan, Garut, pada Senin (22/10) itu terjadi di tengah peringatan Hari Santri. Menurut Kapolda Jawa Barat, Irjen Agung Budi Maryoto, para pembakar bendera yang berjumlah tiga orang menggunakan seragam Banser.

Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas membenarkan bahwa pembakar bendera itu merupakan anggota organisasinya. Namun ia menekankan bahwa bendera yang dibakar itu, kendati bertuliskan kalimat tauhid, merupakan simbol Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang dibubarkan pemerintah dan dinyatakan terlarang sejak Juli 2017.

Merujuk pemeriksaan sejumlah saksi, termasuk pengakuan orang yang membawa bendera yang dibakar itu, Polda Jawa Barat pun menyebut yang dibakar itu merupakan bendera HTI.

Menko Polhukam Wiranto menyebut bendera HTI juga terlihat pada peringatan Hari Santri di kota lain, salah satunya Tasikmalaya.

Wiranto juga menambahkan bahwa motif pembakaran itu, "Semata-mata ingin membersihkan pemanfaatan kalimat tauhid (yang) dimanfaatkan oleh organisasi HTI yang telah dilarang keberadaannya."

Juru bicara HTI yang sudah dibubarkan, Ismail Yusanto, dalam unggahan di akun Twitternya berkilah bahwa itu bukan bendera mereka sendiri.

Tiga orang pelaku pembakaran sudah menyampaikan permintaan maaf di Mapolres Garut pada Selasa (23/10) malam didampingi Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna.

Menurut mereka, perbuatan itu merupakan reaksi spontan karena saat acara peringatan hari santri yang mereka selenggarakan, ada yang membawa bendera yang merupakan 'simbol organisasi HTI yang sudah dilarang pemerintah."

"Saya di sini meminta maaf kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya umat Islam, apabila dengan peristiwa ini menjadikan ketidaknyamanan," kata salah seorang, seperti dikutip Kompas.

Tiga anggota Banser diperiksa Kepolisian Jawa Barat dan polisi menyebut bendera yang dibakar adalah bendera HTI.

Polda Jabar telah menjadikan Uus Sukmana sebagai tersangka karena membawa bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), sementara polisi juga menetapkan dua oknum Banser, F dan M, sebagai tersangka. Ketiganya dijerat dengan pasal 174 KUHP.

Sementara itu, pada Kamis (1/11), di depan wartawan, Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan bahwa pelaku pembakaran sudah diproses secara hukum, sehingga, "Kalau masih mau demo lagi jadi kita semua bertanya-tanya siapa mereka ini, kan gitu."

Apakah kasus ini terkait pemilihan presiden, di mana Banser/NU yang pro-pemerintah dicari-cari kesalahan mengenai HTI? (Pertanyaan dari Anonim)

Meski sudah ada permintaan maaf dari para pelaku pembakaran dan penyelidikan dari polisi, namun sekelompok massa tetap menggelar aksi demonstrasi 'bela Tauhid' yang digelar pada Jumat (26/10) lalu.

Dalam aksi yang berlangsung di depan kantor Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Jakarta, para pemrotes pembakaran bendera juga meneriakkan "ganti presiden."

Di tengah demonstrasi, seorang orator dalam unjuk rasa meneriakkan tagar 2019 ganti presiden. Menurutnya, Presiden Joko Widodo telah banyak melakukan kebohongan dan mengkriminalkan ulama dan dinilai anti-islam.

"Pemimpin yang bohong mau kita beri kesempatan dua periode atau tidak?"

Teriakan itu dijawab 'tidak' oleh massa.

Wakil Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ja'far Shodiq mengatakan bahwa aksi tersebut digelar karena ingin memperjelas peristiwa pembakaran bendera di acara peringatan Hari Santri Nasional pada tanggal 24 Oktober di Limbangan, Garut, Jawa Barat.

"Kita tunggu kapan akan dipertemukan, karena ini merupakan fitnah bagi umat Islam dan kita semua. Betul?!" ujar Ja'far Shodiq dari atas mobil bak terbuka.

Perkataan Ja'far itu disambut pekik takbir dari massa yang berunjuk rasa. Dia lalu mendesak agar Ketua Umum Banser, Yaqut Cholil Qoumas ditindak Kepolisian serta meminta maaf karena dianggap telah menghina Islam.

Pada hari yang sama, di media sosial muncul dua tagar berbeda yang populer digunakan, yaitu #PrabowoBersamaUlama dan #PrabowoBersamaHTI.

Tagar #PrabowoBersamaHTI digunakan dalam lebih dari 40.000 cuitan, menurut Spredfast, dan mereka yang menggunakannya kebanyakan adalah para pendukung Presiden Jokowi sebagai kandidat petahana.

Sementara itu, tagar #PrabowoBersamaUlama, menurut Spredfast, dalam jangka waktu yang sama digunakan dalam lebih dari 80.000 cuitan, dan kebanyakan digunakan oleh para pendukung pasangan capres-cawapres Prabowo-Sandiaga Uno.

Apa yang menyebabkan masyarakat muslim Indonesia begitu sentimen terhadap hal-hal yang berbau agama belakangan ini? (Pertanyaan dari M Aldila)

Menurut profesor kajian politik Islam Noorhaidi Hasan, "Masyarakat muslim Indonesia selalu merasa terancam. Perasaan itu berasal dari kecemasan menjadi korban musuh, yang bisa diidentifikasi sebagai kekuatan politik lain."

Kesimpulan ini berdasar dari penelitiannya pada tahun 2013 hingga 2014 di 20 provinsi, yang menemukan kencenderungan bahwa intoleransi yang berkembang di Indonesia disebabkan oleh keyakinan masyarakat pada konspirasi atau informasi yang kebenarannya diragukan.

Dengan adanya berbagai ajang politik yang digelar setiap tahun sejak 2014, menurut Noorhaidi, kecemasan akan konspirasi itu kemudian berkembang ke ranah politik.

"Dulu ada konspirasi zionis dan Barat, sekarang ada konspirasi tentang Cina yang bekerja sama dengan kekuatan politik lokal. Lawan politik punya kesempatan menggalang dukungan dengan mendengungkan perasaan terancam itu," kata Noorhaidi.

Polemik pembakaran bendera di Garut, menurutnya, mempertegas kajian itu.

Kenapa ormas terlarang memakai bendera Tauhid dalam setiap aksinya? (Pertanyaan dari H Rudi Hartono)

Mantan juru bicara HTI Ismail Yusanto menyangkal bahwa yang dibakar adalah bendera HTI meski bendera dengan tulisan Tauhid berwarna hitam dan putih -- yang disebut Ar Raya dan Liwa -- identik dengan bendera yang selalu dibawa saat organisasi itu melakukan aksinya.

Dalam akun Twitternya, Ismail Yusanto mengunggah video yang menyebut bahwa yang dibakar adalah bendera Tauhid.

"Bendera dan panji-panji Rasulullah" yang dimaksud oleh HTI adalah panji-panji yang disebut dengan Ar Raya berwarna hitam, dan bendera yang disebut dengan Liwa, berwarna putih.

Secara kasat mata, perbedaan keduanya hanya pada warna. Ar Raya berwarna hitam dengan tulisan putih, sedang Liwa berwarna putih dengan tulisan hitam.

Keduanya bertuliskan aksara Arab yang berbunyi "La illaha illallah, muhammada rasulullah," tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Namun berbagai kalangan membantah, dan menyerukan publik 'untuk tidak tertipu'. Seperti intelektual muda Islam yang sekarang jadi politikus PSI, Mohammad Guntur Romli. Menurutnya, bendera itu baru dikenalkan oleh Hizbut Tahrir pada tahun 2005.

"Penetapan Bendera Putih dan Bendera Hitam ini ada dalam buku Ajhizah Daulah Khilafah: Struktur Negara Khilafah: Pemerintahan dan Administrasi yang baru terbit tahun 2005, padahal organisasi Hizbut Tahrir sudah berdiri tahun 1953," kata Guntur Romli dalam sebuah pernyataan.


Tulis Komentar