Sudah Berkekuatan Hukum Tetap, Puskopkar Riau Mulai Inventarisir dan Kuasai Aset

Selasa, 19 Mei 2020

PEKANBARU - Pusat Koperasi Karyawan (Puskopkar) Riau mulai menginventarisir aset-aset koperasi yang berada di Kabupaten Kampar dan Rokan Hulu.

Langkah ini sejalan dengan putusan pengadilan Mahkamah Agung (MA) bernomor 2328 K/Pdt/2018 tertanggal 13 November 2018 lalu, tentang penolakan dan membatalkan gugatan perdata H. Ronni Abdi Cs (putra Mantan Ketua Puskopkar alm H. Arbi), yang menginginkan kepengurusan di Puskopkar Riau.

Upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang juga sempat diajukan penggugat, juga mendapat penolakan serupa dari para hakim PK.

Dengan begitu, setelah adanya kekuatan hukum tetap, Puskopkar dibawah kepengurusan Albeny Yuliandra selaku ketua dan Nusirwan selaku sekretaris, segera akan membenahi keorganisasian Puskopkar, yang diawali menginventrasir dan penguasaan aset.

Secara teknis, proses inventarisir dan penguasaan aset ditandai dengan pemasangan plang di sejumlah titik aset Puskopkar, yang dilakukan serentak di hari yang sama, Selasa (19/5).

"Kita inventarisir dan kuasai dulu aset. Setelah itu baru nanti kita akan siapkan rapat pengurus dan anggota, untuk menentukan langkah-langkah organisasi kedepan," ujar Albeny di sela-sela proses inventarisir aset di Pandau Permai, Siak Hulu, Kampar.

Aset-aset yang dimaksud, di antaranya Pasar Tradisional Pandau Permai, ruko 14 unit di Pandau Permai, lahan kosong 12,5 ha di Pandau Permai dan lahan sawit 350 ha di Rokan Hulu.

"Alhamdulillah, proses di lapangan berlangsung lancar. Terima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung. Setelah ini, kita akan hidupkan kembali kegiatan bisnis koperasi sebagaimana mestinya," kata Albeny.

Terkait penolakan hakim agung pada sidang Kasasi MA yang membatalkan gugatan perdata H. Ronni Abdi Cs yang menginginkan kepengurusan di Puskopkar Riau, menurut Albeny putusan tersebut, sudah sangat tepat, karena materi gugatan yang disampaikan oleh penggugat H. Ronni Abdi Cs, tidak didukung dengan dokumen-dokumen yang legal.

Di antaranya penggugat diduga membuat dokumen palsu terhadap Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2008, 2009 dan RAT 24 Mei 2014. Hal ini juga didukung lewat surat yang dikeluarkan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Pekanbaru. 

"Ternyata koperasi-koperasi karyawan yang mereka ajukan tidak terdaftar sebagai Badan Hukum dan juga tidak pernah menjadi Anggota Puskopkar Riau. Ini jelas bertentangan dengan undang-undang perkoperasian dan Anggaran Dasar Puskopkar Riau," ujar Albeny, dibenarkan sekretarisnya, Nusirwan.

Atas dugaan pemalsuan tersebut, pihaknya juga sudah membuat laporan polisi ke Mapolda Riau beberapa waktu lalu, bersama 3 laporan kasus dugaan pemalsuan lainnya, yang dilakukan oleh penggugat cs. 

"Laporan ini sudah berlangsung 2-3 tahun lalu. Artinya sudah cukup lama mengendap. Untuk itu kita juga berharap untuk diproses cepat dan tuntas oleh kepolisian,” kata Albeny.

Terhadap dugaan pidana pemalsuan ini, pihaknya juga sudah melaporkannya kepada Ketua Umum Pengurus Induk Koperasi Karyawan (Inkopkar), Prof. Dr. Ir. Fadel Muhammad di Jakarta.

"Alhamdullah, Pak Fadel Muhammad yang kini menjabat Wakil Ketua MPR RI sangat mendukung langkah-langkah hukum yang sudah kami lakukan dan Beliau juga sudah menyurati Polda Riau, agar proses hukumnya dipercepat," katanya.

Langkah ini juga mendapat dukungan dari Dewan Koperasi Indonesia Pusat (DEKOPIN) selaku mitra pemerintah dalam rangka pembinaan dan pengembangan Koperasi. "Dekopin juga turut menyurati Polda Riau dengan harapan yang sama, agar empat laporan dugaan pemalsuan yang sudah dilaporkan untuk segera diproses tuntas, karena sudah cukup lama sekali," tambahnya.

Akibat lambatnya proses hukum tersebut, penggugat masih bebas menguasai surat-surat berharga dan aset Puskopkar lainnya secara tidak sah. Lalu dampaknya, tugas-tugas perkoperasian Puskopkar Riau, juga tidak dapat berjalan optimal.

"Penggugat berpendapat bahwa mereka adalah ahli waris dari ketua lama (almarhum H. Arbi). Sehingga dianggap berhak menguasai aset Puskopkar. Itu adalah salah besar, karena dalam undang-undang koperasi tidak mengenal istilah ahli waris. Apalagi Puskopkar Riau ini adalah jenis koperasi sekunder yang keanggotaannya terdiri dari koperasi-koperasi primer yang sudah berbadan hukum  di Wilayah Provinsi Riau," bebernya. 

Untuk itu, setelah persoalan ini memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah), maka semua pihak diharapkan menghormatinya. Sehingga operasional koperasi bisa kembali berjalan dengan baik, sebagaimana mestinya, untuk kesejahteraan anggota.

"Sekarang proses hukumnya sudah inkrah. Untuk itu mari kita hormati bersama putusan hukum ini, agar tidak menimbulkan preseden buruk di kemudian hari. Untuk aset-aset yang ada, serangkan kepada organisasi untuk dikelola sebagaimana mestinya,” harapnya. (*)