Jika Guru Paksa Siswa Beli LKS, Jamal: Laporkan ke Saya

Rabu, 08 Maret 2017

Ilustrasi

Gilangnews.com - Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Abdul Jamal saat dikonfirmasi mengenai praktek penjualan LKS di salah satu sekolah dasar negeri di Jalan Purwodadi, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, mengatakan, sekolah dilarang melakukan aktifitas jual beli LKS dan buku paket.

Abdul Jamal mengungkapkan, dinas pendidikan sudah menyampaikan larangan tersebut ke semua sekolah yang ada di Pekanbaru.

Tidak hanya secara lisan, larangan itu juga disampaikan melalui surat edaran.

"Saya sudah larang, siapa pun yang menyuruh jangan mau beli. Kalau ada guru atau kepala sekolah yang memaksa, laporkan ke saya. Saya mau tahu pula siapa,” kata Jamal.

Dia menjelaskan, dinas pendidikan tidak bisa melarang orangtua yang berkeinginan membeli LKS untuk anaknya di toko buku.

Sebab LKS juga menjadi kebutuhan siswa untuk referensi pembelajaran.

Namun sekolah dilarang memaksa siswa untuk membeli LKS, apalagi bagi siswa dari kalangan tidak mampu.

"Kalau ada guru yang menyuruh siswa untuk membeli LKS, jangan mau dibeli. Laporkan ke saya, jangan takut-takut. Kalau gara-gara tidak punya LKS anak disuruh pulang, laporkan saja, saya siap berdiri paling depan," ujarnya.

Jamal mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti dugaan pungli di salah sekolah dasar negeri di Jl Purwodadi, Tampan.

Sebelumnya, temuan yang Tribun dapatkan di lapangan ada praktek jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS).

Padahal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menegaskan, bahwa jual beli LKS yang dilakukan pihak sekolah dan biasanya bekerjasama dengan penerbit atau pihak ketiga lainnya masuk dalam kategori pungli. Itu melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 75/2016 tentang Komite Sekolah, pada pasal 12 ayat 1.

Praktek itu ditemukan di salah satu sekolah dasar negeri di Jalan Purwodadi, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Para siswa diarahkan pihak sekolah untuk membeli LKS di kedai yang ada di depan sekolah.

Cukup mengejutkan, kedai yang menjadi tempat penjualan LKS tersebut ternyata toko kelontong, menjual sayur-sayuran dan beragam kebutuhan sehari-hari lainnya.

Kedai harian tersebut berada di depan sekolah. Jaraknya sekitar 20 meter dari gerbang pintu keluar sekola.

Kalau dilihat sepintas, tidak ada yang menyangka kedai harian tersebut menjual LKS, sebab tidak tampak tumpukan buku di sana. Yang ada hanya tumpukan sembako dan sayur-sayuran segar yang dijejer di meja.

Meja-meja yang dijadikan tempat memajang sayur tersebut diletakkan di teras kedai. Beragam sayuran segar tersedia di kedai ini.

Seperti kacang panjang, kangkung, daun singkong. Juga ada buah segar seperti pisang dan pepaya.

Di bagian dalam kedai terlihat tumpukan karton. Beragam jenis makanan ringan tampak bergelantungan.

Di sudut kanan kedai terlihat meja kasir yang di atasnya ada etalase kaca berisi kotak rokok berbagai merek. Tumpukan buku LKS ada di rak samping meja kasir itu.

Orangtua salah satu siswa di sekolah dasar negeri itu mengemukakan, anaknya dan juga siswa lainnya diarahkan pihak sekolah untuk membeli LKS di toko tersebut.

"Satu paket Rp 70 ribu. Satu paket itu ada tujuh LKS untuk semua mata pelajaran, kecuali olahraga. Pihak sekolah yang mengarahkan siswa untuk membeli LKS di toko itu," ujarnya.

Ia minta namanya tidak ditulis demi keamanan. Kata dia, para orangtua tidak bisa berbuat banyak meski itu cukup memberatkan.

"Kalau tidak dibeli LKS-nya gimana anak mau belajar. Kan nggak mungkin pinjam punya kawannya," kata dia.

Anehnya, kata dia, guru masih memberikan tugas kepada siswa untuk menulis seluruh soal dan jawaban yang ada di LKS.

Meski sudah memiliki LKS, siswa tidak menjawab soal tersebut di buku yang sudah dibeli itu.

"Jadi buat apa dibeli LKS itu kalau ternyata siswa masih disuruh menulis ulang. Harusnya kan jawabnya bisa langsung di LKS itu saja. Kalau seperti ini kan kerja dua kali," ucapnya.***

Sumber: Tribun