Ini Dampak Sosial Jika PPN Naik, Pajak Pendidikan-Sembako Diterapkan

Sabtu, 12 Juni 2021

Ilustrasi.

GILANGNEWS.COM - Pemerintah berencana untuk memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor pendidikan hingga kebutuhan bahan pokok. Ternyata kebijakan pemerintah ini bisa memberikan dampak sosial ke masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Sosiolog dari Universitas Nasional, Sigit Rohadi. Awalnya Sigit menjelaskan dampak langsung yang bisa terjadi pada masyarakat jika bahan-bahan pokok dikenakan PPN.

"Kalau itu dilaksanakan, betul-betul dilaksanakan pengenaan pajak, tentu akan memberatkan masyarakat bawah, masyarakat yang selama ini menikmati atau mengkonsumsi barang-barang, katakanlah sembako dengan pendapatan yang pas-pasan," kata Sigit saat dihubungi, Jumat (11/6/2021).

Sigit lantas mengungkap fakta dimana masyarakat yang berada di garis kemiskinan dan turun di bawah garis kemiskinan menghabiskan 60-70 persen pendapatannya untuk kebutuhan pokok. Dengan demikian, jika pajak dikenakan pada bahan pokok tersebut, maka kualitas hidup masyarakat akan semakin menurun.

"Kalau barang-barang kebutuhan pokok dikenakan pajak, tentu pengeluaran untuk kebutuhan pokok akan berlipat-lipat sehingga mereka akan tidak mampu memenuhi kebutuhan barang sekunder atau tersier. Kalau itu (pajak) betul diterapkan bisa dipastikan kualitas hidup masyarakat yang lapisan bawah akan semakin menurun, angka kemiskinan akan meningkat lebih cepat dibandingkan periode periode sebelumnya," ucapnya.

Tak hanya itu, Sigit juga menjelaskan dampak sosial pada sektor pendidikan jika wacana PPN pendidikan juga diterapkan oleh pemerintah. Dia mengungkap kondisi murid dengan keluarga menengah ke bawah akan semakin terhimpit jika itu benar-benar diterapkan.

"Dengan demikian anak-anak yang masyarakatnya berpendapatan menengah ke bawah itu hanya kebagian sekolah yang kurang kompetitif dan sekolah swasta. Kalau sekolah juga dikenakan pajak, maka mereka mendapat pukulan 2 atau 3 kali lipat untuk pengeluaran, ini yang semestinya dipertimbangkan dengan serius para pembuat kebijakan di Kemenkeu," ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ, Sigit menyebut ada dampak berkepanjangan yang akan timbul jika pemerintah serius menerapkan kebijakan pajak pada kebutuhan pokok. Menurutnya kriminalitas akan meningkat karena masyarakat yang kesulitan akan cenderung mencari cara termudah untuk memenuhi kebutuhan.

"Kalau itu berkepanjangan tentu kriminalitas akan meningkat, karena meningkatnya, atau penggunaan pendapatan, atau pendapatan pas-pasan yang digunakan memenuhi kebutuhan pokok ini akan membuat masyarakat untuk mencari cara yang lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan mereka," jelasnya.

"Nah apalagi di era pandemi ini angka pengangguran, angka pemutusan hubungan kerja atau PHK juga tinggi sekitar 5 juta orang terkena PHK. Nah kalau ini terjadi tentu persaingan untuk mendapatkan barang itu sangat tinggi, itu berarti kriminalitas juga akan meningkat," lanjutnya.

Sigit pun meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang pengenaan pajak untuk sektor pendidikan dan kebutuhan pokok. Dia menilai sebaiknya pemerintah mengenakan pajak pada barang-barang kebutuhan sekunder dan tersier.

"Sebaiknya dipertimbangkan, dipikirkan ulang untuk mengenakan pajak pada barang kebutuhan pokok yang berkaitan dengan sembako. Pajak sebaiknya dikenakan kepada barang-barang sekunder, barang-barang kebutuhan mewah, daripada menaikkan kebutuhan pokok, lebih baik menaikkan pajak di restoran, pajak hotel, kemudian pajak kendaraan yang jelas-jelas dikonsumsi kalangan menengah ke atas, itu lebih tepat," tuturnya.