Inilah Perbedaan Vaksin Primer dan Booster

Rabu, 12 Januari 2022

Penyuntikan vaksin booster Covid-19 untuk lansia.

GILANGNEWS.COM - Pemerintah memulai program vaksinasi Covid-19 sejak 13 Januari 2021. Program ini menggunakan dua skema, yakni program pemerintah dan gotong royong.

Hampir setahun berjalan, pemerintah melanjutkan dengan vaksinasi booster. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan vaksin booster ini untuk melengkapi vaksin primer.

Kementerian Kesehatan melalui akun Instagram kemenkes_ri menjelaskan perbedaan vaksin primer dan booster. Vaksin primer merupakan vaksinasi dosis utama untuk memberikan imunitas atau kekebalan terhadap penyakit Covid-19 dalam jangka waktu tertentu.

Vaksin primer diberikan secara homolog untuk dosis satu dan dua. Homolog merupakan vaksinasi menggunakan jenis vaksin yang sama.

Sedangkan vaksin booster merupakan vaksinasi lanjutan setelah seseorang mendapatkan vaksin primer dosis lengkap. Tujuan vaksinasi booster untuk mempertahankan tingkat kekebalan serta memperpanjang masa perlindungan.

"(Vaksinasi booster) diberikan secara homolog dan heterolog," jelas Kementerian Kesehatan, Rabu (12/1).

Heterolog diartikan sebagai vaksinasi booster yang menggunakan jenis vaksin berbeda dengan dosis pertama dan kedua.

Dalam menjalankan program vaksinasi booster, pemerintah menggunakan tiga kombinasi. Pertama, jika masyarakat mendapatkan vaksin primer Sinovac maka booster menggunakan Pfizer dengan dosis setengah.

Kombinasi Vaksin

Kedua, jika masyarakat mendapatkan vaksin primer Sinovac maka booster bisa menggunakan AstraZeneca dengan dosis setengah. Ketiga, jika masyarakat mendapatkan vaksin primer AstraZeneca maka booster menggunakan Moderna dengan dosis setengah.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kombinasi vaksin booster ini sudah mendapat rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Selain itu, kombinasi vaksin booster sudah sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Budi menyebut, berdasarkan penelitian di luar negeri, vaksin booster heterolog menunjukkan peningkatan antibodi yang relatif sama atau lebih baik dari vaksin booster homolog.

Hasil penelitian juga menunjukkan vaksin booster setengah dosis meningkatkan antibodi yang relatif sama atau lebih baik dari vaksin booster dosis penuh. Juga memberikan dampak Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang lebih ringan.

BPOM telah memberikan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) kepada lima vaksin sebagai booster Covid-19. Lima vaksin tersebut ialah, Pfizer, AstraZeneca, Coronavac/Vaksin PT Bio Farma, Zifivax, dan Moderna.

Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito mengatakan pemberian EUA pada lima vaksin sebagai booster sudah melalui tahap evaluasi. Proses evaluasi melibatkan Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Covid-19, ITAGI, serta asosiasi klinisi terkait.

"Lima vaksin telah mendapatkan rekomendasi memenuhi persyaratan yang ada sehingga bisa dilanjutkan dengan proses pemberian EUA," kata Penny dalam konferensi pers, Senin (10/1).

Dia menjelaskan, BPOM telah mengkaji keamanan, khasiat, dan mutu lima vaksin sebagai booster sejak November 2021. Lima vaksin tersebut juga sudah melalui tahapan uji klinik.

Rincian Vaksin untuk Booster

Berikut rincian lima vaksin yang mendapatkan EUA untuk booster Covid-19:

Coronavac/Vaksin PT Bio Farma

Penny mengatakan, Coronavac menjadi vaksin booster homolog atau vaksin tambahan yang sama dengan jenis dosis pertama dan kedua. Booster Coronavac diberikan satu dosis setelah enam bulan vaksinasi dosis kedua kepada masyarakat di atas 18 tahun.

Berdasarkan hasil uji klinik, booster Coronavac menimbulkan kejadian tidak diinginkan berupa reaksi lokal seperti nyeri di tempat suntikan, kemerahan, dengan tingkat keparahan grade 1, 2.

"Imunogenisitas menunjukkan peningkatan titer antibodi netralisasi 21 hingga 35 kali setelah 28 hari pemberian vaksin booster ini pada subjek dewasa," jelas Penny.

Vaksin Pfizer

Sama seperti Coronavac, Pfizer menjadi booster homolog. Booster ini diberikan satu dosis pada masyarakat di atas 18 tahun yang sudah menerima dosis kedua minimal enam bulan.

Data uji klinik menunjukkan, kejadian tidak diinginkan booster Pfizer bersifat lokal. Umumnya berupa nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, demam dengan grade 1 sampai 2.

Imunogenisitas booster Pfizer menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi setelah satu bulan sebesar 3,3 kali.

Vaksin AstraZeneca

Vaksin AstraZeneca juga direkomendasikan menjadi booster homolog. Data uji klinik menunjukkan, kejadian tidak diinginkan pada booster AstraZeneca bisa ditoleransi dengan baik. Umumnya kejadian tidak diinginkan masuk kategori ringan dan sedang.

"Ringan lebih besar 55 persen, sedang 37 persen," kata Penny.

Imunogenisitas booster AstraZeneca menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi dari 1.792 menjadi 3.370. Meningkat tiga kali.

Vaksin Moderna

Menurut Penny, vaksin Moderna menjadi booster homolog dan heterolog. Booster Moderna hanya diberikan setengah dosis pada masyarakat di atas 18 tahun.

"Heterolognya Moderna untuk vaksin primernya AstraZeneca, Pfizer, dan Johnson," jelasnya.

Imunogenisitas booster Moderna menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi sebesar 13 kali setelah penyuntikan.

Vaksin Zifivax

Vaksin Zifivax menjadi booster heterolog dengan primer Sinovac atau Sinopharm. Imunogenisitas booster Zifivax menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi lebih dari 30 kali setelah dosis lanjutan.

"Ini juga diberikan setelah enam bulan ke atas," katanya.