Perpres Pelibatan TNI terkait Terorisme Diminta Dikaji Ulang

Ahad, 05 Agustus 2018

Koordinator Bidang Strategi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasa (KontraS) Feri Kusuma, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

GILANGNEWS.COM - Koalisi masyarakat sipil mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Koalisi khawatir peraturan tersebut bisa membuka pintu TNI kembali ke semua urusan sipil.

"Saya menduga Perpres ini kalau dipaksakan membuka pintu bagi TNI untuk terlibat dalam segala urusan sipil," kata Koordinator Bidang Strategi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasa (KontraS) Feri Kusuma, di Jakarta, Jumat (3/8).

Feri berkata ada potensi pelanggaran yang dilakukan militer dalam pemberantasan terorisme, seperti halnya yang dilakukan Detasemen Khusus/88 Antiteror Polri dalam berbagai kasus.

Menurutnya, hal itu memperlihatkan ada celah hukum yang harus ditambal sebelum pemerintah menyusun perpres. Koalisi pun meminta pemerintah memprioritaskan penyusunan undang-undang ketimbang perpres demi memperjelas wewenang TNI.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Al Ghiffari Aqsa menjelaskan undang-undang yang dimaksud adalah UU Perbantuan. Selain itu, UU Perbantuan juga adalah amanat Tap MPR Pasal No.VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri.

Terlebih, pelibatan TNI sudah diatur dalam Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU 32/2004 tentang TNI, bahwa operasi militer di luar perang dapat dilakukan jika ada kebijakan politik negara.

Selain itu, Al Ghiffarri mempertanyakan mekanisme pengaduan bagi masyarakat ketika ada pelanggaran penanganan terorisme oleh militer. Menurut dia, saat ini belum ada payung hukum yang mengatur hal tersebut.

"Jangan sampai kita memberikan wewenang berupa kertas kosong," ujarnya.

Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti LBH Jakarta, KontraS, Imparsial, YLBHI, Setara Institute, dan lain-lain.

Perumusan Perpres pelibatan TNI mengemuka setelah revisi UU Anti-terorisme sah berlaku pada akhir Mei 2018. UU tersebut mengamanatkan penyusunan Perpres untuk membahas teknis pelibatan militer dalam pemberantasan terorisme.

Amanat penyusunan Perpres ini tertuang dalam Pasal 43 I ayat (3) UU Terorisme. Bahwa, TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang, dan ktentuan lebih lanjut diatur melalui Perpres.