"Mereka Memperkosa Kami dan Membuat Kami Kelaparan"

Kamis, 12 Agustus 2021

Seorang perempuan berjalan di depan sebuah rumah yang hancur di Tigray. ©Eduardo Soteras/AFP

GILANGNEWS.COM - Pasukan Ethiopia dan Eritrea memperkosa ratusan perempuan dan gadis selama perang Tigray, menjadikan beberapa dari mereka target budak seksual dan mutilasi. Hal ini diungkapkan Amnesty International dalam laporan setebal 36 halaman.

Berdasarkan wawancara dengan 63 orang penyintas, laporan yang diterbitkan pada Rabu menyoroti momok baru yang sedang diselidiki oleh pejabat penegak hukum Ethiopia, dengan setidaknya tiga tentara dihukum dan 25 lainnya didakwa.

Beberapa penyintas mengatakan mereka diperkosa beramai-ramai saat ditahan selama berminggu-minggu. Penyintas lain mengungkapkan diperkosa di depan anggota keluarga mereka.

Penyintas lainnya melaporkan, beragam benda dimasukkan ke dalam vagina mereka seperti paku dan kerikil, yang menurut Amnesty “menyebabkan kerusakan yang bertahan lama dan mungkin tidak dapat diperbaiki”.

“Jelas bahwa pemerkosaan dan kekerasan seksual telah digunakan sebagai senjata perang untuk menimbulkan kerusakan fisik dan psikologis yang berkepanjangan pada perempuan dan anak gadis di Tigray,” kata Sekretaris Jenderal Amnesti, Agnes Callamard, dikutip dari Al Jazeera, Rabu (11/8).

“Ratusan orang telah menjadi sasaran perlakuan brutal yang ditujukan untuk melecehkan dan merendahkan mereka.”

“Keparahan dan skala kejahatan seksual yang dilakukan sangat mengejutkan, sama dengan kejahatan perang dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan.”

'Kami semua diperkosa'

Ethiopia Utara dilanda kekerasan sejak November setelah Perdana Menteri Abiy Ahmed mengerahkan tentara ke Tigray untuk menyingkirkan partai regional yang berkuasa, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).

Dia mengatakan langkah itu sebagai respons atas serangan TPLF di kamp tentara federal.

Saat konflik memburuk, para pekerja penyalur bantuan berjuang mencapai populasi yang saat ini tak bisa tersentuh. Menurut PBB, saat ini ada 400.000 orang yang menghadapi kelaparan di Tigray.

Amnesty menyatakan, tersangka pelaku pemerkosaan termasuk tentara pemerintah, pasukan dari negara tetangga Eritrea, termasuk pasukan keamanan dan pejuang milisi dari wilayah Amhara.

Lebih dari 12 penyintas menyampaikan kepada Amnesty, mereka diperkosa hanya oleh tentara Eritrea, sementara yang lainnya mengatakan pelakunya adalah tentara Eritrea dan Ethiopia.

“Mereka memperkosa kami dan membuat kami kelaparan. Ada banyak yang memperkosa kami secara bergiliran,” kata seorang penyintas berusia 21 tahun yang ditawan selama 40 hari.

“Kami termasuk dari 30 perempuan yang mereka culik. Kami semua diperkosa.”

Amnesty menekankan, tindakan kekerasan seksual meluas dan bertujuan untuk menciptakan ketakutan dan menghina para korban dan kelompok etnis mereka.

Para tentara dan milisi kerap menggunakan kalimat-kalimat kasar, hinaan, dan ancaman. Beberapa penyintas mengatakan pemerkosa mereka mengatakan kepada mereka, “Ini yang pantas kalian terima” dan “Kalian menjijikkan”.

Penyelidikan berlanjut

AFP sebelumnya telah mewawancarai sejumlah penyintas pemerkosaan massal yang dilakukan tentara Ethiopia dan Eritrea.

Pada Rabu, Amnesty menyampaikan fasilitas kesehatan di Tigray mencatat 1.288 kasus kekerasan berbasis gender dari Februari-April 2021, walaupun para dokter menyatakan banyak penyintas yang tidak mendatangi fasilitas kesehatan.

Menurut Amnesty, para penyintas pemerkosaan masih menderita komplikasi kesehatan fisik dan mental yang parah.

Sementara itu banyak penyintas yang mengeluhkan trauma fisik seperti pendarahan yang terus menerus, sakit punggung, imobilitas dan fistula. Selain itu ada juga penyintas yang positif HIV setelah diperkosa.

Pada Februari lalu, Menteri Perempuan Ethiopia, Filsan Abdullahi Ahmed menyampaikan tidak ada keraguan telah terjadi pemerkosaan di Tigray. Sebuah satgas yang dia bentuk sejak saat itu mengirim laporan ke kantor kejaksaan agung.

Pada Selasa, Filsan mengatakan kepada AFP, menjadi kewenangan pejabat penegak hukum untuk menetapkan skala kejahatan tersebut dan siapa yang bertanggung jawab.

“Menurut saya mereka melakukan yang terbaik. Mereka harus berangkat dan benar-benar menyelidiki secara menyeluruh sebelum mereka mengidentifikasi siapa yang melakukan kejahatan tersebut.”

“Saya lebih suka mereka bergerak lebih cepat sehingga saya dapat mengatakan keadilan telah ditegakkan, dan saya berharap kita akan melihat keadilan ditegakkan."

Pada Mei, kantor kejaksaan agung menyampaikan tiga tentara dinyatakan bersalah dan dipenjara karena kasus pemerkosaan. Selain itu tambahan 25 personel telah didakwa dengan “melakukan tindakan kekerasan seksual dan pemerkosaan”.

Kantor kejaksaan agung juga mengatakan penyelidikan berlanjut.