PKS Ragukan Komitmen Pemberantasan Korupsi Jokowi

Ahad, 08 Desember 2019

Presiden Joko Widodo.

GILANGNEWS.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyesalkan langkah Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada terpidana korupsi mantan Gubernur Riau Annas Maamun.

Anggota Fraksi PKS Bukhori Yusuf mengatakan grasi yang diberikan Jokowi tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Karena grasi Annas Maamun itulah, PKS meragukan komitmen Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

"Kalau kita lihat runut ke dalam bagaimana pemerintahan Jokowi jilid II-Jilid I itu kemudian mengeluarkan grasi terus terang kami sangat menyayangkan. Karena itu tidak sesuai dengan semangat pemberantasan korupsi," ujar Bukhori dalam acara diskusi di Jakarta, Minggu (8/12).

Dengan grasi itu, hukuman penjara Annas berkurang dari tujuh tahun menjadi enam tahun. Annas akan mengirup udara bebas pada tahun 2020. Annas dipenjara karena terbukti korupsi dalam alih fungsi hutan di Riau.

Bukhori menuturkan pihaknya tidak menerima alasan kemanusiaan seperti faktor usia untuk memberikan grasi kepada Annas. Dia berkata alasan itu terlalu subjektif.

Sebab, dia berkata, narapidana yang sudah lanjut usia seperti Annas jumlahnya sangat banyak. Berdasarkan data, dia mencatat ada 4.408 narapidana lansia yang hingga kira mendekam di dalam penjara dan tidak mendapat grasi dari Jokowi.

Lebih lanjut, Bukhori mencontohkan narapidana kasus tindak pidana terorisme Abu Bakar Baasyir yang tidak mendapat grasi dari Jokowi. Dia berkata Annas dan Baasyir adalah narapidana yang sama-sama terlibat dalam kasus tindak pidana extraordinary crime.

"Dan sisi usai lebih tua Baasyir. Dan kemudian dari sisi penyakit lebih complicated Baasyir," ujarnya.

Pada Maret 2018, Ketua MUI KH Ma'ruf Amin pernah mengklaim Presiden Joko Widodo setuju memberi grasi kepada terpidana terorisme, Abu Bakar Baasyir yang saat ini sakit-sakitan dan semakin sepuh. Namun pihak keluarga Baasyir menolak diberikan grasi.

Di sisi lain, Bukhori menyinggung pertimbangan Mahkamah Agung dalam pemberian grasi kepada Annas. Berdasarkan data, dia mencatat MA telah memberi diskon hukuman penjara kepada narapidana dalam tiga tahun terakhir.

Bahkan, kata dia, narapidana kasus korupsi pengadaan Crane di Pelindo II dibebaskan padahal divonis tujuh tahun penjara.

"Kalau saya bukan melihat siapa diberi grasi dan bagaimana diberi grasi, persoalannya apakah pemerintah sekarang betul-betul komitmen dalam pemberantasan korupsi apa tidak," ujar Bukhori.

Selain itu, Bukhori mengingatkan Jokowi harus benar-benar melakukan seleksi yang ketat dalam memberikan grasi. Dia tidak ingin grasi tidak berdasarkan rasa kasihan karena Annas sudah tua.

"Kalau logikanya adalah alasan kasihan, ada yang lain, banyak. Ada 4.408 yang manula di dalam lapas seluruh Indonesia. Pertanyaan saya, apakah sudah dilakukan tracking dan pemilihan mana yang sebenarnya perlu kasihan kemanusiaan mana yang tidak," ujarnya.

"Kalau itu dilakukan dalu lalu kemudian ini bagian dari pada itu saya kira bisa dimengerti. Kalau sifatnya jumput lalu asal pilih, tebang pilih, ya akhirnya kita bisa mengerti," ujar Bukhori

Bukhori menuturkan konsepsi pemerintah dalam rancangan UU KUHP yang telah disahkan memiliki semangat untuk mengurangi hukuman pidana pelaku korupsi. Dalam pasal 603, 604, dan 607 KUHP memiliki semangat mengurangi hukuman yang semula diatur dalam UU Tipikor.

"(UU Tipikor) pasal 2, 3, dan 11 yang itu hukumannya adalah empat tahun didiskon jadi dua tahun. Yang dendanya Rp100 juta menjadi Rp10 juta. Ini menunjukkan sesungguhnya komitmen pemberantasan korupsi bagi saya dalam pemerintahan Jokowi masih sangat dipertanyakan," ujar Bukhori.

Bukhori tidak mengelak putusan revisi UU KUHP merupakan hasil kesepakatan DPR dengan pemerintah. Akan tetapi, dia menegaskan pemerintah, dalam hal ini Presiden memiliki instrumen di luar UU, yakni Perppu, PP, dan Perpres.

"DPR cuma UU. Jadi satu banding empat. Karena itu saya lebih mempertanyakan komitmen pemerintah," ujarnya.

Bukhori menambahkan UU Nomor 5/2010 tentang Grasi menekankan aspek keadilan dan kepastian menjaga hak asasi manusia. Kedua hal itu, dia berkata menjadi pintu masuk bagi Jokowi untuk memberikan grasi kepada siapapun yang mendekam di penjara.

Lebih dari itu, dia menyinggung soal buruknya indeks persepsi korupsi di era Jokowi. Dia tidak melihat ada peningkatan drastis indeks persepsi korupsi semenjak Indonesia dipimpin Jokowi.