Yusril Soal UU Cipta Kerja: Tanpa Perbaikan Segera, Kebijakan Jokowi akan Terhenti

Jumat, 26 November 2021

Yusril Ihza Mahendra bertemu Presiden Jokowi.

GILANGNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra meminta pemerintah segera memperbaiki Omnibus Law UU Cipta Kerja. Sebab jika tidak segera dilakukan perbaikan maka berpotensi melumpuhkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Mahkamah Konstitusi melarang pemerintah menerbitkan peraturan turunan UU Cipta Kerja hingga perbaikan dilakukan dalam tenggat dua tahun. Mahkamah juga melarang pemerintah mengambil kebijakan baru yang berdampak kuas berdasarkan UU Cipta Kerja yang belum diperbaiki.

"Kebijakan-kebijakan super cepat yang ingin dilakukan Pemerintah Presiden Joko Widodo sebagian besar justru didasarkan kepada UU Cipta Kerja itu. Tanpa perbaikan segera, kebijakan-kebijakan baru yang akan diambil Presiden otomatis terhenti," ujar Yusril dalam keterangannya, Jumat (26/11).

Karena langkah Jokowi untuk mengambil kebijakan super cepat itu terhenti, bisa melumpuhkan pemerintahan yang ingin memulihkan ekonomi.

"Ini berpotensi melumpuhkan Pemerintah yang justru ingin bertindak cepat memulihkan ekonomi yang terganggu akibat pandemi," lanjut Yusril.

Yusril mengusulkan dua cara untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan akibat putusan Mahkamah Konstitusi. Pertama, pemerintah perlu memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai pemimpin revisi UU Cipta Kerja.

"Pemerintah, menurut Yusril dapat menempuh dua cara mengatasi hal tersebut. Pertama memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai law centre dan menjadi leader dalam
merevisi UU Cipta Kerja," ujar Yusril.

Kedua, pemerintah diminta segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional yang bertugas menata, mensinkronisasi dan merapikan peraturan perundang-undangan dari pusat hingga daerah.

Yusril mengatakan, Presiden Joko Widodo perlu bekerja keras memperbaiki UU Cipta Kerja. Jika tidak diperbaiki UU Cipta Kerja bakal menjadi inkonstitusional secara permanen. Selain itu jika dalam dua tahun tidak diperbaiki maka semua undang-undang yang dicabut UU Cipta Kerja akan otomatis berlaku kembali. "Ini jelas dapat menimbulkan kekacauan hukum," imbuh Yusril.

Sejak Awal Omnibus Law Bermasalah

Yusril mengatakan, sejak awal pembentukan UU Cipta Kerja meniru metode omnibus di Amerika dan Kanada bermasalah. Sebab Indonesia memiliki UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Setiap pembentukan peraturan maupun perubahannya, secara prosedur harus tunduk pada UU itu. MK yang berwenang menguji materil dan formil terhadap UU, menggunakan UUD 45 sebagai batu ujinya jika melakukan uji materil. Sementara, jika melakukan uji formil, MK menggunakan UU No 12 Tahun 2011 itu," ujar Yusril.

Karena itu, Mahkamah Konstitusi bisa merontokkan UU Cipta Kerja dengan menggunakan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam uji formil.

"MK akan memutus bahwa prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan UU sebagaimana diatur oleh UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan," tegas Yusril.

Sehingga, Yusril tidak kaget dan heran Mahkamah Konstitusi memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional. Yusril bilang Presiden Joko Widodo akan dalam posisi sulit jika UU Cipta Kerja dinyatakan murni inkonstitusional, bukan inkonstitusional bersyarat.

"Masih bagus MK hanya menyatakan inkonstitusional bersyarat. Kalau murni inkonstitusional, maka Pemerintah Presiden Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit," tegas dia.

Karena itu, Yusril menyarankan agar Presiden Joko Widodo bertindak cepat melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Cipta Kerja, tanpa harus menunggu dua tahun.