Kemenangan Ahok Bakal Tak Terbendung, Jika Isu Penistaan Masuk Angin

Ahad, 18 Desember 2016

Ahok

GILANGNEWS.COM - Puncak kebencian terhadap Basuki Tjahaja Purnama dapat dikatakan terjadi pada periode akhir Oktober hingga awal November, dengan demo kolosal 411. Demonstrasi akbar 212 memang lebih besar, akan tetapi dampak setelahnya tidak setajam demo pertama.

Harus diakui, sepertinya ada tren kejenuhan mengekspoitasi kebencian kepada Ahok lewat isu penistaan agama yang dilakukan sejak Buni Yani mengunggah potongan video Ahok yang mengutip ayat suci ke akun Facebook-nya. Posting-an Buni Yani pada 6 Oktober ini kemudian menjadi viral di media sosial.

Atau, orang mulai bisa berpikir jernih dan melihat Ahok hanya keceplosan tanpa niat menista. Barangkali pula, Ahok hanya sekadar katalisator, sekadar mengulangi pesan (penafsiran) dari orang-orang Islam di kalangan internal Ahok. Tidak mungkin juga Ahok ujug-ujug tahu surat Almaidah 51, kecuali dia mengikuti kajian atau mendengar pembicaraan tentang itu dari orang-orang di sekitaranya.

Mana yang benar tidak jadi soal, yang jelas ada fakta bahwa serangan ke Ahok mulai mengendur. Hal ini lebih valid ketika kita mengacu ke riset Lembaga Survei Indonesia (LSI). Pada bulan November, sebanyak 62 persen masyarakat menilai Ahok melakukan penodaan, tetapi survei yang digelar pada 3-11 Desember menyebutkan jika hanya 54 persen di antara warga DKI yang masih menilai Ahok menodakan agama.

Isu seputar penistaan agama ini berkelindan dengan elektabilitas petahana tersebut. Berdasarkan hasil survei LSI, elektabilitas Ahok-Djarot mencapai 31,8 persen, sedangkan Agus-Sylvi 26,5 persen dan Anies-Sandiaga 23,9 persen dengan17,8 responden persen tidak menjawab; simpang kesalahan 3,5 %. Dalam trend top of mind nama calon Gubernur yang paling banyak dipilih adalah Ahok dengan suara 32,9 persen, Agus Yudhoyono 25,1 persen, dan Anies 23,2 persen.

Melihat tren ini, bukan tidak mungkin suara untuk Ahok akan berangsur-angsur menguat menyusul mengendurnya serangan isu penistaan agama.

Dilansir Rima.com Jika melacak hasil tren survei, elektabilitas Ahok pada awal Oktober (isu penistaan belum mencuat) adalah 31,9 persen. Pada bulan November, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ahok hanya mendapatkan dukungan 28,9 persen, di atasnya ada Agus (29,5%), sedangkan Anies 26,7 persen. Bahkan, data dari Lembaga Konsultan Politik Indonesia (LKPI) di periode yang sama malah menempatkan pasangan Ahok di posisi terbawah (24,6%), di atasnya ada Anies- 25,9% dan Agus 27,6, dengan 21,9 % pemilih masih merahasiakan pilihannya.

Kembalinya Ahok menjadi jawara survei sangat mungkin dipengaruhi swing voters yang sebelumnya malu-malu mengakui bakal mendukung Ahok karena gencarnya kasus penodaan agama.

Jika situasi tenang seperti ini tetap berlangsung, dan Ahok bebas dari tuntutan kasus penistaan di pengadilan, sangat mungkin Ahok bakal kembali memimpin Jakarta.

Ada hal lain yang menguntungkan Ahok, terutama debat terbuka. Kecuali 3 kali debat resmi oleh KPUD di bulan Januari, Agus Harimurti Yudhoyono menolak datang. Praktis, dia hanya melawan Anies. Soal, kemahiran bicara di depan publik, tentu Anies lebih unggul. Akan tetapi, Anies adalah kandidat dengan perolehan suara selalu terbawah dalam berbagai survei.

Kerugian karena debat akan diderita Agus yang berakting seperti kanak-kanak bermain petak umpet. Padahal, elektabilitasnya sanggup menandingi Ahok. Orang akan berpikir ulang tentang Agus, dan sangat mungkin kekecewaan mereka diungkapkan dengan tidak datang ke TPS atau bahkan beralih ke Anies atau Ahok. Dengan plot seperti ini, Ahok tetap akan ada di atas angin.

Jadi, praktis satu-satunya isu yang menghadang Ahok adalah penistaan Agama, setelah isu SARA tidak mempan untuk warga DKI. Jika isu ini masuk angin, oposisi terhadap Ahok akan melempem dan Ahok bakal terpilih kembali.

Editor: Atika Wulandari