Nasional

Pemkab Coret Bu Dokter Disabilitas Jadi PNS, Pusako: Melanggar UU

drg Romi Sofpa Ismael.

GILANGNEWS.COM - Pemkab Solok Selatan mencoret nama drg Romi Syofpa Ismael dalam seleksi CPNS 2018. Padahal, ia meraih ranking pertama. Alasannya, drg Romi disabilitas sehingga dinilai tidak memenuhi syarat sehat jasmani dan rohani.

"Bertentangan dengan Prinsip Penghormatan terhadap Hak Penyandang Disabilitas," kata penggiat Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Ikhbal Gusri kepada media, Senin (29/7/2019).

Secara internasional, prinsip umum penghormatan terhadap hak penyandang disabilitas dituangkan dalam Kovenan mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities). Kovensi ini ditetapkan pada 13 Desember 2006 dan telah diratifikasi oleh sedikitnya 173 negara di dunia. Indonesia meratifikasi kovenan tersebut pada 30 November 2011 melalui UU No 19 Tahun 2011.

"Kovenan ini menjamin hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan dan lapangan kerja. Pasal 27 angka 1 huruf b melarang diskriminasi atas dasar disabilitas terhadap segala bentuk pekerjaan, mulai dari tahap perekrutan hingga pengembangan karir," kata Ikhbal.

"Artinya tidak ada satu pun perbuatan yang dibenarkan dalam penentuan ketidak kelulusan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang didasarkan pada disabilitas," sambung Ikhbal.

Menurut Pusako, penyandang disabilitas pada dasarnya haruslah diperlakukan sama dengan masyarakat lainnya. Ketika standar penilaian berbasis kompetensi nilai telah ditetapkan sebagai syarat kelulusan, maka hal tersebut juga berlaku bagi penyandang disabilitas.

"Dalam kasus ini, drg Romi telah melewati seluruh tahapan seleksi CPNS tersebut dan bahkan mendapatkan posisi teratas dalam seleksi tersebut. Maka jelas keputusan Bupati Solok Selatan dalam menggagalkan drg Romi jelas bertentangan dengan prinsip jaminan mendapatkan pekerjaan dan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas," cetus Ikhbal.

UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas juga memberikan jaminan yang kuat bagi pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Pemenuhan hak penyadang disabilitas sebagaimana tercantum dalam pasal 2 UU Penyandang Disabilitas harus didasarkan pada asas-asas tertentu.

Asas tersebut antara lain adalah kesamaan kesempatan. Asas ini memberikan pengertian kepada kita semua, bahwa setiap orang termasuk penyandang disabilitas haruslah diberikan kesempatan yang sama. UU ini menjamin pemenuhan penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan.

"Keputusan untuk menggagalkan drg Romi tentu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hak penyandang disabiitas," kata Ikhbal lagi.

Pasalnya, drg Romi menempati peringkat pertama dalam seleksi CPNS tersebut. Selain itu, Pemberian stigma negatif kepada penyandang disabilitas dalam kasus ini dengan menganggap bahwa penyandang disabilitas dalam keadaan tidak sehat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan merupakan perbuatan yang juga bertentangan pasal 77 UU Penyandang Disabilitas. Pasal 77 UU Penyandang Disabilitas melarang pemberian stigma negatif kepada penyandang disabilitas.

Padahal drg Romi telah mendapatkan rekomendasi dari RSUD M. Djamil dan dinyatakan layak kerja serta juga mendapatkan rekomendasi dari dokter spesialis okupasi RSUD Arifin Achmad, Riau.

"Maka jelas tindakan menggagalkan drg Romi dengan alasan tidak sehat secara jasmani bertentangan dengan prinsip yang
diatur dalam UU Penyandang Disabilitas. Terhadap setiap orang yang yang melanggar pemenuhan hak tersebut maka dapat diancam dengan pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta ," ujar Ikhbal menegaskan.

Selain itu, sikap Pemkab Solok Selatan juga bertentangan dengan prinsip Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Secara internasional, Jaminan terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights).

Kovenan ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada 16 Desember 1966 yang telah diratifikasi oleh sedikitnya 164 negara. Indonesia meratifikasi kovenan tersebut melalui UU No 11 Tahun 2005.

Pada dasarnya kovenan tersebut menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa pembedaan apapun yang didasarkan pada suku, ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, pandangan politik, asal usul kebangsaan, kelas sosial, kelahiran, dan status lainnnya.

"Perlakuan berbeda yang merugikan penyandang disabilitas dalam memperoleh haknya untuk mendapatkan pekerjaan merupakan perbuatan yang dilarang dalam kovenan ini," ujar Ikhbal.

Terakhir, pencoretan nama drg Romi bertentangan dengan Prinsip Penentuan Kelulusan Rekrutmen CPNS. Pengaturan mengenai rekrutmen CPNS tahun 2018 diatur dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatul Sipil Negara (Menpan RB) Nompor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2018.

"Jika kita menggunakan pendekatan prinsip dan penentuan kelulusan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri tersebut, maka Keputusan Bupati Solok Selatan tersebut cacat secara materil. Melihat kondisi tersebut, maka Pusako mendesak Bupati Solok Selatan untuk mencabut kembali keputusan terkait drg Romi dalam seleksi CPNS tersebut dan mendorong pemerintah memberikan upaya untuk memenuhi hak-hak drg Romi selaku penyandang disabiltas," pungkas Ikhbal.

 


Tulis Komentar