UU Kepolisian Digugat ke MK, Buntut Tayangan Patroli Yang Kerap Permalukan Orang

Selasa, 23 November 2021

Gedung Mahkamah Konstitusi.

GILANGNEWS.COM - Aktivitas aparat kepolisian ketika melakukan patroli seringkali memeriksa atau memarahi orang yang berpotensi merendahkan manusia. Apalagi kegiatan itu dibarengi dengan tayangan kebutuhan konten video bagi stasiun televisi, youtube atau media lainnya.

Atas hal itu, Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga yang didampingi kuasanya, Eliadi Hulu melayangkan permohonan gugatan uji materiil atau judicial review (JC) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana permohonan yang terdaftar nomor perkara 60/PUU-XIX/2021. Terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian terhadap UUD 1945.

"Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri." bunyi pasal tersebut.

Eliadi Hulu menjelaskan posisi pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan aktivitas sehari-hari di luar rumah. Turut berpotensi diperiksa aparat kepolisian ketika melakukan pengecekan identitas pribadi sesuai dengan amanat Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Kepolisian.

"Para Pemohon mendalilkan telah timbul rasa kekhawatiran dan ketakutan dalam diri para Pemohon ketika melakukan aktivitasnya kemudian diberhentikan oleh petugas kepolisian guna pemeriksaan identitas atau tanda pengenal diri sebagaimana amanat pasal a quo," kata Eliadi Hulu selaku kuasa para Pemohon, dikutip melalui keterangan di situs MK, Selasa (23/11).

Meski kegiatan patroli tersebut sering kali dilakukan pada malam hari tidak tertutup kemungkinan dilakukan juga pada siang hari yang berpotensi merugikan para pemohon.

"Saat pemeriksaan juga terdapat tindakan petugas kepolisian yang kerap kali memarahi, membentak, meneriaki orang yang sedang diperiksa, hingga melakukan gerakan-gerakan yang mengarah pada perendahan harkat dan martabat manusia," jelasnya.

Adapun dia mencontohkan kegiatan patroli yang dimaksud kerap disaksikan melalui tayangan televisi yaitu dalam Program 86 dan Jatanras yang dinaungi oleh Stasiun Televisi Net TV dan Program The Police yang dinaungi oleh Stasiun Televisi Trans7.

Termasuk, dalam kanal youtube yang menayangkan hasil rekaman video tersebut adalah kanal Trans7 Official dan 86 & Custom Protection serta kanal-kanal lainnya yang menampilkan tindakan- tindakan kepolisian dalam melakukan pemeriksaan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.

Dari gambaran itu, para Pemohon menilai jika tindakan aparat melihat identitas orang yang sedang diperiksa, di bawah pengaruh alkohol atau tidak, melakukan salah atau tidak.

Padahal itu bukan merupakan alasan bagi petugas kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada perendahan martabat manusia.

"Apalagi tindakan tersebut dilakukan sambil direkam dan ditayangkan di televisi atau youtube atau media lainnya sehingga dapat disaksikan oleh khalayak umum," jelasnya.

"Para Pemohon juga mengkhawatirkan adanya potensi rusaknya mental para Pemohon yang disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan setelah hasil rekaman tersebut diakses oleh khalayak umum," tambahnya.

Tanggapan Majelis Hakim

Pada kesempatan yang sama, Ketua Panel Hakim Manahan MP Sitompul menilai sistematika permohonan para Pemohon sudah baik, sudah mengikuti Peraturan MK (PMK) No. 2 Tahun 2021.

"Hanya saja, Manahan belum melihat alasan permohonan para Pemohon sesuai dengan dasar pengujian," tuturnya.

Di sisi lain, Manahan melihat pasal yang diuji seolah-olah berdiri sendiri. Padahal ada sejumlah pasal yang bisa lebih diuraikan selain pasal yang diuji.

Senada dengan hal itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh juga ikut memberikan sejumlah catatan terhadap permohonan para Pemohon.

"Di antaranya, dalam Kewenangan Mahkamah, para Pemohon hanya menyebutkan pasal yang diuji tanpa menguraikan isi pasal tersebut secara lengkap," ujarnya.

Sedangkan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencermati uraian Kewenangan Mahkamah dalam permohonan terlalu panjang, sehingga perlu diringkas.

"Termasuk dasar pengujian juga harus diuraikan dalam permohonan," pintanya.

Selanjutnya, Enny meminta para pemohon lebih menguraikan syarat-syarat kerugian konstitusional Pemohon akibat berlakunya norma yang diujikan.