Daftar Kejahatan yang Bisa Dijerat RUU Perampasan Aset, Ternyata Tak Cuma Korupsi

Selasa, 20 September 2022

Aksi hari anti-korupsi.

GILANGNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset tidak hanya menyangkut soal tindak pidana korupsi, melainkan tindak pidana lain yang membawa kerugian pada negara.

"Makanya namanya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Jadi, selain tipikor (tindak pidana korupsi) ini juga bisa dikenakan untuk tindak pidana yang lain, yang itu terutama membawa kerugian kepada negara, meskipun bukan karena korupsi," kata Arsul dalam Forum Legislasi di Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Selasa.

Dia lantas mencontohkan tindak pidana lain selain korupsi yang dapat dikenakan melalui UU Perampasan Aset, di antaranya tindak pidana narkotika hingga tindak pidana penyelundupan yang disebutnya sama-sama membawa kerugian pada negara.

"Jadi, pertama, jangan kemudian seolah-olah dikaitkan bahwa RUU Perampasan Aset, tindak pidana ini hanya terkait dengan tipikor yang karena itulah kemudian timbul resistensi," ujarnya.

RUU Perampasan Aset dibutuhkan karena instrumen hukum acara pidana saat ini belum dapat memaksimalkan pengembalian kerugian negara, termasuk dalam tindak pidana korupsi.

"Kalau kita mengikuti instrumen yang ada di dalam hukum acara pidana baik di KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) maupun undang-undang sektoral terkait ini kan prosesnya lama," ucapnya.

Melalui mekanisme yang diatur dalam RUU Perampasan Aset maka diharapkan pengembalian kerugian negara oleh tindak pidana dapat lebih cepat dan maksimal.

"Tujuan perampasan aset tindak pidana ini kan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara," tambahnya.

Dia menyebut untuk mendorong RUU Perampasan Aset maka politik hukum nasional yang terkait dengan pemidanaan perlu dilakukan pembenahan ulang agar tidak menimbulkan permasalahan hukum baru ke depannya.

Mengenai hal tersebut, Arsul pun mengusulkan subsidiaritas atau subsider hukuman dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dihapuskan dan sebaliknya negara mengenakan pailit bagi pelaku tindak pidana yang mengakibatkan kerugian negara.

"Kalau kita hanya melihat RUU Perampasan Aset, tidak membenahi politik hukum pemidanaan kita maka akan terjadi tabrakan," kata Arsul.

Selain Arsul, dalam diskusi bertema "Menakar Urgensi RUU Perampasan Aset" itu turut hadir pula sebagai narasumber anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dan pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan bahwa Presiden RI Joko Widodo terus mendorong DPR RI agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi undang-undang.

“Itu sudah sampai ke DPR RI dan sekarang Bapak Presiden dan pemerintah akan terus mendorong itu disahkan secepatnya, mendorong agar pengesahannya terus diagendakan,” kata Mahfud dalam video keterangan pers.

Dia menyampaikan pengesahan RUU Perampasan Aset memang perlu dilakukan secepatnya karena peraturan tersebut bernilai penting bagi bangsa, tidak merugikan siapa pun selain orang yang melakukan korupsi, dan menguntungkan negara.

Sejauh ini, kata Mahfud, Presiden Joko Widodo senantiasa memantau perkembangan proses perkembangan pengesahan RUU Perampasan Aset.