Eksepsi Ketua SP3S Pekanbaru Ditolak Hakim, Perkara Penipuan Berlanjut

Kamis, 13 Februari 2020

GILANGNEWS.COM - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menolak eksepsi atau keberatan terdakwa Al Asri atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan penipuan jual beli tanah.

Hakim memerintahkan, JPU melanjutkan perkara dan membuktikan perbuatan Ketua Serikat Pedagang Pasar Plaza Sukaramai (SP3S) Pekanbaru itu.

"Menyatakan, keberatan terdakwa atau penasehat hukum tidak diterima dan perkara harus dilanjutkan," ujar ketua hakim Mahyudin, didampingi hakim anggota Dahlia Panjaitan, dan Sarudi dalam putusan sela di PN Pekanbaru, Kamis (13/2/2020) sore.

Al Asri didakwa melakukan penipuan jual beli tanah seluas 1,5 hektare di Jalan Suka Makmur, Desa Tarai Bangun RT 02, Kabupaten Kampar. Setelah korban Muhammad Imran membayar uang muka Rp 200 juta, ternyata terdakwa menjual lagi tanah itu kepada orang lain.

Majelis hakim menyebutkan, perbuatan terdakwa harus dibuktikan di persidangan. JPU juga diperintahkan untuk menghadirkan saksi-saksi pada Kamis (20/2/2020). "Perkara dilanjutkan dengan pembuktian," kata Mahyudin.

Dalam perkara ini, terdakwa Al Asri tidak dilakukan penahanan badan. Majelis hakim memintanya untuk kooperatif menghadiri persidangan. "Kalau tidak kooperatif akan dialihkan (ditahan) karena akan mempersulit persidangan," tegas Mahyudin.

JPU Hasnah dalam dakwaannya menyebutkan, perbuatan terdakwa Al Asri terjadi medio Agustus 2018 silam. Berawal ketika Muhammad Imran dihubungi oleh Hanafi melalui handphone dan menawarkan tanah milik terdakwa Al Asri seluas 1,5 hektare. Tanah di Jalan Suka Karya itu dijual seharga Rp100 ribu per meter persegi.

Pada 28 Agustus 2018, Muhammad Imran bertemu dengan terdakwa Al Asri di Rumah Makan Bareh Solok. Hadir di pertemuan itu saksi Kasmi, dan Kepala Desa Tarai Bangun Andra Maistar.

Saat pertemuan itu dibicarakan kesepakatan harga tanah, status tanah serta kesediaan terdakwa menghadirkan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurut terdakwa tanah miliknya seluas 1,5 haktare dijual Rp1,5 miliar.

"Terdakwa menyebutkan tanah itu aman dan tidak ada permasalahan. Kalau saksi Muhammad Imran serius, diminta sebagai tanda uang jadi sebesar Rp50 juta," kata JPU.

Permintaan itu disetujui Muhammad Imran. Dia mentranfer uang Rp 50 juta ke rekening Bank BNI dan Bank Mandiri milik terdakwa, masing-masing sebesar Rp 25 juta.

Tiga hari setelah itu, Muhammad Imran bersama Marsum berangkat ke Desa Tarai Bangun untuk melihat lokasi tanah yang akan dibeli. Setelah dilakukan pengecekan, beberapa hari kemudian lahan dibersihkan untuk selanjutnya diukur bersama pihak BPN.

Namun setelah dua minggu, pihak dari BPN belum datang. Malah terdakwa Al Asri mengajak saksi untuk bertemu di Cafe Komplek Giant dan meminta uang Rp 100 juta agar bisa mendatangkan pihak BPN.

Percaya, Muhammad Imran kembali mentransfer uang Rp 100 juta ke rekening Bank Mandiri milik terdakwa. Satu hari kemudian, pada 19 September 2018, terdakwa kembali meminta uang Rp 50 juta dengan kesepakatan mendatangkan BPN untuk pengukuran tanah. Setelah itu baru dilakukan pelunasan pembayaran tanah.

Ditunggu, ternyata pihak BPN tak kunjung datang. Masalah justru muncul ketika Muhammad Imran ditelpon oleh saksi Alfian Bachtiar yang mengatakan kalau dirinya akan membeli tanah milik terdakwa, jika Muhammad Imran tidak jadi membelinya.

Muhammad Imran mempersilahkan saksi Alfian membeli tanah itu, asalkan uang yang sudah diserahkan kepada terdakwa Al Asri dikembalikan. Tanpa sepengetahuan korban, ternyata terdakwa telah menjual tanah miliknya kepada Alfian pada 30 November 2018.

Tidak terima, Muhammad Imran mendatangi terdakwa Al Asri di toko tekstil miliknya di Jalan HOS Cokro Aminoto dan meminta uang Rp 200 juta dikembalikan. Terdakwa tidak mau mengembalikan uang tersebut dengan alasan korban tidak menepati janji pelunasan.

Terdakwa juga mengaku, dirinya mengalami kerugian karena telah membayar uang muka (DP) pembelian tekstil di Jakarta. Dia menyalahkan korban karena tidak melunasi pembayaran pembelian tanah hingga uang DP-nya hangus.

Tidak terima, korban melapor ke polisi. Terdakwa dijerat dengan Pasal 378 KUHPidana atau Pasal 372 KUHPidana.