Nasional

Akbar Tanjung Minta Suara Demonstrasi Mahasiswa Didengarkan

Ketua Dewan Penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Akbar Tanjung.

GILANGNEWS.COM - Ketua Dewan Penasihat Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Akbar Tanjung mengemukakan aspirasi yang akan disampaikan para mahasiswa dalam aksi demonstrasi pada Senin (30/9) harus diperhatikan pemerintah dan DPR.

"Kalau mengenai aspirasi dari para mahasiswa, harapan saya tentu aspirasi itu patut diperhatikan oleh para pemegang otoritas di republik kita ini," kata Akbar usai menghadiri perayaan Milad Ke-53 KAHMI di Jakarta, Ahad (29/9) malam seperti dilansir media.

Dia mengatakan dengan sistem demokrasi yang dianut Indonesia, maka setiap aspirasi diperbolehkan untuk disampaikan kepada pemerintah.

"Aspirasi yang mereka perjuangkan atau sampaikan itu harus betul-betul sejalan dengan idealisme mereka sebagai mahasiswa yang menghendaki adanya kehidupan yang adil dan kehidupan keadilan dan kebenaran," ujarnya.

Dia menilai semuanya mempunyai komitmen untuk bisa memberantas korupsi memperkuat institusi KPK. Itu, kata dia, sudah menjadi tekad semua masyarakat.

"Dan KPK selama ini sudah memperlihatkan kesungguhannya dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi," kata mantan Ketua DPR dan Ketum Golkar tersebut.

Sementara itu terkait wacana penerbitan Perppu KPK yang diusulkan mahasiswa serta para pegiat untuk membatalkan revisi UU Komisi Tindak Pidana Korupsi (KPK), Akbar menilai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) harus memiliki alasan kuat yaitu memenuhi unsur kondisi genting dan memaksa.

"Untuk pembuatan Perppu itu adalah hak konstitusional Presiden untuk menerbitkannya, yang penting adalah alasan-alasan utama dari penerapan Perppu itu terutama dalam hal keadaan genting dan memaksa," kata Akbar.

Dia menilai, Presiden sebelum mengeluarkan Perppu, lebih baik mendengarkan aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama sehingga kebijakan tersebut sejalan dengan aspirasi yang berkembang di kehidupan masyarakat Indonesia.

"Dalam konteks hari ini, tentu harus punya dasar kuat keluarkan Perppu. Alasan-alasan kuat agar Perppu itu mendapatkan apresiasi dari masyarakat, tentu diharapkan Presiden meminta masukan dari tokoh-tokoh yang tidak diragukan integritasnya," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan DPR RI, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).

Presiden menyampaikan hal itu seusai bertemu sejumlah tokoh-tokoh nasional di lokasi yang sama untuk membicarakan persoalan terkini bangsa seperti kebakaran hutan, RUU KUHP, UU KPK dan demonstrasi mahasiswa.

Di samping mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD yang ikut dalam pertemuan tersebut, Jokowi mengaku Perppu menjadi masukan utama dari para tokoh yang ia temui. Presiden juga belum dapat memastikan kapan ia akan menerbitkan Perppu UU KPK tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Mahfud mengatakan Perppu tak harus menunggu situasi genting. Mahfud menyebut Perppu bisa dikeluarkan atas subyektivitas Jokowi sebagai presiden.

"Kan memang sudah agak genting ini. Bisa juga hak subyektif presiden, menurut hukum tata negara. Tidak bisa diukur apa genting itu," kata Mahfud di samping Jokowi, di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9).

Mahfud mengatakan ketika seorang presiden sudah menilai bahwa perlu mengambil tindakan di tengah kritikan atas keputusan sebelumnya, maka hal tersebut bisa dilakukan.

"Presiden mengatakan 'ooh keadaan masyarakat dan negara begini saya harus ambil tindakan', itu bisa. Dan itu sudah biasa enggak dipersoalkan orang," ujarnya.

Sebelumnya, berbagai elemen mahasiswa dan pegiat menggelar unjuk rasa menolak RKUHP, revisi UU KPK, dan beberapa RUU lainnya yang dinilai tak berpihak atau mengancam rakyat. Unjuk rasa itu digelar di berbagai daerah di seluruh Indonesia, dari ujung barat hingga timur. Beberapa di antaranya adalah di Banda Aceh, Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Malang, Semarang, hingga Makassar.


Tulis Komentar