Suasana Saat Persidangan.
GILANGNEWS.COM - Sejumlah mantan anggota DPRD Riau menerima ‘jatah’ dari eks Gubernur Riau (Gubri), Annas Maamun. Pemberian jatah berupa uang tersebut merupakan suap untuk pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hal itu sebagaimana terungkap dalam persidangan lanjutan dugaan suap atas terdakwa Annas Maamun di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (29/6). Sidang beragendakan pemeriksaan saksi-saksi dipimpin majelis hakim, Dahlan. Saksi yang dihadirkan JPU yakni Riki Hariansyah, Gumpita dan Solihin Dahlan.
Dalam BAP saksi Riki Hariansyah selaku anggota Banggar DPRD Riau. Ada pembicaraan soal rencana pemberian uang dari Annas Maamun untuk sejumlah anggota dewan tertentu. Rencana pemberian uang turut dibahas bersama Suparman dan Johar Firdaus.
JPU KPK lantas membacakan BAP saksi Riki Hariansyah, yang mengungkap pada 8 September 2014 sore, Johar Firdaus menyuruh Riki Hariansyah bersama Ahmad Kirjauhari menemuinya di sebuah kafe di Jalan Arifin Ahmad.
Dalam perjalanan, Riki Hariansyah dan Kir Jauhari singgah di kedai empek-empek di Jalan Sumatera. Di sana dibuatlah daftar nama anggota dewan penerima uang.
"Kir menyampaikan jumlahnya Rp900 juta, jadi range-nya 20 sampai 50 juta saja," sebut Riki.
"Tujuannya (pemberian uang) disampaikan juga terkait apa?," cecar JPU KPK lagi. "Ya (ungkapan) terimakasih," jawab Riki.
Saat JPU KPK mempertanyakan apakah untuk percepatan APBD-P 2014 dan APBD 2015, Riki tak menampiknya Kembali ke pembuatan daftar nama anggota DPRD Riau yang akan menerima uang, Riki mengaku dia sendiri yang menulis. Sementara siapa saja dan berapa nominal uang, Kirjauhari yang menentukan.
JPU KPK kembali membacakan BAP saksi Riki. Di situ secara jelas, tertulis siapa saja para anggota dewan yang menerima uang. Diantaranya, Ketua DPRD Riau, Johar Firdaus memperoleh jatah Rp 125 juta, Wakil Ketua Rusli Ahmad Rp40 juta, Wakil Ketua Noviwaldi Rp40 juta, Wakil Ketua Hasmi Setiadi Rp40 juta.
Selanjutnya Ketua Komisi A Ilyas Labai Rp40 juta, Ketua Komisi B Zukri (PDIP) Rp40 juta, Ketua komisi C Andi Zainal Rp40 juta, Ketua Komisi D Bagus Santoso Rp40 juta, Ketua Fraksi Golkar Iwa Sirwani 40 juta.
Berikutnya Ketua Fraksi Demokrat Koko Iskandar Rp40 juta, Ketua Fraksi PDIP Robin P Hutagalung Rp40 juta, Ketua Fraksi PKS Mansur Rp40 juta, Ketua Fraksi PPP Rusli Efendi Abdul Hamid Rp40 juta, Ketua Fraksi Gabungan Abdul Wahid Rp40 juta, Ketua Fraksi PAN Ramli Sanur Rp40 juta.
Wakil Ketua Komisi B Nurzaman Rp40 juta Gerindra, Anggota Komisi C Mahdinur (PKS) Rp30 juta, Anggota Komisi D Edi Yatim (Demokrat) Rp30 juta, Sekretaris A Syamsudin Saad (Demokrat) Rp30 juta, Anggota Komisi C Solihin Dahlan Rp30 juta, dan saksi Riki Hariansyah Rp50 juta. "Betul?," tanya JPU usai membacakan BAP.
"Iya benar," Riki mengamini. Ia mengiyakan daftar nama yang dibuatnya bersama Kirjauhari tersebut.
"Apakah saksi Solihin Dahlan dan Gumpita yang duduk di sebelah saudara juga terima uang?," tanya JPU lagi. "Iya," ungkap Riki.
"Kalau Gumpita lewat saya, Solihin dari Kirjauhari," imbuh Riki. Seraya menjabarkan, jika uang untuk Gumpita diserahkan saat kegiatan pembahasan soal Riau Pesisir.
Usai daftar penerima jadi, Riki Hariansyah dan Kirjauhari bergeser ke kafe di Jalan Arifin Ahmad. Di sana telah menunggu Johar Firdaus. Saat daftar nama diserahkan, tenyata Johar Firdaus protes. Ia minta agar dirinya bisa mendapat bagian Rp150 juta. Bahkan, sempat tersebut pula angka sampai Rp200 juta.
Atas permintaan Johar Firdaus itu, Kirjauhari agak keberatan. Karena terpaksa harus merubah daftar nama lagi. "Ada nama yang dihapus?," tanya JPU KPK. "Salah satunya Tonny Hidayat, jatah 30 juta. Digeser ke Johar Firdaus," sebut Riki.
Singkat cerita, uang dari terdakwa Annas Maamun pun cair. Uang dipegang oleh Kirjauhari. Kepada Riki Hariansyah, Kirjauhari menyerahkan uang yang dibagi dalam 2 kantong plastik. Satu kantong untuk Johar, dan satu kantong untuk Riki Hariansyah.
Uang untuk Johar Firdaus, Riki Hariansyah yang menyerahkan. Kepada saksi Gumpita dan Solihin Dahlan, JPU KPK turut mempertanyakan sejumlah hal, yang kurang lebih sama dengan yang ditanyakan kepada Riki Hariansyah.
Belakangan diketahui, baik Riki Hariansyah, Gumpita dan Solihin Dahlan, sudah mengembalikan uang tersebut kepada KPK. Selain 3 mantan anggota DPRD Riau, JPU KPK dalam sidang kali ini juga menghadirkan mantan staf di bagian Alat Kelengkapan Dewan dan Fraksi DPRD Riau. Dia adalah Eriadi Fahmi.
Ia dimintai keterangan soal tupoksinya, serta pengetahuannya soal sejumlah rapat pembahasan APBD-P 2014 dan APBD 2015. Namun dalam keterangannya, Fahmi banyak mengaku lupa. Beberapa kali JPU KPK bahkan mengingatkan dirinya dengan membacakan BAP saat ia diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK.
Sebelumnya, JPU KPK dalam dakwaannya membeberkan pemberian hadiah atau janji dilakukan Annas Maamun sebagai Gubernur Riau periode 2009-2014 bersama Wan Amir Firdaus selaku Asisten II Ekonomi Pembangunan Setda Provinsi Riau.
Uang yang dijanjikan untuk anggota DPRD Riau dalam pembahasan RAPBD 2014 dan RAPBD 2015 sebesar Rp1.010.000.000. "Juga dijanjikan fasilitas pinjam pakai kendaraan yang nantinya bisa dimiliki anggota DPRD Provinsi Riau," ungkap JPU.
Janji tersebut diberikan kepada Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014, Suparman, Ahmad Kirjuhari, Riky Hariansyah, Gumpita, dan Solihin Dahlan selaku anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 sampai dengan 2014.
Pemberian itu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut mengesahkan RAPBD-P 2014 menjadi APBD 2014 dan RAPBD-P 2015 menjadi APBD 2015 sebelum diganti oleh anggota DPRD Riau hasil Pemilu Legislatif 2014.
Sebelum terdakwa mengirimkan Rancangan KUA dan PPAS untuk APBD Perubahan Tahun 2014 kepada Ketua DPRD Riau, pada Juli 2014 telah dilakukan rapat konsultasi antara terdakwa bersama SKPD dengan Pimpinan, Ketua-Ketua Fraksi dan Komisi DPRD Riau. Kemudian, terdakwa menyampaikan keinginan agar RAPBD-P 2013 RAPBD TA 2015 dibahas dan disahkan DPRD Riau.
Terdakwa menyampaikan bahwa terkait pinjam pakai mobil anggota DPRD Provinsi Riau disetujui untuk diperpanjang selama 2 tahun. Selanjutnya, saat lelang akan diprioritaskan untuk bisa dimiliki oleh anggota DPRD Riau periode 2009 - 2014. Atas keinginan terdakwa tersebut, Johar Firdaus menyetujui akan membahas RAPBDP TA 2014 dan RAPBD TA 2015 dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar).
Berlanjut pada 8 Agustus 2014, Banggar DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mulai melakukan pembahasan KUA dan PPAS APBD P Tahun 2014. Dalam pembahasaan itu, dipertanyakan daya anggaran sekitar 12 persen.
Selain itu, usulan terdakwa tentang perubahan Peraturan Daerah terkait Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Provinsi Riau yang mengubah susunanbadan dan dinas. Salah satunya, memecah anggaran Dinas Pekerjaan Umum menjadi 2 bagian masing-masing untuk Anggaran Dinas Cipta Karya dan Dinas Bina Marga.
Mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni dari semula dikerjakan oleh Dinas PU. Kemudian diubah menjadi dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD). Oleh karena dalam pembahasan tersebut tidak ada titik temu antara Tim Banggar dan TAPD, kemudian rapat diskor.
Selanjutnya, Johar Firdaus meminta agar dilakukan pertemuan tertutup di ruang Komisi B dihadiri anggota Banggar. Untuk itu, Suparman mengusulkan pembentukan Tim Informal sebagai penghubung antara DPRD dengan terdakwa.
Tim itu beranggotakan Suparman, Zukri alias Zukri Misran, Koko Iskandar, dan Hazmi Setiadi. Selain itu Suparman menginformasikan mengenai tawaran dari terdakwa untuk memperoleh pinjaman kendaraan yang nantinya pada masa akhir jabatan anggota DPRD, kendaraan tersebut akan dilelang dan diprioritaskan untuk anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009 - 2014.
Hal tersebut disetujui oleh sebagian anggota Banggar. Sekitar atau 3 hari setelah pembentukan Tim Informal/Komunikasi, Suparman menyampaikan kepada Johar Firdaus, Riky Hariansyah, dan Zukri Misran bahwa dirinya telah bertemu dengan terdakwa.
Suparman juga menyampaikan tawaran pemberian uang sebesar antara Rp50 juta Rp60 juta untuk 40 anggota dewan ditentukan oleh terdakwa. Istilah pemberian itu,50 sampai dengan 60 hektar” dan mengenai peminjaman mobil pada prinsipnya tetap akan diberikan kepada para anggota dewan.
Dengan adanya janji tersebut, selanjutnya pada 19 Agustus 2014, DPRD Riau memberi persetujuan terhadap RAPBD-P TA 2014. Selanjutnya, dilakukan penandatangan antara legistatif dan eksekutif. Pada 21 Agustus 2014, Tim Banggar dan TAPD melakukan pembahasan KUA dan PPAS APBD TA 2015. Kemudian dilakukan rapat kembali pada 25 Agustus 2014 dalam rangka penyampaian hasil pembahasan Komisi dengan Mitra Kerja tentang KUA dan PPAS Provinsi Riau TA 2015.
Kesimpulan rapat antara lain Pemerintah Provinsi Riau diminta untuk segera menyampaikan KUA dan PPAS yang telah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan SOTK yang baru paling lambat Selasa tanggal 26 Agustus 2014. Lalu, Pimpinan DPRD menyurati terdakwa selaku Gubernur Riau untuk segera menyampaikan KUA dan PPAS RAPBD TA 2015 yang telah disesuaikan.
Pada 30 Agustus 2014, terdakwa menerima laporan dari Suparman melalui telepon yang intinya bahwa RAPBD TA 2015 tidak ada masalah. Padahal saat itu jelas bahwa koreksi buku KUA - PPAS TA 2015 belum diterima oleh DPRD Provinsi Riau dan belum dilakukan pembahasan.
Kemudian dilakukan pertemuan di rumah dinas Gubernur Riau pada 1 September 2014. Hadir Zaini Ismail selaku Sekretaris Daerah, Wan Amir Firdaus, M Yafis selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Said Saqlul Amri selaku Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Suwarno selaku Kepala Sub Bagian Anggaran.
Dari legislatif hadir Johar Firdaus selaku Ketua DPRD Provinsi Riau Periode 2009-2014 dan anggota DPRD, Riky Hariansyah. Di sana dibicarakan tentang pembahasan APBD dari TAPD Provinsi Riau kepada terdakwa serta hal-hal yang nantinya akan dihadapi dalam pembahasan dengan DPRD terkait RAPBD TA. 2015 yang belum disetujui oleh DPRD Provinsi Riau.
Agar dilakukan pengesahan APBD, saat itu terdakwa melalui Wan Amir Firdaus memerintahkan kepala dinas di lingkungan Pemprov Riau untuk mengumpulkan uang. Selanjutnya uang itu diserahkan kepada terdakwa melalui Wan Amir Firdaus dan Suwarno.
Sekira pukul 18.00 WIB, Wan Amir Firdaus menyerahkan 1 tas ransel warna hitam dan 2 tas kertas warna hijau yang berisikan uang sejumlah Rp1.010.000.000 kepada Suwarno.
Setelah itu Suwarno mendapat telepon dari Amad Kirjuhari, dan meminta bertemu di tempat parkir di bawah kantor Sekretariat DPRD Provinsi Riau.
Di tempat parkir, Suwarno yang ditemani Burhanuddin lalu meletakkan 1 tas ransel dan 2 buah tas kertas warna hijau yang berisi uang tke dalam mobil Toyota Yaris warna silver nomor polisi BM-1391-PC yang dikendarai Ahmad Kirjuhari.
Pada t4 September 2014, RAPBD TA 2015 disahkan menjadi Perda APBD TA 2015 dengan ditandatanganinya Persetujuan bersama DPRD Provinsi Riau dengan Gubernur Riau tentang Rancangan Peraturan Daerah APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2015 Nomor : 21/SKB/PIMP/DPRD/2014 dan Nomor : 63/NPB/IX/2014.
Pada 8 September 2014 sekira pukul 16.00 WIB, di Hotel Raudah, Johar Firdaus memberitahukan Riky Hariansyah agar mengajak Ahmad Kirjuhari datang ke Kafe Lick Latte di Jalan Arifin Achmad.
Riky Hariansyah dan Ahmad Kirjuhari menuju kafe tersebut. Sebelum sampai mereka singgah ke rumah makan pempek di Jalan Sumatera Pekanbaru. Di sana, Ahmad Kirjuhari menceritakan kalau dirinya telah menerima uang sebesar Rp900 juta dari terdakwa.
Kemudian, Riky Hariansyah dan Ahmad Kirjuhari membuat catatan tentang pembagian uang. Rinciannya Riky dan Ahmad Kirjuhari mendapat Rp199 juta, Johar Firdaus Rp135 juta dan sisanya Rp575 juta dibagi secara proporsional kepada 17 orang lainnya berdasarkan jabatan anggota di DPRD Provinsi Riau hingga masing-masing dapat sekitar Rp30 juta sampai Rp40 juta.
Tidak lama Kemudian, Johar Firdaus menelepon dan meminta keduanya segera ke Kafe Lick Latte. Setelah sampai, Johar menanyakan uang pembagian untuk dirinya.
Riky Hariansyah memperlihatkan catatan yang dibuat untuk 20 orang. Namun Johar Firdaus meminta bagian Rp200 juta tapi karena uang tak cukup akhirnya Johar Firdaus menerima Rp155 juta.
Selanjutnya uang bagian Johar Firdaus diserahkan oleh Riky Hariansyah di rumah Johar Firdaus di Komplek Pemda Arengka Pekanbaru. Sementara bagian Riky untuk sementara diberikan oleh Ahmad Kirjuhari sebesar Rp50 juta.
Pada hari Senin tanggal 9 September 2014, dalam acara peninjauan lokasi kantor Pokja Pemekaran Provinsi Riau Pesisir di Kantor Gardu Partai Gerindra yang beralamat di Jalan Arifin Ahmad Pekanbaru. Lalu Ahmad Kirjuhari menyerahkan uang Rp30 juta yang dimasukkan dalam amplop kepada Solihun Dahlan.
Pada 10 September 2014, Ahamd Kirjuhari menyerahkan uang Rp20 juta dari terdakwa kepada Riky Hariansyah dan meminta agar diserahkan kepada Gumpita dan Ilyas Labai. Uang diserahkan satu hari kemudian, masing-masing mendapat Rp10 juta.
Terdakwa bersama Wan Amir Firdaus mengetahui atau patut menduga perbuatannya memberi uang Rp1.010.000.000 yang diserahkan kepada Johar Firdaus dam anggota DPRD 2009-2014 bertentangan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara.
JPU mendakwa Annas Maamun dengan dakwaan Pertama Pasal 5 ayat (1) dan (2) atau Kedua: Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.