Sebut Prabowo, Mega Klaim Berontak Jika Lahir saat Penjajahan

Jumat, 11 Juni 2021

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengaku akan berontak jika sudah lahir di masa penjajahan (CNN Indonesia/Andry Novelino)

GILANGNEWS.COM - Presiden kelima RI yang juga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengaku akan melancarkan pemberontakan jika hidup di masa penjajahan Belanda sambil mengklaim persetujuan dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Hal itu ia katakan usai diberikan gelar profesor kehormatan di kampus Universitas Pertahanan yang mana Prabowo turut hadir dalam acara.

 
 

"Saya kalau sudah lahir di sana saya sudah ikut berontak. Tentu Pak Prabowo juga setuju," kata Megawati di kampus Universitas Pertahanan, Jumat (11/6).

Ia pun mengkritisi soal pendapat berbagai kalangan terkait durasi penjajahan Belanda di Indonesia selama 350 tahun. Megawati ingin para sejarawan meluruskan hal itu.

"Saya sering bertemu dengan para ahli sejarah. Saya bilang tolong dong diperiksa kembali apa benar kita dijajah 350 tahun? Kok orang yang dijajahnya senang banget," kata Megawati.

"Apa ya iya toh? Mbok saya lihat dari masa perjuangan sebelum kemerdekaan itu kan kita sporadis. Apakah itu tak termasuk atau dihitung tak runtun?" tuturnya.

Megawati juga menceritakan bahwa ayahnya, yakni Presiden pertama RI Sukarno, selalu memberi pandangan tentang Indonesia yang begitu kaya. Indonesia, kata Megawati menirukan Sukarno, adalah Zamrud Khatulistiwa.

"Waktu anak-anak saya enggak tau apa itu zambrud. Begitu saya senang baca saya cari dari ensiklopedi batu-batuan. Lho zamrud itu batu yang indah. Itu menyamai berlian," katanya.

Setelah itu, Megawati lalu paham tentang kekayaan Indonesia yang dimaksud ayahnya. Dia kemudian menentang praktik penjajahan terhadap Indonesia di masa silam yang mana sangat merugikan pribumi.

"Belum lagi jalur sutera, rempah-rempah," katanya.

Diketahui, Megawati memiliki riwayat perlawanan terhadap rezim Orde Baru saat menjadi kader PDI. Ketika popularitasnya makin meningkat dan berlanjut menjadi Ketua Umum PDI, aparat dan massa bayaran disebut melakukan 'kudeta'.

Peristiwa berdarah pada 27 Juli 1996 itu kemudian dikenal sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim dari Kerusuhan dua puluh tujuh Juli). Pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, itu pun memakan korban.

Hasilnya, kursi Ketum PDI diduduki oleh Surjadi yang manut Orba. Mega pun keluar dan beberapa tahun kemudian membentuk PDIP.