Dunia

Tokoh Separatis Benny Wenda Respons Jokowi soal Kisruh Papua

Tokoh separatis Papua Benny Wenda.

GILANGNEWS.COM - Tokoh separatis Papua, Benny Wenda, menyebut pernyataan Presiden Jokowi tidak cukup meredakan kerusuhan yang telah berlangsung di Papua sejak awal pekan ini.

Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) itu mengatakan kerusuhan di Manokwari, Jayapura, dan Sorong semakin memperkuat alasan rakyat Papua berjuang untuk referendum kemerdekaan.

"Kata-kata Presiden Jokowi tidak cukup. Rakyat Papua tidak akan berhenti berjuang untuk meraih kesetaraan, pengakuan, dan referendum kemerdekaan," kata Benny melalui pernyataan yang dirilis di situs ULMWP pada Selasa (20/8).

"Peristiwa seperti ini menunjukkan mengapa kami telah lama berjuang untuk referendum kemerdekaan. Rasisme terjadi bersamaan dengan kolonialisme dan represif. Layaknya orang kulit hitam di Afrika Selatan yang berjuang melawan apartheid, perjuangan kami melawan rasisme juga merupakan bentuk perjuangan untuk menentukan nasib sendiri," ujarnya menambahkan.

Kerusuhan di Papua bermula ketika demonstrasi yang berlangsung rusuh terjadi di Manokwari, Jayapura, hingga Sorong. Warga di Manokwari serta Jayapura turun ke jalan, membakar sejumlah kendaraan hingga kantor DPRD Papua Barat.

Protes yang berlangsung rusuh itu dilakukan sebagai protes atas penangkapan puluhan mahasiswa Papua di Surabaya pada Minggu (18/8). Situasi mencekam di Manokwari dan Jayapura membuat sejumlah sekolah serta toko tutup hingga melumpuhkan lalu lintas.

Demi meredakan ketegangan, Jokowi melalui pidatonya di Jakarta, mengakui ada hal yang membuat masyarakat Papua tersinggung. Namun, ia mengajak masyarakat Papua bersikap memaafkan dan percaya kepada pemerintah.

Kata Jokowi, pemerintah berusaha menjaga kehormatan dan kesejahteraan masyarakat di Papua dan Papua Barat.

"Yakinlah pemerintah menjaga kehormatan dan kesejahteraan Pakce Mace, mama-mama yang ada di Papua dan Papua Barat," ujarnya.

Dalam pernyataannya, Benny turut mengecam penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya dan pengepungan asrama mereka.

Sejumlah anggota ormas yang mengepung asrama dan kepolisian yang sempat menangkap puluhan pelajar Papua itu disebut melakukan aksinya sambil melontarkan kata-kata rasial, seperti menyebut para mahasiswa sebagai monyet, anjing, hingga babi.

Menurut Benny, peristiwa yang terjadi di Surabaya merupakan pemantik kerusuhan di Papua dan semakin "menyalakan api rasisme, diskriminasi, dan penyiksaan yang dialami rakyat Papua."

"Setiap warga Papua tahu bahwa selama ini mereka dilihat sebagai warga kelas dua oleh Indonesia," kata Benny.

Benny mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terutama komisioner tingginya untuk HAM, Michelle Bachelet, untuk mengunjungi Papua. Benny, yang saat ini masih mengasingkan diri di Inggris, turut mendesak Indonesia untuk berhenti menghalangi Bachelet untuk melihat realita di Indonesia.


Tulis Komentar