Akibat Rupiah Melemah, Harga Barang Elektronik Dan Pakaian Berpotensi Naik

Selasa, 12 Juli 2022

Ilustrasi.

GILANGNEWS.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah dengan bergerak di kisaran Rp 15.000 per dollar AS beberapa waktu belakangan. Depresiasi rupiah ini pun dapat memicu kenaikan harga sejumlah barang.

Berdasarkan data Bloomberg, Senin (11/7/2022), nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.975 per dollar AS. Pada perdagangan Rabu pekan lalu, rupiah bahkan sudah sempat menembus level Rp 15.000 per dollar AS.

"Rupiah yang bergerak dikisaran Rp 15.000 per dollar AS sebenarnya bukan pertanda baik, meski terlihat stabil dalam satu minggu terakhir namun ada beberapa dampak," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Ia mengatakan, terdapat beberapa barang yang akan mengalami kenaikan harga imbas pelemahan rupiah. Utamanya pada barang yang bersifat impor, baik dalam bentuk barang jadi maupun bahan baku, karena transaksinya menggunakan mata uang dollar AS.

Bhima menyebut, produk pada sektor elektronik, otomotif, pakaian jadi, industri kimia, makanan dan minuman (mamin), hingga farmasi berpotensi mengalami kenaikan harga. Lantaran, produk maupun bahan baku pada sektor-sektor itu sebagian besar masih dipenuhi dari impor.

"Farmasi kan 90 persen bahan bakunya impor, sehingga rentan terhadap fluktuasi kurs," kata dia.

Terkait sektor makanan dan minuman, Bhima bilang, sebelum kurs melemah mendekati Rp 15.000 per dollar AS, bahan baku industri makanan-minuman memang sudah mengalami kenaikan seperti gandum, gula, hingga minyak nabati. Maka, pelemahan kurs akan semakin membebani sektor ini.

"Dengan ditambah adanya pelemahan kurs tentu bebannya jadi ganda," imbuhnya.
Menurut dia, pelaku industri makanan-minuman saat ini sedang menunggu momen yang tepat untuk menaikkan harga jual produknya di pasaran, sebab mereka memperhitungkan kemampuan masyarakat yang tidak semuanya siap dengan kenaikan harga meski hanya sekitar 5-7 persen.

"Contohnya kelompok menengah bawah, kalau harga naik maka bisa bergeser ke produk pesaing atau bahkan mengurangi pembelian. Target penjualan pun bisa turun," ucap Bhima.