Latihan Bersama FPI, Jabatan Letkol Ubaidillah Dicopot

Senin, 09 Januari 2017

Latihan bersama FPI dan TNI di Lebak Banten, Kamis (5/1)

GILANGNEWS.COM - Komandan Distrik Militer (Dandim) Lebak, Banten, Letkol (Czi) Ubaidillah, dicopot dari jabatannya sebagai buntut dari latihan bela negara bersama Front Pembela Islam (FPI).

Ubaidillah dicopot karena tidak melaporkan rencana latihan bela negara tersebut.

Kepala Penerangan Kodam Siliwangi, Letkol M Desi Arianto menjelaskan, Panglima Daerah Militer (Pangdam) Siliwangi telah mencopot Letkol (Czi) Ubaidillah dari jabatan Dandim Lebak, Banten.

Sebelumnya, Ubaidillah menjalani pemeriksaan internal di Kodam Siliwangi.

"Hasilnya, ditemukan kesalahan prosedur. Dandim tidak melapor terlebih dahulu baik kepada Danrem maupun Pangdam Siliwangi sebelum menyelenggarakan kegiatan bela negara tersebut," kata Desi Arianto lewat pesan singkat, Minggu (8/1/2017).

"Oleh karena itu Pangdam Siliwangi memutuskan untuk memberikan sanksi kepada Dandim Lebak yaitu dicopot dari jabatannya dan segera digantikan oleh pejabat yang baru," imbuh Desi.

Kabar soal FPI ikut dalam latihan bela negara menjadi viral setelah DPP FPI mengunggah foto latihan bersama di akun Instagram organisasi tersebut.

Keterangan foto itu menyatakan, latihan tersebut adalah Pelatihan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) dan melibatkan DPD FPI Banten.

"TNI dan FPI menggelar PPBN serta tanam 10.000 pohon di Kabupaten Lebak Banten," tulis akun DPP FPI dalam foto yang diunggah Sabtu (7/1/2017). Kegiatan tersebut dilaksanakan 5-6 Januari 2017.

Pelatihan Pendahuluan Bela Negara yang diselenggarakan Kodim Lebak bersama FPI Banten itu dikritik Setara Institute, organisasi nirlaba pro demokratisasi, hak asasi manusia, dan pluralisme.

"Bagaimana mungkin organisasi semacam FPI, yang antikemajemukan dan memiliki daya rusak serius menjadi partner kerja TNI dalam membela negara?" papar Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam siaran persnya, Minggu (8/1/2017).

Hendardi menyatakan, langkah TNI melatih sejumlah anggota FPI mempertegas dugaan "kedekatan" TNI dengan kelompok Islam radikal semacam FPI.

Padahal, kondisi tersebut hanya akan mempersulit penegakan hukum atas aksi-aksi intoleransi yang dilakukan kelompok terkait.

"TNI mengalami disorientasi serius dalam menjalankan perannya sebagai aparat pertahanan negara dan elemen yang juga dituntut berkontribusi menjaga kebhinekaan. Sekalipun secara legal tindakan TNI melatih FPI bukanlah pelanggaran, tetapi secara politik dan etis, tindakan itu dapat memunculkan ketegangan dan kontroversi baru," kata Hendardi.

Hendardi menduga, Presiden Jokowi tidak mengetahui tindakan TNI ini, termasuk apa yang menjadi agenda sesungguhnya dari TNI.

"Sejak aksi 411 dan 212, saya termasuk yang mendesak agar Jokowi mendisiplinkan TNI yang tampak memiliki kepribadian ganda dalam menghadapi aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok intoleran," katanya.

Menurutnya, jika benar TNI berkolaborasi dengan FPI, maka pertemuan antara militerisme dan Islamisme akan memiliki daya destruktif lebih serius pada demokrasi Indonesia.

"Jokowi tidak bisa terus berpangku tangan menghadapi situasi ini," katanya.

Hendardi mengatakan pendidikan Bela Negara tanpa konsep dan pendekatan yang jelas hanya akan melahirkan milisi sipil yang merasa naik kelas karena dekat dengan TNI.

"Kita masih ingat ketika Ketua Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Fuad diusir dari kawasan konsesi hutan milik PT RAPP, Riau, pada September 2016. Alumni Bela Negara dengan pongah justru menjadi centeng perusahaan dan menentang kinerja aparatur negara, dengan mengusir Nazir dari areal hutan," katanya.***


Sumber: Tribun